Views: 24
Solidernews.com – Tahun ini adalah moment penting bagi bangsa Indonesia yang menganut sistem demokrasi dalam perpolitikan negara. Sebab, bangsa Indonesia akan kembali memilih orang nomor 1 sebagai penggerak roda perpolitikan Tanah Air dalam rangkaian pesta demokrasi yang disebut Pemilihan Umum (pemilu). Melangsir Wikipedia, pemilu pertamakali dilaksanakan pada tahun 1955 yang bertujuan untuk memilih anggota DPR dan Konstituante, sedangkan diakhir periode kedua era Presiden Jokowi, pemilu dilaksanakan secara serentak pada tanggal 14 Februari mendatang untuk memilih Presiden dan anggota Legislatif mulai dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten kota.
Momentum pemilu sangat penting bagi seluruh bangsa Indonesia, karena pada momentum pemilu ini, seluruh warga Negara Indonesia menggunakan hak politiknya dengan memilih calon wakil rakyat terbaik sebagai pemimpin bangsa.
Setiap periodenya, pelaksanaan pemilu selalu membawa pekerjaan rumah khususnya bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan segala unsur stakeholder terkait yang mengurusi pelaksanaan pemilu. Salah satu masalah yang paling krusial dalam pelaksanaan pemilu adalah tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam menggunakan hak politiknya, khususnya kaum difabel. Dalam menyoroti permasalahan tersebut, Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), Pusat Rehabilitasi YAKUM dan Forum Masyarakat Pemantau Untuk Indonesia Inklusif Disabilitas (Formasi Disabilitas) menginisiasi pelaksanaan survei secara daring yang menyoroti permasalahan kesiapan pemilih difabel dalam menggunakan hak politiknya. Survei tersebut dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 2023 hingga 2 Januari 2024 dengan melibatkan 475 responden dari 31 provinsi.
Ada temuan menarik dalam hasil survei pemilu yang dilakukan oleh Formasi Disabilitas bekerjasama dengan SIGAB dan YAKUM, diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Nur Syarif Ramadhan selaku eksekutif nasional Formasi Disabilitas pada acara diseminasi hasil survei persepsi pemilih difabel dalam pemilu 2024 pada hari Kamis 18 Januari 2024 yang bertempat di hotel Tara Yogyakarta.
Dalam paparannya, Syarif menyampaikan, “Hasil survei menunjukkan hanya 35% difabel yang tercatat sebagai pemilih difabel. Sementara, 44,9% pemilih difabel terdata sebagai bukan difabel dan 19,4% tidak mengetahui status mereka sebagai pemilih dalam Pemilu 2024.”. realita ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam sistem pendataan pemilih difabel sehingga dalam data pemilih tetap, difabel yang tercatat sebagai pemilih dapat mengetahui statusnya yaitu sebagai pemilih difabel. Namun ada masalah lain sebenarnya yang menyebabkan difabel tidak tercatat sebagai pemilih difabel, yaitu seperti yang disampaikan oleh ketua Pusat Pemilu Akses Disabilitas (PUA Disabilitas) Ariyani Sukanwo saat menanggapi survei tentang kesiapan pemilih difabel pada pemilu 2024 di hotel Tara Yogyakarta melalui zoom meeting. Dalam paparannya, beliau menyampaikan “dukcapil, mempunyai instrumen pendataan disabilitas, yaitu form 101 poin 28 dan 29 yang isinya tentang apakah anda disabilitas? Dan ragam disabilitas yang ada di situ. Namun form itu selalu tidak diisi oleh petugas dukcapil. Karena saat itu dirasakan bahwa menyatakan disabilitas adalah hal yang memalukan. Jadi, banyak disabilitas yang tidak mengisi pertanyaan nomor 28 dan 29 itu sehingga tidak terdaftar sebagai disabilitas”.
Permasalahan paradigma seperti paparan yang disampaikan oleh Ariyani ini, sejatinya perlu mendapat perhatian dari pemerintah agar memberikan edukasi bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga difabel agar difabel yang ada dalam keluarga tersebut dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilu khususnya pada pemilu tahun 2024 yang berlangsung pada bulan Februari.
Hal lain yang menarik pada survei ini adalah sangat sedikitnya partisipasi dari pemilih difabel yang ada di Panti atau pusat rehabilitasi. Fenomena ini mengakibatkan tidak terpenuhinya partisipasi difabel dalam menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2024 khususnya difabel yang ada di Panti atau pusat rehabilitasi. Dalam paparannya syarif menyampaikan, sangat sedikit representasi responden dari panti ataupun balai/pusat rehabilitasi. Dari 479 responden survei ini, hanya 0,6% responden dari panti/balai rehabilitasi. Menurutnya hal ini merupakan fenomena yang meresahkan. Di tengah upaya untuk mendorong panti dan balai rehabilitasi menjadi lebih menjunjung hak asasi manusia, institusi-institusi tersebut masih menjadi ruang kecil yang belum memastikan akses informasi dan edukasi yang adil bagi difabel. Kurangnya keterjangkauan informasi tersebut dapat menimbulkan banyak kemungkinan, seperti tidak terpenuhinya hak pilih difabel yang tinggal di panti, hingga kemungkinan objek kecurangan.
Temuan lainnya yang disajikan pada survei ini adalah adanya difabel yang sudah terlibat kampanye dengan partai politik, dan juga semakin tingginya kesadaran difabel untuk menggunakan hak pilihnya. Diseminasi survei terkait kesiapan pemilu difabel dalam menggunakan hak pilihnya di pemilu 2024 ini, menunjukkan dari pihak komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia juga siap mengakomodir pemenuhan hak politik difabel hal ini seperti disampaikan oleh Muhammad afifudin anggota komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). Afifudin mengatakan, KPU berupaya untuk memfasilitasi apa yang bisa dilakukan untuk memberikan hak difabel dalam Pemilu. Kebijakan ataupun aturan terkait hak politik difabel dengan melibatkan aktivis dan NGO dalam mendorong penyelenggaraan Pemilu yang lebih ramah bagi difabel. Termasuk setiap temuan KPU ataupun yang disampaikan ke KPU dijaga dan dipertahankan.
Tentunya dalam mempersiapkan pemilu inklusif yang ramah difabel membutuhkan kerja keras dan rasa empati yang tinggi terutama terhadap isu hak politik difabel. Paling tidak ungkapan dari direktur Sigab M Joni Yulianto mampu memberikan semangat dan motivasi bagi stakeholder penyelenggara pemilu untuk mewujudkan pemilu aksesibel yang ramah difabel. Beliau berkata, “Jadi, kalau kita dalam survei ini membingkai bagaimana kesiapan difabel, mestinya dibalik, bagaimana Negara memastikan hak pilih difabel,”. Upaya untuk mewujudkan aksesibilitas baik itu dari segi surat suara, tempat pemungutan suara dan informasi yang jelas terkait pemilu sudah harus mampu tersampaikan dengan baik agar kaum difabel mampu menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi bangsa ini. Adanya pelibatan organisasi difabel juga sangat mempengaruhi dalam langkah perwujudan pemilu aksesibel yang ramah difabel karena sudah banyak aktivis yang memperjuangkan hak-hak difabel khususnya Formasi Disabilitas dan lain-lain yang banyak berkontribusi untuk mengadvokasi pemenuhan hak politik difabel di negeri tercinta ini. Kerjasama antar semua pihak sangat diperlukan khususnya pihak difabel yang menjadi salah satu dari bagian kelompok rentan yang harus dipenuhi hak-hak politiknya karena masih merupakan warga negara Indonesia yang berhak memilih dan dipilih dalam perhelatan politik demokrasi tanah air Indonesia. Adanya survei pemilu yang dilakukan oleh SIGAP, YAKUM dan Formasi adalah data acuan sementara yang dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan inklusivitas pemilu di Indonesia serta mendorong partisipasi difabel untuk menggunakan hak pilihnya pada kontestasi pesta demokrasi pemilu tahun 2024 yang diselenggarakan pada tanggal 14 Februari secara serentak. Meskipun permasalahan terkait isu difabel masih banyak, tetapi sudah banyak pihak yang semakin sadar akan pentingnya pemilu inklusif di Indonesia dengan jumlah data pemilih tetap Difabel terbaru sebanyak 1,1 juta orang yang harus dipenuhi hak politiknya khususnya dalam memilih Presiden dan wakil Presiden.[]
Reporter: Akbar Satriawan
Editor : Ajiwan