Views: 5
Solidernews.com – Pada tanggal 20-21 Juli 2024, bertempat di ruang Mahoni Kanisius, Deresan, Condongcatur, puluhan peserta mengikuti pelatihan jurnalistik multikultural. Peserta berasal dari berbagai kampus di Yogyakarta dengan rentang usia 18-35 tahun. Pelatihan ini merupakan pelatihan di kota kedua yang diselenggarakan oleh Agenda 18. Inisiatif baru untuk melatih anak muda dalam jurnalisme multikultural akan dilaksanakan di berbagai kota selama tahun 2024 dan pada bulan Mei telah dilaksanakan di Jakarta. Program ini bertujuan untuk memperluas pemahaman dan cakupan liputan tentang keragaman yang ada di Indonesia.
Pelatihan selama dua hari disampaikan oleh Nur Imroatus (Dosen Universitas Gadjah Mada), Januardi Husin (AJI Yogyakarta), dan Ignatius Haryanto (Universitas Multimedia Nusantara) tentang keterampilan dasar jurnalisme, pemahaman multikultural, cara menulis opini dan strategi menembus media massa nasional.
Peserta pelatihan kali ini berasal dari berbagai latar belakang etnis dan agama, mencerminkan komitmen program ini untuk menciptakan situasi jurnalisme yang mewakili masyarakat Indonesia secara lebih holistik. Isu-isu LGBT, perempuan yang berhadapan hukum, perempuan dan kedaulatan pangan serta isu difabel diangkat dalam pelatihan jurnalistik multikultural di Yogyakarta.
Salah satu materi yakni proses observasi dan wawancara kepada informan diberikan pada peserta agar lebih peka terhadap keragaman dan mampu memberikan pandangan yang lebih kaya dalam liputan mereka. Salah satu fokus isu yakni pemahaman yang benar terhadap difabel dalam pemberitaan. Para peserta secara berkelompok melakukan proses wawancara kepada informan yakni Reny Indrawati dari WKCP Yogyakarta (Wahana Keluarga Cerebral Palsy) dan Ninik Heca dari SIGAB Indonesia.
“SIGAB bergerak untuk mengadvokasi, mendorong dan memastikan pemenuhan hak difabel. Saat ini kasus yang saat ini kami tangani yakni siswa difabel (39 orang) yang terlempar dari penerimaan SMP Negeri. Kami mengadvokasi sampai ke Ombudsman RI. Memang tidak sesuai hasil yang kami harapkan, namun untuk jangka panjang target kami supaya sistemnya dapat diperbaharui”, ungkap Ninik Heca.
Selain itu, paparan isu difabel juga disampaikan oleh Reny Indrawati dari WKCP. Para peserta secara aktif bertanya tentang WKCP sebagai bagian dari organisasi difabel untuk cerebral palsy yang mendorong terpenuhinya hak dari penyandang cerebral palsy.
“Anak-anak CP apabila memiliki gangguan lainnya kesannya tidak berkembang, sementara orang lain tidak melihat ia sebagai individu seutuhnya. Kita seharusnya bisa melibatkan mereka sesuai dengan kemampuan”, ungkap Reny Indrawati (orang tua dari anak cerebral palsy)
Dari dua informan yang mewakili isu difabel tentu pemahaman peserta masih beragam, ada yang sudah paham dan masih di layer awal. Agenda 18 akan tetap membersamai peserta agar bisa menggali lebih dalam isu difabel sehingga nantinya menjadi produk tulisan berperspektif difabel secara baik dan benar.
Hal yang ditekankan dari kedua informan, pentingnya untuk menggunakan bahasa yang tepat saat wawancara dan memberitakan difabel, yakni dengan menghindari kata-kata yang merendahkan atau melecehkan, serta menggunakan terminologi yang diakui secara luas oleh komunitas difabel. Ke depan, para peserta pelatihan jurnalistik harus mampu menghasilkan tulisan atau berita mengangkat isu difabel agar media dapat mengambil peran aktif dalam menciptakan inklusi sosial.[]
Reporter: Erfina
Editor : Ajiwan