Views: 3
Solidernews.com – Isu pekerja migran merupakan salah satu isu yang dekat pembahasannya dengan pemenuhan dan perlindungan hak-hak masyarakat difabel. Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena kerentanan, kekerasan fisik maupun psikis, dan kecelakan kerja sering kali dialami para pekerja migran.
Situasi tersebut sangat berpotensi menyebabkan atau menimbulkan pengurangan bahkan kehilangan fungsi-fungsi vital, motorik, mobilitas anggota atau organ tubuh yang mengakibatkan mereka menjadi difabel.
Dalam ekonomi ketenagakerjaan, ekomoni sumber daya manusia juga masih dipengaruhi anggapan masyarakat difabel tidak produktif. Hal ini menutup peluang dan kesempatak kerja bagi difabel untuk masuk dalam pasar atau bursa tenaga kerja nasional dan internasional.
Sedangkan pada kenyatannya, masyarakat difabel banyak yang memiliki keterampilan dan keahlian, mereka mampu untuk memenuhi standar kompetensi persyaratan dalam bursa tenaga kerja.
Konsep pembangunan ekonomi mengacu pada pertumbuhan ketenagakerjaan atau perburuhan menerapkan terminologi sumber daya manusia dengan segala persyatannya, seperti produktif, efektif dan efisien.
Pandangan tersebut menjadi penyebab lingkungan sosial memberi predikat difabel sebagai individu yang tidak demikian. Masyarakat difabel dinilai sebagai manusia lemah dan memiliki mobilitas yang rendah.
Syarat sehat jasmani dan rohani menjadi batu sandungan utama bagi difabel
Laporan aduan masyarakat yang masuk ke lembaga-lembaga layanan publik seperti Ombudman RI, lembaga Komnas HAM, serta tuntutan melalui petisi online semisal change.org banyak menyinggung soal persyaratan sehat jasmani dan rohani untuk memasuki dunia kerja bagi masyarakat difabel.
Syarat tersebut menjadi batu sandungan utama bagi pencari kerja difabel, walaupun dalam Undang-Undang nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Pasal 2 huruf g, mengatakan “Perlindungan Pekerja Migran Indonesia memiliki azas non-diskriminasi”.
Dan Pasal 3 huruf a, menyampaikan “Perlindungan pekerja migran Indonesia bertujuan untuk: menjamin pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia sebagai warga negara dan pekerja migran Indonesia”.
Pasal 5 huruf c, menuliskan “Setiap pekerja migran Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri harus memenuhi persyaratan: sehat jasmani dan rohani”.
Akan tetapi Undang-Undang ini belum secara tegas memastikan adanya jaminan dan perlindungan hak-hak masyarakat difabel dalam migrasi tenaga kerja. Kebijakan tersebut masih jadi penghambat besar yang menghalangi calon tenaga kerja migran yang memiliki hambatan fisik dan mental untuk dapat masuk bursa tenag kerja internasional.
Dengan adanya keterbatasan dalam perspektif hak-hak difabel tersebut, perlu adanya upaya atau dorongan serius untuk memastikan hak mereka terintegrasi dalam kebijakan perlindungan pekerja migran.
Usulan perlindungan hak dalam perwujudan ekonomi inklusif
Pelaksanaan perlindungan pekerja migran Indonesia, sama sekali belum merujuk pada upaya pemenuhan hak difabel dalam mekanisme penangan kasus atas jaminan perlindungan ketenagakerjaan.
Pemerintah Indonesia sudah melakukan sistem pendataan mobilitas pekerja migran, tapi belum hingga saat ini belum ada data terpilah tentang pekerja migran Indonesia yang menjadi difabel baru, baik akibat kecelakaan kerja maupun kasus kekerasan fisik dan psikis.
Dalam sasaran strategis Rencana Induk Penyandang Disabilitas bagian Perwujudan Ekonomi Inklusif, membuka peluang luas untuk dielaborasi dan dieksplorasi lebih konkrit dengan kebijakan yang merespon kebutuhan interseksionalitas pekerja migran dan difabel.
Terdapat beberapa ulasan kebijakan yang sangat relevan untuk menghubungkan keterkaitan antara isu pekerja migran dan difabel, diantaranya: (1) Memperkuat pemahaman tentang ketenagakerjaan inklusif pada kementerian atau lembaga BUMN dan BUMD maupun sektor swasta. (2) Memperkuat akses lapangan kerja bagi difabel untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi. (3) Memasukan perlindungan jamian kesejahteraan dan ketenagakerjaan untuk pekerja yang belum ada dan telah alami menjadi difabel baru akibat kecelakaan kerja.
Usulan-usulan tersebut sangat dibutuhkan oleh pekerja migran, pekerja difabel dan pekerja migran yang menjadi difabel baru untuk keberlangsungan hidup dan kesempatan untuk dapat bekerja kembali.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan Arief