Views: 54
Solidernews.com. PEKAN Paralimpiade Nasional (PEPARNAS). Adalah suatu ajang kompetisi olahraga, sebagaimana Pekan Olahraga Nasional (PON). Yang membedakan antara PON dan PEPARNAS, terletak pada pembagian kelas dan teknis pertandingan, serta pengelompokkan atlet berdasarkan kondisi fisik.
Pada awalnya, PEPARNAS disebut dengan Pekan Olahraga Cacat Nasional (Porcanas). Kemudian kata ‘cacat’ diganti dengan kata paralimpiade, seiring perkembangan yang terjadi di dalam organisasi Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Indonesia. Tepatnya 2008, nama Porcanas resmi berubah menjadi PEPARNAS, mengikuti standar Komite Paralimpik Internasional.
Pekan paralimpik nasional, masih dengan nama Porcanas, pertama kali diselenggarakan pada 1957 di Surakarta. Dari tahun ke tahun, PEPARNAS memberikan kesempatan yang sama bagi para atlet difabel di Indonesia berkompetisi dan meraih prestasi.
Sejak pertama kali digelar hingga penyelenggaraannya tahun ini (2024), PEPARNAS telah diselenggarakan sebanyak 17 kali, di berbagai kota di Indonesia. Kota-kota tempat penyelenggaraan PEPARNAS tersebut, ialah:
1957 Surakarta, Jawa Tengah
1959 Surakarta, Jawa Tengah
1964 Surakarta Jawa Tengah
1969 Yogyakarta, DIY
1972 Bandung, Jawa Barat
1976 Ujung Pandang, Sulawesi Selatan
1980 Surakarta, Jawa Tengah
1984 Surakarta, Jawa Tengah
1988 Malang, Jawa Timur
1993 Yogyakarta, DIY
1998 Bandung, Jawa Barat
2004 Palembang, Sumatera Selatan
2008 Samarinda, Kalimantan Timur
2012 Pekanbaru. Riau
2016 Bandung, Jawa Barat
2021 Jayapura, Papua
2024 Surakarta, Jawa Tengah
Solo menjadi langganan
Menarik! Kota Solo sukses menggelar perhelatan olahraga nasional bagi atlet difabel PEPARNAS. Dari 17 kali pelaksanaan Peparnas, Solo telah menjadi tuan rumah sebanyak enam kali. Yakni pada 1957, 1959, 1964, 1980, 1984, dan setelah 40 tahun, Solo kembali terpilih menjadi tuan rumah Peparnas XVII, yang diselenggarakan pada 6 -13 Oktober 2024. Mengapa?
Mengutip laman website pemerintah daerah Surakarta, Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) saat itu berkedudukan di Solo. Sehingga, Kota Solo dipilih sebagai tuan rumah PON I. Keberhasilan PON I pada tahun 1948 menjadi bukti nyata momen bersejarah tonggak persatuan dan perkembangan olahraga di Indonesia. Terselenggaranya PON I juga membuktikan bahwa Solo mampu menjadi tuan rumah kegiatan olahraga.
Kesiapan fasilitas dan infrastruktur yang memadai menjadikan Solo sebagai lokasi strategi terlaksananya berbagai perhelatan olahraga. Mulai dari kesiapan venue, peralatan pertandingan, hingga akomodasi yang ramah difabel yang memenuhi standar tersedia di Kota Solo.
Karenanya, Solo kerap kali menjadi tuan rumah kegiatan olahraga baik dalam skala daerah, nasional, hingga internasional. Dimulai dari tahun 1948 ketika momen bersejarah olahraga Indonesia dimulai yakni terselenggaranya Pekan Olahraga Nasional pada 9 – 12 September di Solo. Pada waktu itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dipilih sebagai ketua penyelenggara didampingi oleh P. Soejohamidjojo selaku ketua pelaksana di Solo.
Tidak hanya dalam skala nasional, Solo juga terpilih menjadi tuan rumah Asean Para Games sebanyak dua kali yakni pada 2011 dan 2022. Hal ini menunjukkan bahwa Solo memiliki kesiapan fasilitas dan infrastruktur yang mumpuni untuk menyelenggarakan kegiatan olahraga.
Dinamika positif
Dari tahun ke tahun organisasi olahraga bagi atlet difabel ini, terus berbenah meningkatkan kinerja organisasi. Komite Paralimpiade Nasional atau NPC, adalah organisasi yang menaungi. Sebelumnya NPC berada di bawah induk organisasi olahraga KONI. Catatan sejarah dimulai pada 2015. NPC melepaskan diri dari KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), agar mandiri.
Sebuah dinamika positif, yang memberikan keleluasaan bagi NPC, membesarkan organisasi dan memberikan dukungan pada para atlet difabel. Dinamika itu juga terjadi pada cabor yang dipertandingkan. Dari tahun ke tahun, cabor yang dipertandingkan bertambah jumlahnya. Namun, kesiapan venue tuan rumah penyelenggara, turut menentukan jumlah cabor yang dipertandingkan.
Sebagai contoh, dimulai pada PEPARNAS XIV di Riau. Perhelatan yang digelar pada 7-13 September 2012 itu, terdapat 11 cabang olahraga yang diperlombakan. Yaitu atletik, renang, voli duduk, panahan, tenis kursi roda, bulutangkis, futsal, bowling, catur dan angkat berat. Dengan 424 medali diperebutkan. Sedang sebelumnya, pada PEPARNAS XIII di Kalimantan Timur, hanya mempertandingkan 8 cabor.
Pada PEPARNAS XV di Jawa Barat 2016, bertambah 2 cabor yang dipertandingkan. Menjadi 13 cabor, terdiri dari 605 nomor pertandingan. Dengan total medali yang diperebutkan sebanyak 2.145 medali. Dengan rincian emas dan perak masing-masing sebanyak 605 dan perunggu sebanyak 935. Sedang PEPARNAS XVI Papua 2021, turun menjadi 12 cabor. Venue dan kondisi Covid-19, berpengaruh terhadap kesiapan pelaksanaan Peparnas di Papua
Kini, pada PEPARNAS XVII Solo, total sebanyak 20 cabang olahraga (cabor) dipertandingkan. Yakni: para panahan, para atletik, para bulutangkis, boccia, para catur, para balap sepeda, sepakbola CP (cerebral palsy), para tenis meja. Ada juga judo difabel netra, para angkat berat, para menembak, para renang, para taekwondo, voli duduk, tenpin bowling, anggar kursi roda dan tenis kursi roda. Dua cabor lain yang baru, adalah para e-sport dan basker kursi roda berstatus ekshibisi.
Dengan dukungan fasilitas di berbagai lokasi, di antaranya: Stadion Manahan, GOR FKOR UNS Manahan, Edutorium UMS Solo, Lapangan Kota Barat, serta beberapa venue lainnya, Kota Solo menjadi tuan rumah bagi seluruh peserta PEPARNAS XVII. Lagi-lagi, Surakarta kembali menjadi tuan rumah untuk ke-6 kalinya. Fakta ini melengkapi daftar panjang penyelenggaraan PEPARNAS di kota ini.
Ribuan atlet dan official terlibat dalam gelaran PEPARNAS XVII kali ini. Tepatnya sebanyak 4.625 atlet dan ofisial dari 35 provinsi di Indonesia, mengikuti gelaran olahraga tahun ini.
Sejarah penyelenggaraan Porcanas
Seusai penyelenggaraan Porcanas I pada 1957 di Surakarta berakhir, Surakarta masih menjadi tuan rumah Porcanas dalam dua edisi selanjutnya, yaitu pada 1959 dan 1964. Pada dua edisi yang masih tersebut, Jawa Tengah dan Jawa Barat keluar sebagai juara umum Porcanas. Kontingen Jawa Tengah juara umum tahun 1959 dan kontingen Jawa Barat tahun 1964.
Setelah Surakarta menjadi tuan rumah tiga kali beruntun, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tuan rumah Porcanas edisi keempat pada tahun 1969. Pada Porcanas edisi keempat itu, kontingen Jawa Barat keluar sebagai juara umum. Jawa Barat akhirnya mendapat kesempatan untuk menjadi tuan rumah Porcanas seusai berhasil menjadi juara umum dalam dua edisi sebelumnya.
Jawa Barat ditunjuk sebagai tuan rumah Porcanas pada tahun 1972. Pada edisi tersebut DKI Jakarta berhasil keluar sebagai juara umum. Setelah lima edisi digelar di Pulau Jawa, tuan rumah Porcanas berpindah ke Pulau Sulawesi, tepatnya di kota Makassar pada tahun 1975. Di tunjuk sebagai tuan rumah, kontingen Sulawesi Selatan berhasil keluar sebagai juara umum.
Setelah itu, gelaran Porcanas kembali lagi ke Pulau Jawa. Porcanas dua edisi berikutnya digelar di Surakarta pada tahun 1980 dan 1984. Pada tahun 1980, DKI Jakarta keluar sebagai juara umum dan tahun 1984, Porcanas dijuarai oleh Jawa Tengah. Baca juga: Kenapa Ada Lintasan Atletik di Stadion Sepak Bola Indonesia? Adapun setelah itu, Jawa Timur (1988), Daerah Istimewa Yogyakarta (1993), dan Jawa Barat (1998), yang menjadi tuan rumah Porcanas XVI. Sedang Porcanas XII di Palembang, Sumatera Selatan (2004).
Selanjutnya, Porcanas mulai berubah dan diterapkan menjadi PEPARNAS (Pekan Paralimpiade Nasional), pada ajang ke-13 di Samarinda, Kalimantan Timur (2008). Sejak saat itu, Peparnas diselenggarakan rutin setiap empat tahun sekali, sebagaimana PON (pekan olahraga nasional).[]
Reporter: harta nining Wijaya
Editor : Ajiwan