Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Peduli Difabel Psikososial, Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) Jakarta Beri Pelatihan Mindful Living bagi Difabel Psikososial

Views: 51

Solidernews.com, Jakarta –  Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) menggelar webinar kesehatan mental bagi difabel psikososial Kamis, 30 Januari 2025.

Acara yang bertema ‘Mengurangi Overthinking dengan Kesadaran Penuh’ itu dihadiri oleh beberapa anggota PJS psikososial cabang Jakarta dan difabel lain dari beberapa kota di Indonesia.

Menurut ketua pengembangan komunitas PJS cabang Jakarta, Ratna Dewi Basril, webinar tersebut bertujuan agar teman-teman difabel mampu mengatasi overthinking.

“Webinar mindful living mengajarkan kita untuk berpikir here and now agar pekerjaan lebih baik. Jika pekerjaan hari ini baik maka pekerjaan masa depan diharapkan lebih baik. Sebagai difabel psikososial, mengatasi overthinking adalah bagaimana belajar mengubah overthinking menjadi thinking dengan mengurai permasalahan melalui journaling,” katanya ketika diwawancarai hari Jumat, 31 Januari 2025.

Anggota PJS, Dian Henriany membagikan kesan-kesannya kepada Solidernews.

“Kalau menurut aku kegiatan PJS sangat positif karena dapat mengembangkan diri dan menjaga kesehatan mental khususnya untuk teman-teman penyandang difabel psikososial.  PJS itu benar-benar luar biasa dan selalu aja ada idenya untuk membuat teman-teman difabel psikososial lebih survive, kuat, dan berpikir positif,” katanya  ketika diwawancarai oleh Solidernews hari Sabtu, 1 Februari 2025.

Narasumber dalam webinar itu adalah AGNES SANDRA, S.PSI., M.PSI.

Ia menjelaskan perbedaan overthinking dan thinking.

“Kita harus bedakan overthinking dan thinkingOverthinking itu kita tumpuk-tumpuk saja, sedangkan thinking masalahnya diurai,” katanya.

Ia menambahkan bahwa orang yang mengalami overthinking biasanya gelisah dan mengalami gangguan tidur di malam hari.

Selama acara webinar, psikolog dan dosen dari Universitas Mulawarman tersebut menjelaskan empat tahapan mengatasi overthinking.

pertama, Journalingdengan Pendekatan Mindfulness. Tuliskan semua kegelisahan yang dirasakan saat ini, besok saya presentasi, besok saya harus melakukan A,B, C D, E, F, G dan seterusnya. Saking banyaknya, kita jadi bingung, yang mana yang harus dikerjakan, masak kita dikasih kerjaan yang harus dikerjakan semuanya sekaligus? Kalau tidak diurai dalam bentuk tulisan, kita tidak akan bisa berpikir secara dua arah, kadang kita minta pertimbangan orang lain, tapi tidak semua orang tepat memberikan pertimbangan. Oleh karena itu ketika kita menulis, kita bisa bercakap-cakap dengan diri kita sendiri. Setelah menulis, kita bisa tahu apa yang bisa kita lakukan,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa untuk melakukan journaling, ada dua cara, yaitu journaling jadwal dan journaling mindfulness.

Journaling jadwal membantu memantau aktivitas sehari-hari, sedangkan journaling mindfulness berfokus pada perasaan, tindakan, dan perkembangan individu .

Selain itu, ia juga menyatakan bahwa journaling itu harus dilakukan secara konsisten setiap hari baik senang maupun tidak.

kedua, Kenali Diri Sendiri. “Jangan sampai kita ingin mengenal orang lain lebih dalam, sedangkan kita tidak mengenal diri sendiri. Kita tidak punya kewajiban untuk menjelaskan siapa diri kita kepada orang lain. jangan sampai itu membuat beban mental bagi kita. itu akan membuat kita lelah karena langit tidak perlu membuktikan dirinya langit,” katanya.

ketiga, Menyaring Kritikan yang tidak membangun. Jika kita diberikan masukan kita juga perlu menyaringnya. Makanya saya suka bilang kita harus journaling ketika kita mendapatkan kritik atau saran. Kita juga perlu memilah mana yang harus diikuti, dampaknya apa, perlu atau tidak sehingga jangan sampai ada orang suka bilang eh kamu kayaknya bagusnya ceria, akhirnya besok harus ceria, ada juga orang bilang kayaknya kamu terlalu berisik, akhirnya besok harus pendiam. Itu gak jelas! Jadi, semua itu harus ditulis untuk dipilih mana yang mau diterapkan,” katanya.

Hal tersebut juga didukung oleh Ratna Dewi Basril, ketua pengembangan komunitas PJS.

“Kita boleh terima kritik itu tapi yang menjatuhkan itu dibuang. Seperti kata Psikiater, kritik yang tidak membangun itu dibuang. Jangan setiap kritikan dari orang lain menjadi beban mental, sebab yang bisa mengontrol adalah diri kita sendiri. Kita tidak bisa mengontrol orang lain,” sambungnya.

Keempat, Mengambil Keputusan dalam Kesadaran Penuh Bukan karena Pertimbangan Overthinking

“Kita banyak mengambil keputusan karena tertekan, karena harus mengambil keputusan sekarang sehingga banyak yang merasa ketika sudah lewat tiga hari atau lima hari kemudian jadi bertanya, “Kenapa ya kemaren saya begitu?” Menyesalnya nanti, sebab waktu mengambil keputusan tidak dalam kesadaran penuh. Beda ketika kita mengambil keputusan dalam kesadaran penuh dalam banyak pertimbangan bukan karena pertimbangan overthinking, “Tapi saya memilih ini karena saya maunya begini,” sebab apapun yang kita pilih itu pasti ada resikonya,” katanya.

AGNES SANDRA, S.PSI., M.PSI menutup presentasinya dengan motivasi.

“Kita hari ini menentukan kita di masa depan dan yang harus kita lakukan adalah apa yang bisa kita lakukan dan belajar untuk berterimakasih kepada diri sendiri karena telah hadir di sini dan berjuang,” tutupnya.[]

 

Reporter: Tri Rizky Wahyu

Editor     : Ajiwan

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content