Views: 8
Solidernews.com, Bantul- Menepis anggapan bahwa komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hanya makan gaji buta karena tidak mempunyai pekerjaan, maka Bawaslu Kabupaten Bantul mengadakan kegiatan yang dinamakan patroli hak politik. Kegiatan ini dilakukan untuk melakukan pencegahan terhadap kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan Pemiihan Umum (Pemilu). Adapun yang menjadi sasaran dari kegiatan ini adalah berbagai komunitas yang ada di masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Jumat, 28 Juli 2023, patroli hak politik menyasar salah satu komunitas difabel yaitu Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Cabang Bantul. Kegiatan ini dilakukan di Dusun Bangeran, Kalurahan Sabdodadi, Kapanewon Bantul. Peserta yang dilibatkan dalam kegiatan ini sebangyak 25 orang yang terdiri dari anggota HWDI, pendamping dan perwakilan Bawaslu.
Dalam paparanya Supardi, salah seorang anggota Bawaslu menyadari bahwa menjelang Pemilu difabel hanya dijadikan objek semata. Jadi jelang Pemilu banyak difabel yang menjadi sasaran kampanye dari calon anggota legislatif, dengan cara diberikan iming-iming janji manis misalnya memperjuangkan kesejahteraan difabel dan keluarganya. Namun, setelah calon legislatif tersebut terpilih mereka lupa dengan janjinya tersebut. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada calon anggota legislatif yang mendatangi komunitas-komunitas difabel dan memberikan sejumlah uang atau barang misalnya sembako.
“Ingat ibu-ibu, menjelang Pemilu seperti sekarang ini jangan sekali-kali membuat proposal untuk minta sumbangan, atau menerima pemberian dari calon anggota legislatif karena bisa dikategorikan melakukan pelanggaran Pemilu”, demikian salah satu pernyataan Supardi yang cukup mengagetkan para peserta
Komisioner Bawaslu ini memang menjelaskan berbagai kategori pelanggaran Pemilu dan sanksi yang akan diterima. Pada prinsipnya apabila terbukti melakukan pelanggaran maka, kedua belah pihak dapat dikenakan sanksi seperti aturan yang berlaku. Namun, dia juga berkali-kali mengatakan agar semuo warga negara yang sudah mempunyai hak pilih untuk menggunakan hak pilihnya tersebut. Tentunya tidak terkecuali perempuan difabel. Berdasar pada Pemilu sebelumnya kelompok rentan yang tidak menggunakan hak pilihnya yaitu lansia, pemilih pemula, kaum wanita dan difabel. Oleh karena itu anggota HWDI Bantul diharapkan semua akan menggunakan hak pilihnya denang cerdas.
Keluhan dari dari difabel
Sementara Sutrisni, salah seorang peserta yang kebetulan mengalami difabel jenis daksa bagian bawah, sehingga mengalami kesulitan apabia harus berjalan pada medan yang tidak datar mengungkapkan permasalahannya. Dia menyampaikan keluhan bahwa setiap kali diadakan Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bilik Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang digunakan untuk menyalurkan hak pilihnya itu tidak aksesibel (ramah terhadap difabel).
Tentunya kondisi TPS yang seperti itu sangat merepotkan difabel khususnya jenis daksa bagian bawah, sehingga memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
Sementara itu, Trisni, sapaan akrap dari Sutrisni tersebut menambahkan, sebenarnya keluhan TPS yang bilik suaranya diletakan di bagiian atas misalnya Di Joglo tentu aka merepotkan pemilih difabel, Namun, salah seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengatakan tidak apa-apa. Nanti ada petugas yang membantu untuk memapah apabila kesulitan masuk ke bilik TPS, tetapi pada kenyataannya saat hari pencoblosan juga tidak ada yang membantunya.
Sebelum menutup kegitan ini Supardi mengatakan, apabila menemukan TPS yang tidak akses dan menyulitkan difabel untuk menggunkan hak pilih maka segera lapor ke Bawaslu melalui pangawas TPS atau pengawas Kalurahan dan Kecamatan. Bawaslu mempunyai kewenangan untuk merekomendasikan penggantian anggota KPPS ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten atau kota.[]
Reporter: Dwi Windarta
Editor : Ajiwan Arief