Views: 8
Solidernews.com, Bantul – Menggunakan hak pilih pada Pemiihan Umum (Pemilu) adalah kewajiban semua warga negara termasuk difabel. Namun, difabel khususnya netra sering tidak menggunakan hak pilihnya tersebut, karena surat suara tidak disertai dengan templete (huruf timbul khusus untuk difabel netra). Memang benar Kelompok Pemungutan Suara (KPPS) memperbolehkan difabel netra membawa pendamping, tetapi kenyamanan melakukan pencoblosan surat suara menjadi berkurang apabila harus menggunakan seorang pendamping.
Padahal dalam Pemiu 2024 yang rencananya akan dilakukan pada tanggal 14 Februari, secara tegas sudah disampaikan bahwa hanya kertas suara untuk memilih presiden dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang disediakan templete. Sementara untuk surat suara anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten tidak disediakan templete. Sementara itu, yang tertera disurat suara tersebut hanya berupa nama tanpa disertai foto dari para calon legislatif tersebut.
Demikian paparan singkat dari Bisri Widodo, salah seorang anggota komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantul. Hal tersebut disampaikan Bisri, sapaan akrap dari Bisri Widodo, di aula kantor Pemerintah Daerah (Pemda) II Bantul yang berlokasi di Dusun Manding Trirenggo, dalam rangka sarasehan memperingti Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2023. Kegiatan ini dihadiri oleh para difabel perwakilan dari berbagai komunitas seperti PPDI, HWDI, Pinilih, Sapa Difa dan masih banyak lagi.
Lebih lanjut Bisri menyampaikan bahwa, kepada para difabel yang sudah terdaftar pada Dafatar Pemilih Tetap (DPT), maka besok saat Pemilu diharapkan untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara. Kemudian bagi difabel yang belum masuk dalam DPT maka, dimohonkan untuk segera menghubungi Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang ada di tingkat kalurahan.
Kemudian untuk difabel lainnya yang membutuhkan pendamping dari keluarga saat pencoblosan, maka diperbolehkan asal bersedia mengisi form pendamping yag sudah disediakan oleh petugas KPPS. Pendamping diperbolehkan lebih dari seorang, yang salah satunya adalah petugas KPPS 6 (pengarah petugas ke bilik TPS). Meskipun suarat suara sudah ada yang dilengkapi dengan template, tetapi pendamping tetap diperlukan, karena belum semua surat suara disediakan templenya.
Tanggapan Peserta Sarasehan
Sunarto, seorang difabel fisik dari Kapanewon Pleret menanyakan, apakah pembuatan TPS itu tidak ada anggarannya, sehingga setiap kali diadakan Pemilu tempatnya selalu tetap disitu. Padahal tempat yang digunakan untuk TPS itu kondisinya tidak akses bagi difabel dan lansia, karena tempatnya di rumah berbnetuk joglo yang banyak terdapat anak tangganya. Kondisi TPS yang tidak akses seperti itu sering menjadikan difabel tidak menggunakan hak pilihnya karena malu dilihat banyak orang kalau harus merangkak-rangkak untuk menuju TPS.
Kemudian Sukiyah, seorang difabel dari Kapanewon Sewon menanyakan, bagaimana cara Orang Demgam Gangguan Jiwa (ODGJ) menggunakan hak pilihnya. Padahal menurut undang-undang disabilitas maka, ODGJ termasuk kelompok difabel ragam mental.
Menangapi kedua penanya tesebut Bisri mengatakan bahwa, pembuatan TPS itu ada anggarannya. Dan sekarang ini aturannya jelas harus dibuat akses untuk difabel. Sebagao contoh pintu bilik suara harus dibuat minimal 70cm, kalau ada pemilih yang menggunakan kursi roda. Kemudian bilik suara harus dibuat minimal 70cm, kalau ada pemilih yang menggunakan kursi roda. Kemudian berkaitan dengan ODGJ bisa menggunakan hak pilihnya apabila tingkatanya masih rendah. Sementara apabila kondisinya membahayakan pemiih yang lain maka, petugas KPPS yang wajid datang jemput bola, sekiranya kodisi TPS sudah sepi. Dan tentunya berkaitan dengan ODGJ bisa menggunakan hak pilihnya apabila tingkatanya masih rendah. Sementara apabila kondisinya membahayakan pemiih yang lain maka, petugas KPPS yang wajid datang jemput bola, sekiranya kodisi TPS sudah sepi. Dan tentunya tidak harus semua petugas yang meninggalkan TPS.
Dan sebagai kesimpulan disampaikan bahwa difabel ikut menentukan nasib bangsa, sehingga harus menggunakan hak pilihnya.[]
Reporter: Dwi Windarta
Editor : Ajiwan Arief