Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Nubuat Muhammad Maghribi: Berkontribusi, Berdaya , dan berkiprah Lewat Komputer Bicara

Views: 21

Solidernews.com – Difabel netra menggunakan komputer di era kini sudah bukan menjadi barang yang asing. Mungkin hal itu akan menjadi hal yang agak sulit dibayangkan bila kita berada di era 1960-an. Namun, sejak awal tahun 2000-an teknologi sudah menunjukkan kebaikannya. Ia pada akhirnya mampu memberikan solusi kepada difabel netra untuk mengggunakan perangkat komputer/PC dengan menggunakan pembaca. Mahasiswa, pekerja, dan anak-anak sekolah, yang memiliki hambatan penglihatan kini dapat dengan mudah menggunakan perangkat ini. Itulah manfaat dari adanya teknologi aksesibilitas.

Penulis sendiri sangat merasakan manfaat komputer bicara. Mulai untuk mencari materi, berkerja, presentasi, hingga untuk berkelana di internet. Hal ini penulis pelajari sejak 2019— berbarengan vonis dokter yang mewartakan kalau penulis akan mengalami kebutaan sebab dari kondisi penyakit mata yang dialalmi. Waktu itu penulis ikut kursus di Badan Sosial Mardi Wuto, atas saran dari Sugeng (pengurus dari Mardi Wuto).

Menariknya yang mengajar komputer bicara itu adalah sesama difabel netra. Saat itu penulis berada di kondisi lowvision. Jadi, lumayan tertegun saat mengetahui yang mengajar adalah seorang difabel netra total. Ia mengenalkan diri sebagai Nubuat Muhammad Maghribi, atau yang akrab dipanggil “Aat.”

Nah, mungkin hampir sebagian banyak difabel netra di Yogyakarta yang menguasai komputer bicara, tentunya tidak asing dengan sosok Nubuat. Sosok yang saat itu mengenalkan penulis dengan dunia screen reader, perangkat PC, Laptop, dan berbagai teknologi aksesibilitas yang dapat membantu difabel netra untuk menggunakan teknologi. Kali ini mari kita mengulik sosok Nubuat lebih dalam dan mari ambil ilmu darinya!

 

Lebih Dekat dengan Nubuat

Pria kelahiran Kebumen ini penulis kenal sejak tahun 2019, di kelas kursus komputer bicara Badan Sosial Mardi Wuto. Sewaktu bincang santai pada 29 September 2024, ia banyak menjelaskan tentang perjalanannya dalam berproses menjadi seorang instruktur komputer. Di mana ia sudah banyak mengalami berbagai hal, di mulai dari awal dirinya belajar komputer  bicara, hingga menjadi instruktur komputer untuk difabel netra.

Setelah lahir di kebumen, Nubuat selanjutnya menghabiskan masa kecil di Sumatera, tepatnya di daerah Bengkulu. Di sana ia melakoni hidup dengan keceriaan di masanya. Hingga saat di usia remaja, tepatnya usia SMA,  Aat  melanjutkan studinya di Yogyakarta. Masa SMA ia jalani di SMA Negeri 6 Yogyakarta. Lalu lanjut Kuliah D3 di Sekolah Ilmu Ekonomi Pariwisata, Yogyakarta. Lalu di tahun 1998 lanjut S1 di Semarang dengan jurusan Menejemen Pariwisata.

Nah, dari gairah masa muda waktu itu, pada tahun 2000-an sewaktu mengerjakan skripsi Aat dihadapkan pada keadaan yang rumit. Saat itu, Di tahun 2000-an, bulan Agustus sewaktu mengerjakan skripsi yang rencananya akan dikebut agar bisa wisuda di bulan Desember, ternyata akibat pengunaan komputer yang ttinggi, lembur dari sore sampai pagi, membuat Aat muda mengalami keluhan di mata.

Saat itu sewaktu bangun tidur, ia merasakan ada yang aneh dengan penglihatannya. Melihat cahaya tidak nyaman, ada bayangan hitam di penglihatannya, dan akhirnya ia memutuskan periksa mata. Ternyata rentinanya lepas dari tempatnya. Bermula dari situlah, akhirnya di 2005 Aat menjadi lowvision berat. Hingga benar-benar mengalami kebutaan total di kemudian hari.

“Waktu itu setelah mengalami keluhan di mata, saya langsung memutuskan periksa mata. Saat itu posisinya saya tidak berani bawa kendaraan sendiri, dan saya di antar saudara ke RS. Mata Dr. Yap. Di situlah diketahui kalau rentina mata saya terlepas. Akhirnya dari kondisi itu saya dirujuk ke rumah sakit mata ternama saat itu, di wilayah Jakarta. Di sini saya melakukan operasi pemasangan kembali rentina. Namun, ternyata jangka panjangnya ada banyak keluhan. Hingga akhirnya di 2005 saya mengalami penurunan penglihatan signifikan, hingga dikategorikan lowVision berat, sampai akhirnya kini saya mengalami kebutaan total,” tutur Aat.

 

Memaksa Diri untuk Mandiri

Perjalanan Aat tentu tidak mudah. Penerimaan diri menjadi problem awal yang harus ia hadapi. Namun, berkat bimbingan dari sang guru ngaji, akhirnya Aat mampu menatap dunia dengan lebih bijaksana. Fase 2001 saat itu, Aat muda berupaya untuk tegar menjalani hari-hari. Langkah pertama ia tetap menyelesaikan skripsi dan lulus dengan baik. Ijazah berhasil ia raih. Dari sinilah kebangkitan Aat terus diperjuangkan.

Dalam proses itu, Aat memulai membangun diri. Ia dan kawannya membangun bisnis ikan. Ikan lele tawar menjadi komoditas yang dipilih. Segmen pembibitan menjadi opsi yang ditekuni. Saat itu, ia dan kawannya mampu melakoni bisnis itu dengan baik. Dari situlah, akhirnya semangat Aat mulai kembali.

Pada sisi lain, di waktu yang sama yaitu tahun 2001, Aat mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi yayasan Mitra Netra jakarta. Ia diajak kawannya untuk melihat dunia difabel netra. Momen inilah yang membuat Aat makin yakin kalau dirinya pasti bisa. Sebab dari perjumpaan tersebut, Aat banyak mendapat pengalaman yang berarti. Ia melihat difabel netra bisa menggunakan komputer, mandiri, dan tentunya memiliki karier yang baik— tanpa merasa minder dengan keadaan.

“Saat itu saya dibuat kagum, mas. Semua ternyata bisa dilakukan. Termasuk mengakses komputer bicara yang ternyata dapat diakses difabel netra dengan begitu baik. Utamanya mereka dapat berkarier di tempat formal meski memiliki hambatan penglihatan,” tutur Aat.

Aat menambahkan tentang traumanya soal komputer. Di mana ia merasa kesal karena komputer-lah yang membuat dirinya buta. Namun, saat melihat ternyata komputer itu dapat diakses dengan baik, utamanya untuk menjalani karier yang ditempuh, akhirnya Aat tertarik belajar komputer lagi. Ia kembali belajar dengan screen reader yang dikenalkan saat itu.

“Agak lucu sih, mas. Saya harus kembali belajar sesuatu yang membuat penglihatan hilang. Namun, demi bangkit, akhirnya saya memutuskan belajar. Saat itu pembaca layar yang saya gunakan adalah JAWS dengan vocalizer  elequonce,” ujar Aat.

“Selain itu, sekarang memang sudah masanya teknologi dan komputerisasi. Bila kita sebagai difabel netra tidak mau ketinggalan peluang kerja, informasi, dan keahlian, tentu komputer bicara menjadi hal yang harus dipelajari,” imbuh Aat.

Komputer Bicara Menjadi Kontribusi dan Peningkatan Pribadi

Semua hal makin menunjukkan jalan terang. Tepat di tahun 2005, Aat akhirnya memutuskan untuk menikah. Setahun kemudian di tahun 2006 Aat dan keluarganya hijrah ke Yogyakarta. Tepatnya di Jl. Wonosari, Ketandan, yogyakarta.  Bersama sang istri, anak pertama, dan keluarga, Aat melanjutkan perjuangannya di Yogyakarta. Di tahun inilah pertama kali ia berjumpa dengan Yayasan Badan Sosial Mardi Wuto yang waktu itu masih berada di Jl. Cik Ditiro.

Awal perjumpaan dengan Badan Sosial Mardi Wuto, Aat saat itu berjumpa dengan Santoso, Bowo, dan beberapa kawan lain. Di sini ia kembali diajarkan orientasi, mobilitas, dan termotivasi untuk lebih mandiri. Karena saat itu, kondisi penglihatannya sudah hanya tinggal sedikit dan tidak terlalu membantu.

“Pada tahun 2007, saya ikut belajar di kursus komputer bicara yang diselenggarakan yayasan Mardi Wuto, mas. Di sinilah saya makin mendalami dinamika per-komputeran secara lebih intens,” ujar Aat.

Belajar naik bus mandiri, berpergian tanpa pendamping, dan aktivitas lainnya mulai bisa dijalani. Hingga akhirnya kini Aat menjadi sosok yang memiliki komtribusi besar soal komputer bicara, bagi difabel netra Yogyakarta. Lewat perannya sebagai instruktur komputer di Yayasan Badan Sosial Mardi Wuto sejak 2009, mengajar di SLB A Yayasan YAKETUNIS ( sebagai guru TIK sejak 2019), Instruktur di program komputer bicara UIN Sunan Kalijaga di tahun 2024, dan berbagai bimbingan privat,  Menjadi beberapa kesibukannya.

“Tentu dengan penguasaan komputer bicara ini saya dapat lebih percaya diri, mas. Dapat mengoperasikan komputer, instalasi program, melakukkan editing audio, mengajar, menjadi guru TIK, dan berbagai kreativitas lainnya. Bahkan saya sempat membuat novel yang saya kerjakan seusai mendapatkan ilmu komputer bicara, menjadi hal yang saya syukuri,” tutur Aat.

Nubuat juga menambahkan, “Saya dapat mandiri secara finansial, meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga, memiliki kepuasan berbagi ilmu, dan tentunya dapat berkiprah di tengah-tengah masyarakat.”[]

 

Reporter: Wachid Hamdan

Editor      : Ajiwan

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content