Views: 29
Solidernews.com – Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada 6 November 2023, Solider melakukan wawancara melalui email dengan seorang perempuan muda difabel visual asal Makassar yang memiliki jiwa kewirausahaan dan mendorong agar teman-teman difabel bisa berkarya melalui kewirausahaan. Harapannya, hal ini menjadi salah satu langkah penghapusan stigma terhadap difabel.
Nabilah, seorang difabel netra asal Makassar yang sudah sejak lama memiliki jiwa wirausaha. Keluarga Nabilah merupakan keturunan wirausaha sukses, kakeknya merupakan wirausaha sukses di Makassar. “Bapak saya memiliki usaaha yaitu garam beryodium yang dulunya dikelola oleh kakek waktu tahun 1998. Usaha ini lalu dikembangkan lagi oleh bapak saya sewaktu kakek meninggal tahun 2007 saat usia saya 5 tahun”.
Menurut Nabilah, berwirausaha itu adalah bekerja untuk memperjuangkan kita sendiri. Artinya, kita mengerjakan apa yang kita punya. Dengan kata lain wirausaha adalah kita yang berinisiatif atau atas pemikiran kita untuk membuat usaha, contoh sepereti usaha garam.
“Saya seorang difabel tertarik sebab dari kecil saya sudah diajarkan untuk berwirausaha, bahkan diajarkan bagaimana cara mendistribusikan sebuah produk kita kepada orang-orang. Seperti berbagai daerah dan lain-lain, sehingga saya tertarik untuk ikut belajar bagaimana cara menjadi wirausahawan”.
Nabilah menuturkan, difabel harus berwirausaha agar kita dipandang oleh orang bahwa kita bisa berinisiatif atau berekspresi. Tidak seperti yang mereka bayangkan atau stigma mereka terhadap difabel.” Ungkapnya.
Banyak orang yang memandang difabel itu hanya tahu mengemis, meminta-minta, mengamen dan lain-lain. Padahal sebenarnya difabel sendiri bisa membangun Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM, hanya saja instansi yang membawahi UMKM itu sendiri tidak selalu melibatkan difabel dalam kegiatan mereka.
Nabilah mengakui bahwa selama ini pelatihan kewirausahaan tak selalu cocok dengan kebutuhan difabel, namun dirinya tetap berani berlatih dan mampu keluar dari zona nyaman.
“Saya pribadi sering mengikuti pelatihan, karena saya ingin menambah wawasan yang tidak diajarkan didunia sekolah atau di Kampus. Ketika saya mengikuti kegiatan yang tidak melibatkan difabel, saya dapat menyesuaikannya dengan cara memperkenalkan diri bahwa saya itu difabel netra yang kadang tidak dapat mengakses apa yang disediakan panitia acara. Pada saat registrasi, saya biasanya mengatakan bahwa, saya ini tidak dapat menulis tangan sebab saya ini Tunanetra, meski masih bisa melihat tapi hanya jarak dekat. Syukurnya karena panitia acaranya faham sehingga mau mendampingi saya bahkan pernah sesekali saya sampai didampingi duduk untuk dapat mengakses slide yang ditampilkan di layar monitor. Panitia itu duduk di samping saya dan membacakan apa yang tertampilkan sesuai dengan yang dipaparkan pematerinya” Ujar Nabilah menjelaskan.
Menurutnya, seorang difabel tidak boleh selalu berada di zona nyaman, kita harus menyetarakan diri dengan nondifabel karena tidak selalu dipandang jelek oleh mereka.
Apabila si pembuat acara tidak faham dengan keberadaan kita, makanya kitalah yang mengadvokasikan diri.
Terkait dengan peluang difabel netra mengikuti berbagai pelatihan kewirausahaan, difabel netra tidak perlu takut jika ingin mengikuti sebuah kegiatan pelatihan yang diadakan lembaga-lembaga yang sering mengadakan pelatihan, karena sebenarnya tidak ada perbedaan antara Totally Blind dan Low Vision, karena sebagai seorang difabel yang harus aktif mengadvokasikan diri
kita, sehingga mereka faham jika kita membutuhkan pelayanan khusus dari penyelenggara kegiatan.
Nabila mengikuti berbagai pelatihan seperti mengolah cokelat menjadi sebuah makanan yang dapat diolah menjadi makanan, seperti halnya Brownis, membuat minuman bubuk cokelat yang nanti diolah menjadi minuman yang sekarang ini digemari anak-anak milenial, membuat dodol cokelat, membuat selai cokelat, membuat dessert box dll. “Namun pasti orang pada bertanya, apakah saya bisa dengan keterbatasan saya? Tentu saja bisa, dengan memaksimalkan apa yang bisa saya kerjakan, seperti mengukus, melelehkan cokelat batang menjadi cair. Pernah sesekali saya disuruh berdiam saja sebab saya Tunanetra, tapi saya menjelaskan pada mereka bahwa saya bisa berekspresi juga.”
Pelatihan ini diselenggarakan oleh Balai Diklat Industri. Selain itu, Nabila juga sering mengikuti pelatihan yang diadakan Dinas Koperasi. Dinas Koperasi membahas soal penyusunan RAPID APPLICATION DEVELOPMENT (RAD). “kita juga diajarkan bagaimana pembendaharaan serta menjadi koperasi yang baik dan bijaksana.
Nabilah juga pernah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Dinas Pariwisata, biasanya peserta diajarkan bagaimana menarik pelanggan luar kota ataupun luar negeri agar tertarik membeli produk dari kota atau negara kita, juga kita diajarkan bagaimana cara mendaftarkan merek dengan cara memahami definisi HKI. Selain itu, kita juga diajarkan bagaimana packajing yang baik dan estetik.
“Saya juga sering mengikuti pelatihan dari Dinas Perdagangan. Ya tidak jauh beda materinya dengan Dinas Pariwisata, hanya saja pembelajaran berdagangnya lebih mendalam.
Tidak hanya itu saja, kemarin 4 sampai 7 Oktober 2023 Nabila mengikuti kegiatan yang diadakan Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BBPVP) atau yang dulu akrab dikenal dengan nama Balai Latihan Kerja (BLK). Saya diajarkan untuk lebih produktif dalam berwirausaha, tidak hanya itu saja, ada juga pembendaharaan yang diajarkan didalamnya.
Namun ada sedikit kendala yang Nabilah dapatkan didalamnya, karena pada saat ia diajarkan bagaimana memahami neraca, “saya susah mengakses karena itu hanya bisa ditulis tangan atau di Microsoft Excel, tapi karena waktu itu saya hanya membawa keybord bluetooth yang memang membantu aktivitas selama ini, maka saya kurang bisa mengaksesnya. Tapi saya coba advokasikan ke pemateri atau ke panitianya bila saja saya tidak dapat mengaksesnya, namun alhamdulillahnya karena mereka paham dengan keberadaan saya. Akhirnya mereka mendeskripsikan ke saya apa dan bagaimana langkah-langkah neraca.
Nabilah berpesan, jika teman-teman ingin mengembangkan minat nya dalam berwirausaha, maka harus sering belajar dan menambah wawasan wirausaha. Karena kalau bukan kita siapa lagi? Difabel harus berkarya menjadi seorang wirausahawan, kita harus memiliki skill berwirausaha.[]
Reporter: Zaf
Editor : Ajiwan Arief