Views: 5
Solidernews.com – Musyawarah perencanaan pembangunan (musrembang) adalah kegiatan yang secara rutin dilakukan di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi untuk menganalisis program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah. Musrembang dilaksanakan untuk memastikan pembangunan sesuai dengan realita permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Kelompok rentan, seperti anak, perempuan, lansia, dan difabel seharusnya menjadi peserta prioritas dalam penyelenggaraan musrembang, mengingat kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh kelompok rentan dalam beraktivitas sosial dan kewarganegaraan.
Sayangnya, musrembang yang partisipatif dan inklusif belum terselenggara di setiap daerah. Di provinsi Sulawesi Selatan, gerakan transformatif mengubah musrembang menjadi lebih ramah bagi kelompok rentan masih harus terus diupayakan.
Beberapa kabupaten telah melibatkan masyarakat difabel, mendengarkan masukan lalu kemudian merumuskan kebijakan yang sesuai dengan aspirasi yang disampaikan di dalam forum menjadi harapan agar partisipasi kelompok rentan semakin bermakna. Tapi, lebih banyak lagi musrembang yang meletakkan kata inklusif hanya sebagai slogan di dalam spanduk. Tak ada masyarakat difabel yang terlibat. Jika pun ada, masyarakat difabel yang terlibat, mereka tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif.
Linda, masyarakat difabel Kota Makassar saat dihubungi oleh solidernews (18/04/2025) pun menyampaikan kegelisahannya. Bagi perempuan berusia 43 tahun tersebut, musrembang tidak ubahnya sebuah forum ramai dengan percakapan dan seremonial semata. Dalam dua kali kesempatan untuk menghadiri musrembang kecamatan yang ia dapatkan, ia tak pernah mendapat kesempatan untuk berbicara.
“Mungkin itu juga jadi alasan ya, kenapa akhirnya apa-apa yang dilakukan sama pemerintah itu tidak sesuai dengan kebutuhan anak-anak difabel,” ucapnya dengan kecewa.
Sebenarnya, ia tak ingin menuntut banyak. Ia hanya berharap pemerintah kota lebih jeli dalam menganalisis permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat difabel. Misalnya seperti minimnya lapangan kerja yang inklusif dan trotoar yang tidak aksesibel bagi pengguna kursi roda. Selain itu, Linda juga berharap akan adanya pendamping mobilitas di setiap kantor layanan publik milik pemerintah.
“Sayangnya sampai sekarang kan program pemerintah Makassar untuk difabel itu tidak banyak ya? Cuma diberikan alat bantu, alat bantu, dan alat bantu lagi. Aspirasi difabel selalu ditunda dengan alasan kekurangan anggaran,” tutupnya.
Solidernews juga menghubungi beberapa organisasi difabel lain yang berbasis di Kota Makassar. Menurut mereka, selama ini pemerintah Kota Makassar dan provinsi Sulawesi Selatan telah melibatkan difabel dalam setiap penyelenggaraan musrembang. Tetapi memang, aspirasi yang disampaikan oleh aktivis difabel tidak sepenuhnya diimplementasikan.
Kesempurnaan atas berjalannya pemenuhan hak masyarakat memanglah sulit untuk tercapai. Hal ini tentu tidak hanya terjadi di Kota Makassar, melainkan menjadi permasalahan yang juga akrab di kota/kabupaten lain. Hal baik yang mungkin perlu untuk diapresiasi, adalah setidaknya dengan mulai melibatkan difabel, pemerintah sudah berusaha untuk taat pada aturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada Kamis, 17 April 2025 yang lalu, pemerintah daerah Kabupaten Gowa provinsi Sulawesi Selatan turut melaksanakan musrembang kabupaten dengan tema stunting dan kemiskinan ekstrem. Dalam musrembang kali ini, pemerintah daerah Kabupaten Gowa juga turut mengundang sejumlah kelompok rentan. Yaitu anak, perempuan, dan difabel. Mereka menganggap, stunting dan kemiskinan ekstrem seringkali berdampak negatif bagi anak, perempuan, dan difabel. Hal ini menjadi relevan mengingat posisi anak, perempuan, dan difabel sebagai anggota keluarga yang seringkali terpinggirkan dan inferior. Sejumlah pengalaman menunjukkan, dalam keadaan yang tidak stabil, ketiga kelompok tersebut harus menjadi korban dari pihak-pihak superior di dalam keluarga.
Anak, misalnya. Menjadi subjek dari terjadinya kasus stunting. Stunting yang terjadi pada anak-anak ini, akan berdampak sangat negatif pada tumbuh kembang dan masa depan mereka. Anak-anak yang mengalami kondisi stunting terancam untuk mengalami gangguan fokus, fisik yang lemah sampai dengan komplikasi kesehatan. Perempuan, dalam keadaan keluarga yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem, biasanya akan terpaksa untuk memikul beban ganda. Sebagai ibu rumah tangga yang bertanggungjawab untuk memasak, memberikan dan mendidik anak. Juga sebagai pekerja, yang mencari tambahan ekonomi bagi keberlangsungan hidup semua orang di dalam rumah. Difabel, dalam kedua isu tersebut, stunting dan kemiskinan ekstrem, juga berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Tanpa permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem saja, difabel kerap terstigma sebagai manusia yang berkekurangan dan memiliki keterbatasan. Yang apa-apa perlu dibantu, menjadi beban orang tua dan tak mampu melakukan apapun.
Bupati Gowa Sitti Husniah Talenrang mengucapkan banyak terima kasih kepada perwakilan anak, perempuan, dan difabel yang hadir dalam musrembang kali itu. Ia berharap, musrembang dapat menjadi ajang silaturahmi bagi masyarakat dan pemerintah daerah dalam berupaya untuk menghadirkan kebijakan-kebijakan yang pro kelompok rentan.
“Difabel, perempuan, dan anak itu bukan hanya kelompok yang harus dilindungi, tetapi juga merupakan mitra strategis dalam pembangunan daerah. Sehingga semua suara harus didengar, dipertimbangkan, dan dijadikan dasar dalam setiap kebijakan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,” ungkapnya.
Salah satu perwakilan kelompok rentan yang hadir adalah Nurul yang mewakili masyarakat difabel Kabupaten Gowa. Ia mengaku merasa bangga. Saat diwawancarai oleh solidernews (18/04/2025), Nurul menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah daerah yang telah menyelenggarakan Musrembang Kabupaten Gowa. Sebagai masyarakat difabel yang untuk pertama kalinya mengikuti musrembang, ia sangat tertarik mengikuti alur implementasi kebijakan di tubuh pemerintah daerah. Ia baru tahu, pemerintah memegang peran penting dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh difabel.
“Menurutku, disabilitas sangat penting dilibatkan dalam kegiatan musrenbang kabupaten karena itulah bentuk kepedulian yang dilakukan oleh pihak pemerintah kabupaten untuk memberdayakan difabel dan pengupayaan kesetaraan,” ujarnya.
Meskipun terdapat inisiatif positif dari pemerintah daerah dalam melibatkan kelompok rentan, seperti difabel, dalam Musrembang, perlu diingat bahwa partisipasi semata belum cukup menjamin terwujudnya pembangunan yang inklusif. Implementasi kebijakan yang pro-difabel masih jauh dari ideal, dengan aspirasi yang seringkali tak terpenuhi dan janji-janji yang tak kunjung terealisasi. Keterlibatan yang lebih substansial, dimana suara dan kebutuhan kelompok rentan benar-benar menjadi prioritas dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, masih perlu diperjuangkan. Transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam mengalokasikan anggaran dan menjalankan program-program untuk kelompok rentan juga harus ditingkatkan agar kesetaraan dan keadilan sosial benar-benar terwujud. Kedepannya, semoga musrembang dapat menyerap aspirasi masyarakat dan memprioritaskan kepentingan kelompok rentan.[]
Reporter: Nabila May
Editor : Ajiwan