Views: 8
Solidernews.com – Hari kedua Musyawarah Nasional Perempuan, tanggal 27 Maret 2024, masih diikuti oleh ribuan peserta yang terdiri dari aktivis, dinas PPPA, LSM, dan perwakilan masyarakat dari seluruh pelosok negeri berkumpul secara daring untuk membahas berbagai isu terkait perempuan. Dengan partisipasi lebih dari 2000 orang peserta, acara ini menjadi panggung penting dalam memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan perempuan di Indonesia.
Munas Perempuan menjadi wadah bagi para peserta untuk berbagi pengalaman, cerita, dan solusi yang berhasil dalam upaya mereka untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak-anak dalam berbagai konteks lokal. Ini mencerminkan semangat solidaritas dan kolaborasi antara berbagai elemen masyarakat dalam menciptakan perubahan positif. Isu-isu yang muncul termasuk kesenjangan akses terhadap keadilan, perlakuan tidak adil dalam proses hukum, dan perlunya reformasi sistem peradilan untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi perempuan dan anak-anak. Diskusi yang dipimpin oleh ahli dan aktivis yang berpengalaman membawa pemahaman mendalam tentang urgensi dan kompleksitas isu-isu tersebut.
Pembahasan hari kedua dalam Munas Perempuan mencakup isu-isu yang mempengaruhi kehidupan perempuan di negeri ini. Salah satu fokus utamanya adalah isu anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum. Dalam diskusi yang mendalam dan serius, peserta Munas Perempuan dalam kelompok tersebut didampingi oleh Muvi dan Purwanti selaku fasilitator, lantas peserta diskusi mengidentifikasi berbagai tantangan dan ketidakadilan yang dihadapi oleh perempuan dalam sistem hukum yang ada.
Hasil dari diskusi sekitar 183 peserta di ruang zoom pada kelompok ini, tidak hanya usulan berupa retorika namun ada banyak rekomendasi, untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak-anak. Adapun usulan yang disampaikan berdasar pada data-data yang diperoleh dari para peserta diskusi dan dirangkum pada catatan yang disampaikan secara jelas oleh fasilitator.
Catatan rangkuman pada kelompok anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum ialah pertama, isu anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum beririsan dengan isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual, bullying, yang membutuhkan dukungan dan pendampingan yang komprehensif saat kasusnya masuk ke ranah mitigasi. Rehabilitasi untuk pelaku perempuan dan anak tidak jarang perempuan dan anak yang menjadi pelaku memiliki riwayat sebagai korban kekerasan. Kedua, isu anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum beririsan dengan isu masyarakat adat bagaimana mensinkronkan antara hukum positif yang berlaku secara nasional dengan hukum adat yang juga berlaku dan mengakar kuat di masyarakat.
Masalah yang dihadapi oleh anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum terkait dengan akses 1) dukungan dan pendampingan untuk perempuan dan anak perempuan khususnya terkait bantuan hukum tidak selalu tersedia, 2) pendampingan untuk perempuan anak perempuan yang berhadapan dengan hukum dengan disabilitas tidak tersedia, 3) informasi tentang bantuan hukum tidak mudah diakses oleh perempuan, 4) dukungan dan pendampingan untuk perempuan dan anak perempuan yang berhadapan dengan hukum, 5) dukungan dan pendampingan untuk kesehatan mental perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum juga sangat terbatas, dan 6) tidak semua perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum mendapat layanan pemulihan dan reintegrasi sosial.
Adapun rekomendasi yang disampaikan ialah pertama, anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum rekomendasi yang diberikan adalah pertama dukungan dan pendampingan berspektif pemenuhan hak anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum perlu dikembangkan secara komprehensif termasuk memperhatikan aspek kesehatan mental. Kedua, aparat penegak hukum perlu mengedepankan pelaksanaan restorative justice untuk kasus-kasus anak sehingga Lapas menjadi alternatif terakhir pemidanaan untuk anak. Ketiga, kolaborasi antara lembaga dan kementerian untuk pemenuhan akses pendidikan dan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi untuk perempuan dan anak di Lapas.Keempat, pelibatan keluarga perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum sebagai support system dan penerapan reintegrasi sosial. Kelima, program-program pelatihan keterampilan perlu memperhatikan kebutuhan anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum sehingga dapat dirasakan manfaatnya.
Catatan tambahan rekomendasi pada isu anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum sebagai berikut a) diperlukan peningkatan kapasitas pendamping untuk anak dan perempuan melakukan navigasi layanan yang dibutuhkan oleh anak dan perempuan baik sebagai pelaku korban maupun saksi, b) memberikan pendampingan kepada keluarga korban dan pelaku bukan hanya kepada korban dan pelaku saja supaya keluarga dapat berperan memberikan dukungan kepada anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum, c. memberikan dukungan kesehatan mental dan menavigasi kebutuhan dukungan kesehatan mental lanjutan apabila dibutuhkan.
Point selanjutnya d) menggunakan perspektif GEDSI dalam memberikan dukungan, e) keluarga dapat berperan memberikan dukungan kepada anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum, e) memberikan dukungan kesehatan mental dan menavigasi kebutuhan dukungan kesehatan mental lanjutan apabila dibutuhkan, e) dukungan dan pendampingan dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum. Perlunya kolaborasi kementerian dan lembaga serta masyarakat sipil untuk dapat merumuskan suatu mekanisme kolaborasi serta mencegah labeling pada anak perempuan pasca proses berhadapan dengan hukum.[]
Reporter: Erfina
Editor : Ajiwan