Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Sekumpulan orang memegang bendera besar dengan tulisan "neurodiversity pride day" dan ada simbol layangan di depan kantor ULD UGM

Merayakan Keberagaman Pikiran di Hari Kebanggaan Neurodiversity

Views: 14

Solidernews.com, Yogyakarta — Setiap tanggal 16 Juni, dunia memperingati Hari Kebanggaan Neurodiversity sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman cara kerja otak manusia. Lebih dari sekadar perayaan, momen ini menjadi ruang kolektif untuk merefleksikan nilai-nilai penerimaan, inklusi, dan penghargaan atas keragaman cara berpikir. Perayaan ini juga menjadi puncak dari rangkaian Pekan Kebanggaan Neurodiversity yang berlangsung sejak 10 Juni lalu hingga 17 Juni setiap tahunnya.

Hari Neurodiversity tidak lahir begitu saja. Gagasan ini berakar dari sebuah inisiatif yang dimulai di Belanda pada tahun 2018. Kala itu, sekelompok aktivis mengusung pandangan bahwa neurodivergensi bukanlah “masalah” yang perlu diperbaiki, melainkan kekuatan yang perlu dirayakan. Dari titik awal itu, semangatnya menyebar ke berbagai penjuru dunia, melahirkan perayaan-perayaan virtual dan komunitas-komunitas global yang mendobrak batas stigma terhadap kondisi seperti autisme, ADHD, disleksia, dan lainnya.

Dalam konteks neurodiversity, cara berpikir yang berbeda bukan berarti salah atau kurang. Sebaliknya, hal ini dipahami sebagai variasi alami dalam proses kognitif manusia. Pandangan ini secara langsung menantang anggapan umum tentang budaya “normalitas” dalam berpikir dan berperilaku, serta membuka ruang bagi masyarakat untuk lebih memahami kekayaan spektrum neurologis yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

“Perhelatan Hari Neurodiversity ini setidaknya dapat dijadikan refleksi oleh seluruh masyarakat terhadap teman-teman yang memiliki keberagaman pada neurodiversity,” ujar Dzaky Haidar Ahmad, seorang ADHD dan mahasiswa UGM.

Baginya, momen ini bukan sekadar simbolis, melainkan juga upaya untuk mengedukasi masyarakat agar keluar dari bayang-bayang stigma dan stereotype yang masih melekat kuat terhadap orang-orang neurodivergen.

Simak juga ..  Pengalaman KKN dan PKL Reski Try Ulva yang Tak Terlupakan

Dzaky menekankan bahwa bentuk ketidaksetaraan struktural, seperti ableisme, masih kerap dialami oleh kawan-kawan neurodivergent, terutama di dunia pendidikan dan kerja. Ia berharap bahwa perubahan besar dimulai dari hak dasar yaitu pekerjaan yang layak.

“Karena pekerjaan yang layak akan menghantarkan orang pada kesejahteraan hidup,” tambahnya.

Senada dengan Dzaky, Riani Wulan Sujarrivani, seorang perempuan autis yang kini menempuh pendidikan tinggi di UGM, juga menaruh harapan besar pada inklusivitas kampus. Ia percaya bahwa pendidikan adalah gerbang awal menuju ruang-ruang strategis. Ia menaruh harapan agar teman-teman dengan neurodiversity dapat belajar di perguruan tinggi.

Wulan mengakui bahwa pendidikan mungkin bukan jaminan mutlak kesuksesan. Namun ia menegaskan pentingnya pendidikan dalam membentuk daya pikir kritis dan kreatif seseorang.

“Pendidikan mungkin nggak akan membuat orang sukses, tapi setidaknya dapat melatih critical thinking dan creative thinking seseorang yang nantinya berguna saat sudah kembali ke masyarakat,” katanya.

Namun Wulan juga menyadari bahwa dunia tidak selalu ramah. Ia menuturkan bahwa selain dukungan lingkungan, orang dengan neurodiversity juga perlu membekali diri dengan ketahanan mental.

“Kita tidak bisa terus meminta bahwa lingkungan harus beradaptasi dan memahami kita. Adakalanya kita perlu memiliki mental yang kuat agar dapat survive menjalani hidup,” ucapnya.

Meski begitu, ia tetap berharap lingkungan pendidikan dan dunia kerja dapat membuka diri terhadap keberagaman ini, bukan hanya sebagai bentuk toleransi, tetapi juga keadilan sosial. Dengan semangat Hari Kebanggaan Neurodiversity, kita diingatkan bahwa tidak ada satu cara berpikir yang lebih benar dari yang lain. Bahwa dalam keberagaman neurologis, tersimpan potensi dan kekuatan yang mampu membentuk masyarakat yang lebih inklusif.[]

Simak juga ..  Program "Aku Mampu Berbahasa Inggris": Sebuah Perjalanan Pemberdayaan bagi Difabel

 

Reporter: Bima

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

berlangganan solidernews.com

Tidak ingin ketinggalan berita atau informasi seputar isu difabel. Ikuti update terkini melalui aplikasi saluran Whatsapp yang anda miliki. 

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content