Views: 13
Solidernews.com – Setiap orang bisa menjadi penerjemah bagi difabel berhadapan dengan hukum asalkan mereka memiliki pengetahuan berinteraksi dan mengenal ragam difabel, memahami hambatan difabel dalam proses peradilan baik fisik atau nonfisik, memahami difabel sebagai subjek hukum, dan mampu berkomunikasi dengan baik di persidangan.
Penerjemah juga diharapkan memiliki kualifikasi dan keahlian yang relevan, berpengalaman dalam menerjemahkan dokumen hukum atau berpartisipasi dalam proses hukum. Banyak proses hukum sering memiliki batas waktu yang ketat, maka penerjemah harus dapat bekerja dengan ketepatan waktu selain harus komunikatif dan mudah diajak kerja sama.
Ada beberapa tips yang dapat dipelajari oleh penerjemah, diantaranya: (1) Mendengarkan dengan seksama. (2) Tidak menertawakan. (3) Tidak menyalahkan korban. (4) Tidak berasumsi. (5) Tidak melecehkan difabel. (6) Tidak memberikan stigma negatif. (7) Tidak menceramahi. (8) Tidak membuat kesimpulan.
Menjadi penerjemah yang profesional akan memastikan proses hukum berjalan lancar dan informasi yang diperoleh menjadi lebih akurat.
Sumpah penerjemah dalam melakukan pendampingan proses hukum
Seorang penerjemah dalam menjalankan tugasnya mendamping difabel berhadapan dengan hukum telah diikat dengan sumpah. Penerjemah disumpah agar mempunyai komitmen, dan tekad yang kuat dalam melaksanakan tugas sebaik mungkin.
Sumpah penerjemah dilakukan pada dua tahapan, yaitu
(1) Saat penyidikan di kepolisian. Penerjemah menandatangani surat peryataan sebagai penerjemah dan akan menterjemahkan dengan sebenar-benarnya, sumpah penerjemah ini dilakukan secara tertulis.
(2) Saat di pengadilan, diangkat dan disumpah oleh Majelis Hakim. Sumpah ini dilakukan secara lisan dengan menggunakan kitab suci.
Hal-hal yang bisa dipersiapkan oleh penerjemah
Untuk memudahkan komunikasi dua arah, melancarkan proses hukum dalam mendampingi difabel, penerjemah bisa mempersiapkan diri dengan dibekali keterampilan bahasa maupun alat peraga. Misalnya:
(1) keterampilan bahasa isyarat, meliputi versi Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) yang biasa diajarkan di sekolah luar biasa, dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) yang biasa dipakai oleh komunitas Tuli.
(2) Bahasa Ibu, atau bahasa isyarat yang tidak baku yang digunakan difabel hambatan komunikasi dalam keseharian mereka. Bahasa isyarat ini biasanya hanya dimengerti oleh difabel dan keluarga mereka.
(3) Formulir Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menggunakan huruf Blaille untuk kemudahan difabel Netra.
(4) Alat peraga, atau alat bantu yang menyerupai barang bukti untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi, biasanya berwujud boneka, alat bantu untuk menggambarkan alat kelamin/seks atau bagian tubuh lain.
(5) Gambar, atau alat bantu berupa gambar untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi, biasanya berupa photo atau gambar-gambar.
(6) Video, atau alat bantu berupa gambar bergerak untuk membantu menjelaskan peristiwa yang terjadi, biasanya berupa rekaman video, dan atau film.
(7) Rekaman suara atau alat bantu berupa audio yang bisa didengarkan.
(8) Simulasi atau permainan, yaitu kegiatan untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi. Simulasi ini bisa dilakukan penerjemah dengan melibatkan para saksi atau pihak lain yang terkait.
Kemampuan lain yang dapat diasah dan dipelajari oleh penerjemah
Penerjemah harus memiliki perspektif korban juga harus memiliki rasa empati. Empati dapat diartikan sebagai keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.
Berempati berarti bila seseorang mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain, sikap empatinya akan mampu menciptakan keinginan untuk menolong sesama, mampu memberi rasa aman dan nyaman, mampu mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, akan mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, selain juga dapat mengaburkan garis antara diri sendiri dan orang lain.
Penerjemah harus mengetahui cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang yang akan diterjemahkan olehnya, juga harus kreatif dalam menggunakan media komunikasi seperti gambar atau menggambar, kalender, boneka, peragaan, menunjuk benda yang dimaksud, foto, dan atau ekspresi wajah. Selain itu, penerjemah harus dapat merangkai kata, kalimat atau kisah yang terpotong-potong.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan Arief