Views: 63
Solidernews.com – Teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) telah menjadi simbol kemajuan teknologi. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah, “Apakah teknologi ini relevan dengan akses kemandirian difabel?”
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat lebih dekat. Pertama-tama, AR dan VR tidak hanya terbatas pada sudut pandang kemajuan teknologi semata. Ini adalah alat yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kehidupan difabel.
Bayangkan jika seseorang dengan autisme dapat mempraktikkan keterampilan sosial di lingkungan yang aman dan terkendali tanpa konsekuensi kesalahan yang nyata. Inilah yang dapat dilakukan oleh teknologi VR.
Selain itu, teknologi AR menawarkan peluang baru untuk meningkatkan komunikasi bagi orang-orang dengan hambatan bicara dan pendengaran.
Tidak hanya itu, teknologi AR juga memberikan peluang baru dalam meningkatkan komunikasi bagi dengan hambatan wicara dan pendengaran.
Bagi mereka yang memiliki mobilitas terbatas, AR dan VR memberikan kemungkinan untuk merencanakan perjalanan dengan lebih baik. Melalui tur virtual, mereka dapat memeriksa aksesibilitas suatu tempat sebelumnya, sehingga mereka dapat merencanakan perjalanan mereka dengan lebih percaya diri dan efisien.
Selain itu juga, teknologi VR menawarkan harapan baru bagi orang-orang yang mengalami cedera serius, seperti kelumpuhan dari pinggang ke bawah.
Oleh karena itu, relevansi teknologi AR dan VR bagi difabel sangatlah besar. Ini bukan sekedar sarana hiburan, namun juga merupakan sarana yang berpotensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup dan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan peduli terhadap kebutuhan semua orang.
Augmented reality (AR) dan virtual reality (VR). Meskipun kedua teknologi ini sering dibahas bersama, keduanya memiliki perbedaan mencolok dan berdampak signifikan pada banyak aspek kehidupan modern.
Augmented reality membawa dunia nyata ke dalam dimensi digital. AR menambahkan lapisan informasi visual, pendengaran, atau sentuhan ke lingkungan, yang ditampilkan melalui perangkat seperti ponsel pintar, tablet, atau kacamata AR. Pengguna dapat melihat dunia nyata dengan informasi tambahan yang disediakan oleh komputer, menciptakan pengalaman yang lebih mendalam dan interaktif.
Sebaliknya, VR menciptakan lingkungan atau dunia yang sepenuhnya terpisah dari realitas fisik, menggunakan teknologi komputer untuk menghadirkan pengalaman yang seolah-olah nyata. Dengan menggunakan perangkat seperti Head-Mounted Display (HMD) dan sensor gerak, pengguna dapat memasuki dunia virtual yang sepenuhnya baru, berinteraksi dengan lingkungan tersebut sesuai keinginan.
Meskipun AR dan VR terkadang disatukan dalam percakapan tentang “dunia digital”, perbedaan mendasar dalam pendekatan dan pengalaman pengguna membuat keduanya memiliki peran yang unik dalam transformasi teknologi masa depan. Dengan terus menggali potensi dan kemungkinan pengembangan baru, AR dan VR akan terus menginspirasi dan mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita.
Teknologi Imersif, Membuka Peluang Baru bagi Difabel
Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) telah menjadi alat yang kuat dalam meningkatkan kehidupan teman-teman difabel. Seiring perkembangan teknologi, pengalaman imersif semakin mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia sekitar.
Pengalaman Tactile dalam Virtual Reality (VR): Pada tahun 2018, Touching Masterpieces, sebuah pameran di Galeri Nasional Praha, menampilkan penggunaan VR haptic. Melalui teknologi ini, individu tunanetra dapat “melihat” karya seni mendetail dengan meraba sekelilingnya. Inovasi ini membuka pintu bagi aksesibilitas seni yang lebih luas bagi mereka yang memiliki hambatan penglihatan.
Augmented Reality (AR) untuk meningkatkan Kemampuan Sensori: Tidak semua teman-teman difabel mengalami persoalan pada sensorik secara total. Banyak dari mereka hanya memiliki hambatan tertentu yang dapat diatasi dengan bantuan teknologi. Misalnya, alat bantu dengar yang ditingkatkan dengan AR dapat membantu pengguna fokus pada suara yang ingin didengar, meningkatkan kualitas pengalaman mendengar mereka. Selain itu, kacamata AR dapat memperbaiki masalah buta warna, membuka peluang baru untuk mengalami warna-warni dunia dengan lebih baik.
Virtual Reality (VR) untuk Peningkatan Penglihatan: Vision Buddy adalah contoh sistem VR yang dirancang khusus untuk membantu orang dengan low vision menikmati televisi dengan lebih baik. Dengan memanfaatkan teknologi VR, pengguna dapat mengalami konten visual dengan kualitas yang lebih baik, memperluas aksesibilitas mereka terhadap dunia visual.
Dengan terus berkembangnya teknologi AR dan VR, harapan akan lebih banyak lagi inovasi yang memperluas kemungkinan bagi difabel. Ini adalah bukti bahwa teknologi tidak hanya mengubah cara kita bermain, tetapi juga mengubah cara kita hidup dan berinteraksi dengan dunia di sekitar kita.
Pengembangan keterampilan sosial, peningkatan komunikasi, perencanaan yang lebih baik, pemulihan dari cedera parah, dan pertumbuhan empati—semua ini menjadi mungkin berkat kemajuan teknologi Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR). Seiring berjalannya waktu, AR dan VR bukan lagi sekadar alat hiburan, tetapi menjadi pendorong utama dalam meningkatkan kualitas hidup teman-teman difabel.
Simulasi Interaksi Sosial Melalui VR: Project VOISS (Virtual Reality Opportunities to Integrate Social Skills) telah membuka pintu bagi individu dengan autism spectrum disorder (ASD) untuk berlatih interaksi sosial dalam lingkungan yang aman. Dengan menggunakan VR, mereka dapat menghadapi situasi sehari-hari tanpa risiko yang terkait dengan dunia nyata.
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Melalui AR dan VR: Teknologi AR dan VR juga membantu teman-teman Tuli untuk berkomunikasi dengan lebih baik. Mulai dari aplikasi ARSL (Augmented Reality Sign Language) yang menerjemahkan bahasa isyarat menjadi teks, hingga aplikasi yang menggunakan kartu AR untuk membantu anak-anak dengan gangguan pendengaran berkomunikasi lebih efektif.
Perencanaan yang lebih baik dengan AR dan VR: Bagi mereka yang memiliki mobilitas terbatas, perencanaan perjalanan bisa menjadi tantangan besar. Namun, tur virtual melalui AR atau VR memungkinkan mereka untuk merasakan suatu tempat dan memeriksa masalah aksesibilitas sebelumnya. Ini membantu dalam merencanakan akomodasi, tempat wisata, dan rute perjalanan dengan lebih baik.
Pemulihan dari Cedera Parah Melalui VR: Teknologi VR merangsang sel-sel otak, membantu pasien memvisualisasikan gerakan tubuh mereka, dan memberikan harapan baru untuk pemulihan.
Meningkatkan Empati Melalui Pengalaman Virtual: Aplikasi VR seperti A Walk Through Dementia memberikan pengalaman langsung tentang hidup dengan disabilitas, membantu orang lain untuk memahami perjuangan yang dihadapi oleh teman-teman difabel. Ini membuka jalan menuju pemahaman yang lebih dalam dan empati yang lebih besar dalam masyarakat.
Dengan demikian, AR dan VR tidak hanya sekadar teknologi baru yang inovatif, tetapi juga alat penting dalam mewujudkan kesetaraan dan inklusivitas dalam masyarakat. Mereka membuka pintu untuk kesempatan yang lebih luas dan menciptakan saluran baru bagi teman-teman difabel untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan sehari-hari.[]
Penulis: Hasan Basri
Editor : Ajiwan Arief
https://teknojurnal.com/pengertian-virtual-reality-dan-perbedaanya-dengan-augmented-reality/
https://metanesia.id/blog/virtual-reality-disabilitas