Views: 17
Solidernews.com – Kusta masih ada dan sejak lima tahun terakhir Indonesia masih peringkat tiga dunia jumlah warganya mengalami kusta. Yang memprihatinkan, di sebagian besar tempat kusta masih dianggap sebagai urusan Puskesmas saja. LINKSOS dan NLR Indonesia melalui proyek Mardika untuk mengubah paradigma itu.
Apa itu Kusta?
Kusta adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi, mukosa saluran pernafasan bagian atas, dan mata. Penyakit kusta dapat disembuhkan dan pengobatan pada tahap awal dapat mencegah seseorang menjadi difabel. Selain difabel fisik, orang yang terkena kusta juga menghadapi stigmatisasi dan diskriminasi.
Penyakit kusta menular melalui droplet dari hidung dan mulut. Kontak dekat yang berkepanjangan dan berbulan-bulan dengan orang yang terkena kusta yang tidak diobati menyebabkan penularan. Namun penyakit ini tidak menular melalui kontak biasa seperti berjabat tangan atau berpelukan, berbagi makanan atau duduk bersebelahan. Selain itu, pasien berhenti menularkan penyakitnya ketika mereka memulai pengobatan.
Kusta dalam Angka
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan per tanggal Data per 24 Januari 2022 mencatat jumlah kasus kusta terdaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. Angka ini mendudukkan Indonesia pada peringkat tiga dunia setelah India dan Brasil.
Sementara itu, di level nasional, Jawa Timur juga masih berada dalam peringkat satu jumlah warganya mengalami kusta. Namun satu catatan penting dari penulis bahwa tingginya angka kusta di suatu wilayah setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, bahwa kasus kusta di wilayah tersebut memang tinggi. Kemudian yang kedua, sebagai keberhasilan atau prestasi petugas kesehatan dalam melakukan screening kusta.
Menengok angka kusta di Jawa Timur, berdasarkan data BPS tahun 2023, bahwa jumlah penduduk Jatim mencapai 41.416. 407 jiwa. Dari jumlah tersebut tercatat temuan kusta baru sebanyak 5,13 per 100.000 penduduk. Artinya pada tahun 2023 terdapat 2.124 temuan kasus baru.
Kusta urusan siapa?
Penanggungjawab program atau PJ Kusta Puskesmas Nguling, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Eriyanti mengatakan sulitnya mencari relawan kusta. Sebab orang merasa takut, jijik, ngeri dan sebagainya.
Kusta masih dianggap urusan Puskesmas saja. Hal ini menjadikan kusta sebagai beban satu pihak, mestinya dalam hal ini pemerintah desa/kelurahan turut bertanggung jawab. Sebabnya bahwa orang yang mengalami kusta adalah warga desa/kelurahan.
“Saya mengemban amanah sebagai petugas kusta sudah selama 23 tahun, atau tepatnya sejak bulan Januari tahun 2000, dan Alhamdulillah tetap konsisten hingga detik ini,” ujar Eriyanti. Lanjutnya, hambatan utamanya adalah stigma masyarakat tentang kusta. Stigma itu kemudian berkembang menjadi sikap diskriminatif terhadap orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) baik yang masih dalam pengobatan maupun yang sudah sembuh. Bahkan, petugas kusta juga mengalami diskriminasi.
Diskriminasi dialami petugas kusta berasal dari masyarakat, baik keluarga OYPMK maupun masyarakat sekitar, kisah Eriyanti. Jika OYPMK sendiri lebih banyak menutup diri dan pasrah serta takut jika ia ketahuan kusta oleh lingkungannya. Hal yang sama juga dirasakan oleh keluarganya, mereka takut ketahuan lingkungan bahwa ada anggota keluarga yang mengalami kusta.
“Kusta dianggap aib, penyakit keturunan, akibat santet atau guna-guna, dan sebagainya,” ujar Eriyanti. Bahkan keluarga OYPMK lebih suka disebut mereka kena santet. Kami pernah mencoba untuk menjelaskan tentang apa itu kusta, hasilnya malah diusir. Anak kami kena santet, bukan kusta, kami tidak butuh diperiksa, ujar Eriyanti sambil memperagakan insiden pengusiran tersebut.
Regulasi tentang pencegahan dan penanggulangan kusta
Urusan kesehatan termasuk kusta bukan hanya tanggung jawab Puskesmas saja. Pemerintah Desa/Kelurahan dan masyarakat sudah semestinya mengambil peran. Pelibatan semua pihak termasuk masyarakat dalam penanggulangan kusta diatur dalam Permenkes Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Kusta.
Upaya penanggulangan dan pencegahan kusta (P2 Kusta) di Malang Raya sejauh ini belum melibatkan komunitas yang fokus di isu kusta. Sedangkan peran masyarakat termasuk orang yang pernah mengalami kusta, merupakan amanah Permenkes Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Kusta.
Peran serta masyarakat diarahkan untuk memberdayakan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan Penanggulangan Kusta. Kegiatan tersebut dalam bentuk keikutsertaan sebagai kader, menjadi pengawas minum obat, keikutsertaan dalam kegiatan, promosi kesehatan, dan deteksi dini Kusta; dan partisipasi dan dukungan lainnya dalam pelaksanaan kegiatan Penanggulangan Kusta.
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan juga telah diatur dalam Permenkes Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan. Dalam pemberdayaan tersebut masyarakat didampingi oleh Tenaga Pendamping dan Kader.
Inovasi Kader Kusta
Implementasi adanya Tenaga Pendamping dan Kader masih minim dilakukan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kusta (P2 Kusta). Di berbagai tempat P2 Kusta menjadi tanggung jawab PJ Kusta Puskesmas.
Tenaga Pendamping adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mendampingi serta membantu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengadopsi inovasi di bidang kesehatan. Tenaga pendamping yang dapat berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan, swasta, perguruan tinggi, dan/atau anggota masyarakat.
Sedangkan Kader adalah setiap orang yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan. Selama ini terdapat Kader di berbagai isu, misalnya kader KB, kader balita, kader lansia, kader TB dan lainnya.
Di Kabupaten Pasuruan, NLR Indonesia dan LINKSOS bersama Puskesmas Nguling mengembangkan Kader Kusta atau tim sosialisasi sadar kusta. Uniknya, Kader Kusta dipimpin oleh Kepala Desa, dibina oleh Puskesmas serta beranggotakan masyarakat termasuk difabel dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).
Untuk pertama kalinya di Indonesia, Kader Kusta ada di Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan. Adanya Kader Kusta merupakan paradigma baru, titik awal soal kusta juga menjadi tanggungjawab Pemerintah Desa.
Advokasi berkelanjutan
Mengubah paradigma kusta tak cukup dengan satu inovasi, melainkan memerlukan advokasi berkelanjutan. Produk advokasinya adalah kebijakan Pemerintah yang menjamin perlindungan hak orang yang mengalami kusta.
Legalitas Kader Kusta di Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan adalah SK Kepala Desa. Dengan adanya SK Kepala Desa, maka menempatkan Kader Kusta setara dengan lembaga pemberdayaan desa lainnya. Sehingga, Kader Kusta berhak mengikuti rapat-rapat desa dan berhak mendapatkan alokasi dana desa.
Hari Kusta Sedunia tahun 2024 bertema Beat Leprosy atau Kalahkan Kusta. Untuk mengalahkan kusta memerlukan kerjasama semua pihak. Urusan kusta adalah urusan kita bersama.[]
Penulis: Ken Kerta
Editor : Ajiwan