Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Mengenali Perbedaan Antara Sindrom Asperger dengan Autisme

Views: 2

Solidernews.com. BERBICARA autisme kerap kali dikaitkan dengan sindrom Asperger. Bahkan, sebagian besar orang mengira jika keduanya adalah sama. Meski ciri yang ditunjukkan mirip dengan autisme, namun sindrom Asperger berbeda dengan autisme.

 

Sindrom Asperger, adalah gangguan neurologis yang masuk ke dalam golongan gangguan spektrum autisme. Sindrom Asperger tidak memiliki kesulitan dalam belajar. Berbeda dengan anak-anak dengan autisme.

 

Asperger pertama kali diperkenalkan ke dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) pada tahun 1994. Hal ini terjadi pasca penelitian seorang psikiater dari Inggris, bernama Lorna Wing. Dia menerjemahkan karya-karya dokter Hans Asperger dari Austria. Dari sana, Lorna Wing baru menyadari bahwa, adanya karakteristik yang berbeda pada anak-anak autis dengan anak-anak Asperger.

 

Asperger dan autisme tidak lagi dianggap sebagai diagnosis yang terpisah. Orang-orang yang sebelumnya mungkin telah menerima diagnosis Asperger, sekarang menerima diagnosis autisme. Namun, banyak orang yang didiagnosis dengan Asperger sebelum kriteria diagnostik berubah pada tahun 2013 masih dianggap “memiliki Asperger”.

 

Dalam sebuah artikel di laman website www.alodoc.com, terdapat perbedaan antara autisme dengan asperger. Sindrom Asperger tidak memiliki kesulitan dalam belajar. Hal ini salah satu yang membedakannya dengan autisme. Meski ciri yang ditunjukkan mirip dengan autisme, namun sindrom Asperger berbeda dengan autisme. Sindrom Asperger, adalah gangguan neurologis yang masuk ke dalam golongan gangguan spektrum autisme.

 

Orang dengan sindrom Asperger, memiliki perbedaan dengan spektrum autisme lainnya. Adapun orang dengan autistik pada umumnya mengalami kemunduran kecerdasan (kognitif) dan penguasaan bahasa. Tidak dengan sindrom Asperger. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam belajar, berbahasa, atau memproses informasi.

 

Orang dengan sindrom Asperger, justru menunjukkan kecerdasan di atas rata-rata. Mereka cepat menguasai kosa kata atau abhasa baru, mampu menghafal berbagai hal dengan detail. Meski demikian, mereka akan terlihat canggung saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang di sekitarnya.

 

Intervensi dini

Pada banyak kasus, sindrom Asperger dialami anak-anak. Kondisi ini bisa bertahan hingga mereka tumbuh dewasa. Namun, intervensi dini sindrom Asperger dapat membantu anak dengan sindrom Asperger hidup lebih baik. Sebagai contoh kasus, intervensi dini terhadap potensi dan kemampuan diri berinteraksi dengan orang di sekitarnya.

 

Sindrom Asperger ini, tidak mengalami gejala seberat anak atau orang dengan autisme. Gejala yang umum menyertai anak-anak dengan sindrome Asperger. Di antaranya: sulit berinteraksi, kurang peka, gangguan motorik, gangguan fisik atau koordinasi, tidak ekspresif, serta obsesif dan tidak menyukai perubahan.

 

Sedang berbicara tentang autisme, tak hanya menyoal satu dan dua hal. Karena, autisme ditandai dengan berbagai gejala. Sekitar 25-30 persen anak dengan autisme, kehilangan kemampuan berbicara. Meski, ada beberapa di antara mereka mampu berbicara ketika keciil. Sedang 40 persen anak dengan autisme, tidak mampu berbicara sama sekali.

 

Autisme ditandai dengan berbagai gejala. Di antaranya: (1) lebih senang menyendiri (memiliki dunia sendiri). (2) tidak bisa memulai atau meneruskan percakapan. Bahkan hanya untuk meminta sesuatu. (3) menghindari kontak mata dan tidak menunjukkan ekspresi. (4) nada bicara datar (tidak biasa); (5) mengghindari dan menolak kontakl fisikn dengan orang lain, (6) suka menyendiri, (7) enggan berbagi, bermain atau berbicara dengan irang lain; (8) dering mengulang kata (eucholalia). Namun, tidak memahami penggunaannya secara tepat. (9) Sering kali tidak memahami oertanyaan atau petunjuk sederhana.

 

Dan banyak orang juga menganggap Asperger sebagai bagian dari identitas mereka. Hal ini terutama mengingat stigma yang masih menyelimuti diagnosis autisme di banyak komunitas di seluruh dunia.

 

Satu-satunya perbedaan nyata antara kedua diagnosis tersebut adalah, bahwa orang dengan Asperger mungkin dianggap lebih mudah “lulus” sebagai neurotipikal dengan hanya memiliki tanda dan gejala “ringan” yang mungkin mirip dengan autisme.

 

Tidak semua anak autis menunjukkan tanda-tanda autisme yang sama atau mengalami tanda-tanda ini pada tingkat yang sama. Itu sebabnya autisme dianggap berada pada spektrum. Ada berbagai macam perilaku dan pengalaman yang dianggap berada di bawah payung diagnosis autisme. []

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor     : Ajiwan

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air