Views: 15
Solidernews.com – Kelompok Difabel merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat, namun mereka seringkali menghadapi stigma dan diskriminasi yang mengakibatkan keterpurukan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam upaya untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi difabel untuk mengadopsi nilai-nilai kepancasilaan sebagai landasan moral dan spiritual dalam perjuangan mereka. Pancasila, sebagai falsafah hidup dan dasar negara Indonesia, menawarkan prinsip-prinsip yang dapat membimbing difabel dalam meraih kesejahteraan dan martabat yang layak.
Perjuangan Difabel dan Tantangan yang Dihadapi
Difabel acap kali menghadapi tantangan yang kompleks, mulai dari akses terbatas terhadap pendidikan dan pekerjaan, hingga stigma sosial yang menghambat integrasi mereka dalam masyarakat. Keterbatasan fisik atau mental dapat pula mempersulit proses adaptasi dan penyelarasan dengan lingkungan sekitar. Segala tantangan ini dapat memunculkan perasaan putus asa dan kehilangan harapan, sehingga memperdalam keterpurukan difabel.
Kepancasilaan sebagai Landasan Perjuangan
Dalam menghadapi keterpurukan, difabel dapat merujuk pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama ini mengajarkan pentingnya mempercayai kekuatan yang lebih besar dalam menghadapi cobaan hidup. Sebagai manusia, kita tidak pernah lepas dari kekuasaan Tuhan. Segala daya dan upaya yang ada pada diri kita, itu semua adalah anugerah Tuhan. Maka dari itu, sudah sepatutnyalah kita yakin penuh akan Tuhan dan menjalankan ajaran agama masing-masing. Dengan menginternalisasi nilai dari sila pertama ini, maka difabel akan memiliki keyakinan tentang kekuasaan penuh terhadap Tuhan dan kemampuan diri sendiri yang Tuhan karuniakan sehingga difabel tersebut memiliki nilai juang yang tinggi dan pantang mundur dalam menyuarakan inklusifitas dan kesetaraan di manapun dan dalam kondisi apapun.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila kedua ini menegaskan pentingnya menghormati martabat dan hak asasi setiap individu, termasuk difabel. Karena keadilan harus ditegakkan sebagai dasar dalam berkehidupan. Kita disebut manusia karena kita memiliki adab dan peradaban sehingga kita bisa menjadi makhluk yang punya adab dan tidak biadab.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila ketiga ini mengajarkan pentingnya solidaritas dan dukungan antar sesame warga negara, tanpa memandang perbedaan fisik atau mental. Karena dengan bersatu, maka Indonesia akan menjadi negara yang semakin hari semakin baik dan menjadikan nilai persatuan yang ada sebagai manivestasi nilai-nilai inklusifitas. Sebab kedifabilitasan itu adalah identitas dan bukan hanya soal keterbatasan belaka.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Sila keempat ini menggarisbawahi pentingnya partisipasi aktif difabel dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka. Maka dari itu, difabel juga harus aktif bersuara melalui cara dan sistem yang mereka bisa. Difabel dapat menjadi aktivis yang selalu kritis akan semua kebijakan Pemerintah dan tentang keberpihakan Pemerintah terhadap kepentingan difabel. Selain itu, difabel juga dapat menjadi politisi yang duduk sebagai anggota DPR dan langsung bisa menciptakan regulasi yang pro terhadap difabel itu sendiri dan lain sebagainya.
sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sila terakhir ini menekankan perlunya pemerataan kesempatan dan hak-hak bagi semua lapisan masyarakat, termasuk difabel. Karena Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, bukan hanya sebuah konsep politik tetapi juga sebuah pedoman moral yang mencerminkan nilai-nilai universal.
Bagi difabel, Pancasila bisa menjadi sumber inspirasi yang kuat untuk keluar dari keterpurukan, memperkuat kemandirian, dan meraih kebahagiaan serta keberhasilan dalam kehidupan kelompok difabel.
Dalam konteks ini, nilai Pancasila yang sangat relevan adalah “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” Nilai ini menekankan pentingnya kesetaraan dan keadilan bagi semua warga negara, tanpa memandang latar belakang, status, atau kondisi fisik. Bagi difabel, konsep ini memberikan dorongan untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan meraih kesetaraan dalam masyarakat.
Contoh nyata dari bagaimana difabel bisa mengambil inspirasi dari Pancasila adalah kisah inspiratif Denny Juanda. Denny adalah seorang difabel fisik yang telah berhasil mengubah tantangan dan rintangan menjadi peluang. Meskipun menghadapi berbagai hambatan, Denny tidak pernah menyerah dan selalu memegang teguh nilai-nilai Pancasila dalam setiap langkahnya.
Denny tidak hanya berhasil dalam karirnya sebagai motivator dan pembicara publik, tetapi juga aktif dalam advokasi untuk hak-hak difabel. Dia menggunakan pengalaman pribadinya untuk menginspirasi orang lain yang menghadapi kesulitan serupa dan mendorong perubahan positif dalam masyarakat.
Studi kasus dari individu difabel yang berhasil mengatasi keterpurukan sebagaimana dijelaskan di atas, dapat menjadi inspirasi bagi yang lainnya. Melalui penerapan nilai-nilai kepancasilaan, seperti keberanian, ketekunan, solidaritas, dan semangat gotong royong, difabel dapat berhasil meraih pencapaian bermakna dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari pendidikan, karir, hingga aktivisme sosial.
Dalam menghadapi keterpurukan, difabel dapat menemukan kekuatan dan inspirasi dari nilai-nilai kepancasilaan. Dengan semangat dan tekad yang kuat, serta dukungan dari masyarakat yang inklusif dan mendukung, difabel dapat mengatasi segala rintangan dan meraih kehidupan yang bermakna dan berarti bagi masyarakat secara umum, maupun sesama difabel secara khusus. Karena apabila kelima sila dalam pancasila dapat diamalkan dengan komprehensif, maka difabel akan dapat mengatasi segala permasalahan yang menerpa dan keluar sebagai manusia difabel yang menang dari semua keterpurukan dan menjadi motivasi serta membawa kebermaknaan di mana saja.[]
Penulis: Zaf
Editor : Ajiwan Arief
Referensi:
- “Difabel Harus Tahu Haknya, Ini Cara Mendapatkan Informasi tentang Hak-haknya” – Liputan6.com
- “Menjadi Inspirasi: Kisah Sukses Denny Juanda” – detik.com
- “Pancasila dan Difabel: Memperjuangkan Keadilan Sosial” – Kompasiana.com
- “Pancasila Sebagai Landasan Hidup Difabel” – Jurnal Psikologi Universitas Indonesia
- Suparta, I. G. B. (2019). “Peran Kepemimpinan dalam Pemberdayaan Difabel: Perspektif Kepancasilaan.” Jurnal Kajian Kebijakan, 5(2), 127-140.
- Widianto, A. (2020). “Mengenal dan Menghargai Difabel: Perspektif Kepancasilaan.” Jurnal Psikologi Kepribadian, 10(1), 45-58.
- Yulianto, B. (2021). “Pemberdayaan Difabel dalam Konteks Kepancasilaan: Tantangan dan Peluang.” Jurnal Sosial Politik, 15(3), 275-290.