Views: 4
Solidernews.com – Forum Difabel Lawyer Club yang dihelat oleh Sigab Indonesia dan dimoderatori oleh Prof.Ro’fah, pada Selasa 19 November berujung mencatatkan banyak hal penting. Menurut Anis Hidayah Komisioner pada Komnas HAM bahwa pada prinsipnya setiap orang atau setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana dijamin di dalam konstitusi tanpa ada diskriminasi. Sehingga prinsip-prinsip itu penting untuk diterapkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang konsesi. RPP ini sebagai bagian dari mandat undang-undang disabilitas yang keberadaannya sudah hampir 8 tahun. Ia juga mengatakan bahwa RPP ini agak kurang cepat untuk disahkan menjadi peraturan pemerintah. Difabel jumlahnya cukup besar di Indonesia dan masih banyak yang tidak mendapatkan layanan dasar yang memadai. Ia sepakat terkait dengan konsensi 20% yang mestinya itu menjadi beban negara melalui APBN. Ada hal-hal fundamental yang mesti diterima oleh teman-teman difabel seperti layanan pendidikan, kesehatan, transportasi dan layanan-layanan lain.
Juga dipandang sangat menentukan pemenuhan hak asasi bagi kelompok difabel apalagi jika bicara ragam difabel. Jadi menurut Anis, ini membutuhkan komitmen negara melalui penyusunan RPP ini dari sisi waktu, yang kedua dari sisi proses membutuhkan partisipasi yang bermakna dari semua pihak terutama komunitas difabel sendiri baik individu maupun mereka yang tergabung di dalam organisasi.
Anis menambahkan bahwa penyusunan RPP tentu tetap harus tunduk pada undang-undang yang mengatur tentang satu proses penyusunan perundang-undangan. Jadi secara formil proses partisipasi itu syaratnya wajib karena kalau tidak tentu akan bermasalah dikemudian hari. Kemudian secara substansi sebelumnya sudah disebut ada satu badan pemerintah yang nantinya akan jadi leading untuk memastikan bagaimana RPP ini disusun kemudian nanti implementasinya seperti apa alokasi anggaran yang dibuat oleh negara itu sampai sejauh mana. Ini mesti menjadi satu prioritas dan bagaimana mensinergikan ini dengan semua kementerian/lembaga karena dalam konteks pemenuhan hak asasi manusia terutama juga dalam hal layanan publik bagi difabel membutuhkan komitmen bersama. Tidak hanya satu dua pihak tetapi karena ini layanannya adalah multidimensional maka mesti disinergikan, dikoordinasikan dan membutuhkan semua pihak untuk ada pada satu perspektif yang sama dalam pemenuhan hak dasar.
Oganisasi masyarakat sipil yang bergerak di isu difabel sudah cukup aktif melakukan advokasi dengan pemerintah di antara NGO, akademisi, lembaga negara, lembaga hak asasi manusia maka dapatkanlah satu dukungan yang memadai agar RPP ini bisa mendorong implementasi lebih baik dalam hal layanan publik bagi difabel dengan konsensi yang bisa berjalan efektif.
Tantangan dalam penyusunan RPP banyak sebab undang-undang yang ada di Indonesia itu mengalami stagnancy dan juga mengalami proses yang destruktif artinya partisipasinya hanya sekadar formalitas. Pada RPP Konsesi usulan-usulan dari banyak masyarakat tidak terakomodasi dan hanya sekedar pelibatan secara formalitas yang menurut Anis ini harus dihindari. “Yang juga sangat penting adalah dukungan publik baik itu melalui individu maupun media karena media selama ini punya fungsi yang sangat penting dan strategis untuk memperkuat dukungan dan suara teman-teman disabilitas dalam menyampaikan, “pungkas Anis.
Di Tengah Terpaan Keberatan Kementerian Kesehatan dan Kemenkodigi
Mengutip pernyataan Prof. Ro’fah di awal diskusi bahwa Kementerian Kesehatan belum menyetujui konsesi 20% karena dianggap cukup memberatkan bagi penyedia pelayanan kesehatan, juga dari Kementerian Komunikasi dan Digital dan juga mengemukakan beberapa keberatan terkait dengan tugas mereka untuk mengkomunikasikan dengan provider komunikasi. Kemudian perlu untuk mendengar kira-kira apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki RPP ini. Selain yang sudah disebutkan oleh Anis Hidayah, dari Komnas HAM, diskusi juga mengundang Yohanes Widiyantoro, Komisioner Ombudsman RI yang menyatakan memahami arti pentingnya untuk memberikan semacam background- background filosofis dan sosiologis, artinya lebih pada memberikan penekanan- penekanan pada urgensi yang sekiranya mengajak semua pihak untuk bisa memahami arti penting RPP konsesi ini sebagai bagian dari pelaksanaan undang-undang.
Dalam konteks mempengaruhi kebijakan pemerintah maka harus dilihat problematik di level pemerintah sendiri bagaimana bisa memberikan pengaruh melalui kanal-kanal terkait dengan institusi pemerintah mana saja, yang pemerintah mana saja. Yang harus dipastikan bisa tersampaikan apa yang menjadi pesan atau catatan bahwa ini bukan sebuah PP yang akan memberatkan pemerintah dari aspek finansial atau anggaran.
“Kita butuh komitmen-komitmen pemangku kepentingan termasuk kalau diperlukan menggandeng legislatif maupun di kelompok-kelompok masyarakat lain yang sekiranya strategis. Ini klasik juga sih kita semua tahu kadang-kadang PP itu karena prosesnya terhambatnya itu kadang-kadang karena sumber daya yang terbatas, “pungkas Yohanes Widiyantoro.[]
Reporter: Astuti
Editor : Ajiwan