Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Mengapa Raperma yang Atur Difabel Berhadapan dengan Hukum Penting Dibuat

Views: 7

Solidernews.com – Zaenur Rohman, dari PUKAT UGM dalam  Difabel Lawyer Club (DLC) yang digelar oleh Sigab dan disiarkan Solider TV pada Jumat (20/9), mengungkapkan hal-hal apa saja yang menjadi alasan  pentingnya membentuk satu peraturan MA (Perma) untuk mengadili perkara yang melibatkan difabel. Ada lima hal penting yakni :

 

  1. Yuridis : ada perintah dari beberapa peraturan perundang-undangan lain untuk masing-masing institusi penegak hukum membuat standar pemeriksaan di masing-masing institusi. Standar pemeriksaan yang dimaksud adalah standar yang mengadili perkara yang melibarkan difabel dan bisa dilihat pada Peraturan Pemerintah (PP) tentang Akomodasi Yang Layak yakni PP nomor 39 tahun 2020 dan diimandatkan di Undang-undang  8 tahun  2016. Jadi perintah itu harus dijalankan. Siapa saja yang diperintah? Semua lembaga penegak hukum kepolisian, kejaksaan dan Mahkamah Agung, Mahkamah Konsitusi bahkan KPK. dan sayangnya sampai sekarang KPK belum pernah membahas hal seperti ini.
  2. Dari sisi realita, apa sih pentingnya dibentuk Perma untuk jadi pedoman perkara yang melibatkan difabel : perlu satu pedoman bagi hakim dalam menangani perkara yang melibatkan difabel. Mengapa demikian? Karena ada kekhususan- kekhususan yang tidak diatur secara khusus, justru hakim hanya akan menggunakan tata cara yang sifatnya umum dan itu eksklusif, tidak menjamin tata cara  difabel yang berhadapan dengan hukum. Pemahaman hakim juga berbeda- beda, belum ter-arus-utama tentang difabilitas jadi perlu dipandu dalam satu pedoman sehingga nanti juga akan menjadi satu pedoman yang berlaku untuk hakim agar terhindar dari apa yang disebut disparitas. Dalam urusan pidana, disparitas bisa diartikan putusan yang berbeda pada jenis perkara pidana yang sama. Biasanya dimatikan dengan independensi hukum.
  3. Sebagai Pelengkap untuk Hukum Acara baik itu formil atau di dalam mengadili perkara maupun hukum material. Mengapa ini penting? Karena di Indonesia saat ini memang belum inklusif dan belum disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan ketika mengadili difabel, sehingga butuh modifikasi hukum.  Itulah pentingnya Perma ini. Kalau hanya untuk AYL, sebenarnya di MA sudah dikeluarkan surat edaran dirjen mengenai AYL di bidang pelayanan. Tetapi  formil materiil untuk mengadili di teknis yudisial belum ada.

 

  1. Penting untuk jadi pedoman bagi aparatur pengadilan dalam mengatur adminstrasi perkara. Juga bisa menjadi standar sehingga tidak ada perbedaan. Yang juga penting  tujuannya adalah untuk menjamin pemenuhan perlindungan dan penghormatan hak difabel di proses pengadilan.
  2. Sebagai upaya dari institusi penegak hukum MA untuk ikut mereformasi hukum dari bawah. Idealnya reformasi sistem hukum ini  di tingkat Undang-Undang  yakni perubahan Kitab UU Hukum Perdata, Kitab UU Hukum Dagang, Kitab UU Hukum Pidana maupun hukum acaranya, KUHAP. Itu yang harusnya diubah  tetapi untuk mengubah jadi inklusif maka butuh perjuangan yang lebih panjang, sambil terus dilakukan, maka Perma lahir untuk modifikasi.

Sementara itu Guse Prayudi, Tim Asistensi Pokja Akses, yang juga seorang hakim di MA menyatakan bahwa tujuan Perma dibuat dikaitkan dengan kewenangan yang diberikan. UUD 45 pasal 24a mengatur limitasi dari MA, pertama mengadili perkara pada tingkat kasasi, Juditial Review , peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang dan yang ketiga adalah mempunyai kewenangan lain yang diberikan  oleh Undang-Undang.

Undang-undang tentang  MA yakni nomor 14 tahun 1985 dan UU nomor 3 tahun 2009 memberi kewenangan kepada MA, dalam hal-hal tertentu dapat mengatur apabila terjadi kekosongan atau kekurangan hukum demi lancar dan jalannya penyelenggaraan peradilan dan tentunya diperlukan aturan-aturan teknis. Dalam Penjelasan di UU MA juga dijabarkan bahwa dalam penyelenggaraan peradilan, apabila terjadi kekosongan hukum, maka MA diberi kewenangan untuk membuat aturan sebagai bahan pelengkap. Dalam bentuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum. Mengisi itu artinya yang ada yang kurang diisi, ditata ulang, disesuaikan, dan konteksnya diperjelas. Itu batasan mengapa MA punya kewenangan membuat Perma.

Lantas di sisi lain, apakah Perma itu kebijakannya internal MA? Perma daya jangkaunya, beberapa hal menjadi bahan perdebatan. Di UU tentang sistem pembentukan perundang-undangan yakni nomor 12/2011 ada hirarki peraturan perundang-undangan. Ada tujuh mulai dari UUD 45, Tap MPR, peraturan perundang-undangan, Perppu, PP, Perpres, Perda Provinsi, Perda kota kabupaten. Lantas di mana letak MA? Pasal 8 dinyatakan bahwa selain yang ketujuh itu kemudian ada peraturan yang dibuat oleh lembaga termasuk MA yang diakui kelembagaannya, yang sah, kemudian mengikat dengan catatan, dengan aturan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangannya.

 

Perihal tersebut makanya Mahkamah Agung punya delegasi kewenangan dan konteksnya adalah di mana posisinya Perma itu? Ada ahli Tata Negara, apakah setara dengan UU adalah konteks yang lain tapi perlu dinyatakan di sini bahwa faktanya  Perma terlalu mengikat kepada aparatur peradilan, dan pada pencari keadilan dan stakeholder yang lain. Dan fakta yang lain adalah dari 1954-2024 MA sudah menyusun Perma sebanyak 120, yang diundangkan 19, yang dicabut beberapa, tinggal yang efektif ada 104 Perma. Draft Perma yang saat ini disusun akan menjadi Perma ke-105.[]

 

Reporter : Astuti

Editor      : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air