Views: 16
Solidernews.com, Yogyakarta. MINGGU
pertama bulan Juli 2024, secara serentak Kota Yogyakarta mengumumkan hasil Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) Sekolah Menegah Pertama (SMP) tahun pelajaran
2024/2025. Tiba-tiba, Kamis pagi (4/7/2024), solidernews.com mendapatkan informasi, sebanyak 39 siswa jalur afirmasi disabilitas tidak diterima masuk SMP
negeri di Kota Jogja.
Satu kasus luar biasa, yang seharusnya tak terjadi pada dunia pendidikan di Kota
Yogyakarta, yang telah menasbihkan diri sebagai kota inklusi. Bagaimana inklusi itu dalam kebijakan? Sebuah aturan telah dimiliki Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta. Bahwa difabel tetap berkesempatan mengikuti PPDB jalur afirmasi, zonasi
maupun prestasi. Tiap-tiap rombel (rombongan belajar) atau kelas, memberikan
kuota dua kursi bagi difabel.
Hal tersebut, telah diatur melalui petunjuk teknis pelaksanaan PPDB realtime
online Kota Yogyakarta 2024/2025. Bahwa
jalur PPDB SMP mengatur adanya sistem afirmasi bagi siswa penyandang
disabilitas (difabel), sebesar 5 (lima) persen. Angka lima persen kuota bagi siswa difabel, dipertegas dengan kuota dua siswa dalam tiap-tiap rombel atau kelas. Secara
teknis dituangkan dalam Petunjuk Teknis (Juknis) Kepala Dinas Pendidikan DIY 2019/2020.
Gagal pahami kuota
Siapapun dan apapun bentuk kebijakan yang diberlakukan, terdapat ketentuan kuota
yang hanya harus diisi oleh siswa difabel. Bisa digunakan siswa non difabel, ketika kuota tersebut benar-benar tak terisi. Mengapa? Sebab jumlah pendaftar difabel
lebih sedikit dibanding dengan jumlah kuota yang tersedia. Namun, ketika kuota masih ada, yaitu sebanyak 33 kursi. Tapi 39 siswa difabel terlempar dari sisitem PPDB, fakta ini sungguh ironis.
Menurut informasi Kepalal Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan Kota Yogyakarta Aris Widodo, fakta tersebut sangat memilukan. Melukai nilai inklusif yang selama
belasan tahun telah diperjuangkannya. Sebuah kemunduran implementasi pendidikan inklusi di Kota Yogyakarta. Kota yang menjadi barometer perjalanan inklusivitas
di Republik Indonesia tercinta.
“Tahun-tahun
sebelumnya, PPDB SMP dilakukan secara offline melalui kami, ULD. Didahului dengan, para siswa lulusan Sekolah Dasar dilakukan assessment. Hasilnya adalah catatan
dan rekomendasi atas kondisi, kebutuhan dan solusi yang dibutuhkan tiap-tiap siswa,” terang Aris.
Selanjutnya, lanjut dia, hasil assessment juga berguna sebagai rekomendasi bagi difabel memilih SMP. Selain itu, assessment juga merupakan catatan bagi sekolah-sekolah SMP
tempat para siswa difabel menempuh pendidikan. Tidak pernah ada kasus siswa difabel ditolak dalam PPDB SMP.
SMP Swasta
Dikonfirmasi perihal sistem baru PPDB SMP yang berdampak pada tertolaknya 39 difabel, Dinas
Pendidikan Kota memberikan jawaban. Kepala Seksi Kurikulum Dinas Pendidikan
Kota Yogyakarta, Santo Mugi Prayitno, memberikan klarifikisanya. Bahwa, sistem PPDB Online, adalah satu cara memberikan hak yang sama dan setara pada calon peserta didik difabel.
“Penetapan PPDB online tahun ini, dimaksud agar difabel lulusan SD, bisa mendaftar melalui
semua jalur. Apakah jalur prestasi, zonasi, maupun afirmasi. Jika memang ada
calon siswa difabel yang memiliki prestasi, baik akademik maupun nonakademik, dapat juga menggunakan jalur prestasi. Artinya hak calon siswa difabel sama
persis dengan calon siswa lainnya.” Ujar Santo, demikian nama panggilannya.
Solusi yang diberikan, semua difabel yang tertolak digiring bersekolah di SMP swasta, dengan pendanaan Jaminan Pendidikan Daerah (JPD). Adapun pertanyaan terkait kuota
kursi siswa difabel di empat SMP (SMP 1, SMP 5, SMP 8 dan SMP 15) yang belum
terisi, mengapa dilimpahkan kepada pendaftar nondifabel melalui jalur zonasi? Hingga
tulisan ini disajikan, Dinas Pendidikan Kota tidak memberikan jawaban.
Sosialisasi belum
maksimal
Adapun, Kepala Bidang Pendidik Tenaga Kependidikan Data dan
Sistem Informasi Disdikpora Kota Yogyakata, Manarima, menjelaskan seluruh
proses dalam PPDB tahun ini berbasis online berbeda dari tahun lalu.
Untuk itu, seluruh SMP negeri yang menerima
peserta didik jalur afirmasi disabilitas didata dan dimasukkan ke website untuk
kemudian bisa dipilih. Berikut juga disampaikan berapa kuotanya. “Mereka
memilih sekolah sesuai dengan yang diharapkan dekat rumah atau mana. Dari 16 (SMP) itu mereka diminta memilih,” jelas Manarima Senin (29/7/2024).
Manarima menjelaskan ternyata para calon peserta
didik hanya memilih beberapa sekolah. Akibatnya, banyak sekolah yang menyediakan kuota justru tidak dipilih. Hal ini yang menyebabkan 39 siswa terlempar belum mendapat sekolah.
Pada verifikasi hari kedua, 39 siswa tersebut
menurutnya telah diberi arahan oleh UPT Unit Layanan Disabilitas (ULD) jika sekolah yang mereka pilih sudah memenuhi kuota.
“Yang mendaftar itu 180 (siswa) yang masuk
(terverifikasi) 179, yang diterima 140, sehingga masih ada 39 yang belum dapat sekolah,” ungkap Manarima.
“Ketika melakukan verifikasi di UPT ULD mereka sudah diberikan pendampingan bahwa di hari kedua diberi tahu sekolah ini
sudah penuh. Memang ada sekolah-sekolah tertentu yang tidak dipilih,”
paparnya.
Sedangkan untuk sekolah yang menyediakan kuota
bagi siswa difabel dan tidak dipilih saat PPDB jalur afirmasi, menurut
Manarima, kuotanya dialihkan ke jalur lainnya. Sebab, kuota siswa harus
terpenuhi sebelum PPDB berakhir.
“Jadi pertama bibit unggul, kedua itu radius dan disabilitas, jika bibit unggul ada yang kosong atau disabilitas ada
yang kosong, nanti yang kosong dialihkan ke zonasi daerah,” ungkapnya.
Terhadap 39 siswa yang terlempar dari PPDB jalur
afirmasi, lanjut Manarima, diarahkan ke SMP swasta yang telah disiapkan UPT
ULD. Mereka juga mendapat Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) sebesar Rp 4 juta per
tahun.
“UPT ULD menyiapkan 10 sekolah untuk kemudian
akan ditawarkan ke mereka masuk SMP mana saja kepada yang tidak lolos, kalua dia berkenan ditempatkan di situ ada jaminan pendidikan daerah yang disiapkan,” jelas dia.
Catatan hasil analisis
Dari berbagai catatan dan konfirmasi yang dilakukan solidernews.com, analisis pun disajikan dalam tulisan panjang kali
ini.
Pertama,
perubahan kebijakan pelaksanaan PPDB dari offline menjadi online, belum
maksimal disosialisakikan. Akibatnya, para orang tua tidak paham, bagaimana
mensikapi update penerimaan PPDB SMP 2024.
Kedua,
petunjuk teknis terkait kuota bagi difabel tidak dijalankan oleh Dinas
Pendidikan Kota Yogyakarta. Terbukti dengan adanya 33 kursi yang masih
kosong.
Ketiga, kebijakan dalam
mengisi kuota yang kosong tidak tepat. Semestinya, kuota bagi difabel hanya bisa
diisii difabel. Karena ada fakta 39 difabel yang terlempar dari sistem. Namun fakta yang terjadi, justru diberikan kepada pendaftar umum, agar kuota segera terisi sebelum berakhirnya PPDB.
Keempat, pelaksanaan
atau implementasi kebijakan oleh pejabat pemangku kepentingan tidak tegas. Sehingga pendidikan inklusi berjalan setengah hati. Lebih tepatnya, hanya basa-basi.
Kelima,
kolaborasi kepedulian banyak pihak dibutuhkan. Agar marwah inklusi kembali pada hakikatnya. Kembali memanusiakan manusia. Apakah pembuat kebijakan. Pun masyarakat sebagai warga yang melaksanakan kebijakan. Karena, kebijakan yang
bermartabat, yang dijalankan dengan benar, adalah hakiki dari hidup
berkebangsaan. Hidup berkemanusiaan dan berperi keadilan.[]
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan