Views: 4
Solidernews.com – Pemilihan Umum atau pemilu 2024 sudah semakin dekat. Persiapam untuk memenuhi hak politik perlu disiapkan dengan baik, termasuk untuk masyarakat difabel. Mewujudkan pemilu inklusif menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan lembaga penyelenggara maupun pihak terkait lainnya.
Akses informasi menjadi sangat penting sebagai salah satu upaya mengenali para calon peserta pemilu, baik partai yang mengusungnya ataupun profil pribadi dari calon legislatif atau caleg yang tengah berkompetisi merebut suara dari masyarakat.
Beberapa temuan informasi dari situs resmi penyelenggara pemilu telah menampilkan foto dan biodata caleg, akan tetapi masih ada profil yang disembunyikan atau tidak berkenan untuk diakses oleh publik. Temuan lainnya, informasi dari atribut kampanye seperti poster dan baliho yang umumnya hanya mencantumkan foto, nama caleg, nama dapil, nomor urut serta partai pengusung atau individu, meskipun ada yang dilengkapi dengan tageline, masih ada yang menggunakan kalimat pelesetan ataupun meminta dukungan.
Informasi seperti inilah yang masih sulit dipahami oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat difabel. Umumnya pemilih difabel lebih membutuhkan informasi yang singkat, jelas, mudah untuk mereka pahami. Akses ini menjadi salah satu hak politik bagi masyarakat difabel yang seharusnya terpenuhi.
Seperti yang disampaikan oleh Shita dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia atau Gerkatin kota Yogyakarta dalam forum diskusi difabel demokrasi, ia hingga saat ini masih belum dapat memahami dengan baik profil dari caleg yang akan maju pada pemilu 2024 mendatang. Pengalaman ia di pemilu sebelumnya, cara memilih caleg yang mudah hanya dengan melihat dari poto yang disukai saja.
“Ada beberapa caleg yang tahu wajahnya namun tidak mengetahui visi misinya,” ungkap Juru Bahasa Isyarat, menerjemahkan isyarat tangan Shita kepada forum.
Sama halnya dengan yang dirasakan oleh Rika, orangtua dengan anak difabel Tuli, ia mengatakan selama ini sosialisasi tingkat kecamatan dan desa belum masuk ke ranah difabel, khususnya Tuli.
“Diharapkan kedepannya ada sosialisasi di beberapa wilayah khusus difabel,” pintanya.
Ambaranto difabel fisik mewakili Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) kota Yogyakarta juga menungkapkan, difabel pun butuh informasi terkait hasil dari perolehan suara yang dapat diakses.
Hak politik bagi difabel
Dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pada pasal 13 seruntutan hak politih bagi difabel sudah tertuang. Hak politik untuk difabel meliputi hak:
(1) Memilih dan dipilih dalam jabatan publik. (2) Menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan. (3) Memilih partai politik dan atau individu yang menjadi peserta dalam pemilihan umum. (4) Membentuk, menjadi anggota dan atau pengurus organisasi masyarakat dan atau partai politik. (5) Membentuk dan bergabung dalam organisasi penyandang disabilitas dan atau mewakili penyandang disabilitas pada tingkat lokal, nasional dan internasional. (6) Berperan serta secara aktif dalam sistem pemilihan umum pada semua tahap dan atau bagian penyelenggaraannya. (7) Memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana pemyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lainnya. (8) Memperoleh pendidikan politik.
Penyelenggaraan pemilu yang ramah bagi difabel
Bagaimana penyelenggaraan pemilu agar ramah untuk masyarakat difabel?
(1) Melibatkan difabel dalam proses pemilu, baiksebagai petugas pemungutan suara maupun pengawas pemilu. (2) Mengadakan pendidikan politik dalam bentuk sosialisasi, seminar, atau lainnya untuk penambahan kapasitas pengetahuan bagi masyarakat difabel. (3) Menyediakan pendamping bagi difabel yang membutuhkan pendampingan dalam melakukan pencoblosan. (4) Menyediakan bentuk kampanye yang ramah bagi masyarakat difabel pengganti baliho dan bentuk visual audio. (5) Menyediakan informasi pemilu, seperti daftar pemilih, informasi calon legislatif, dan informasi lain yang terkait dalam pemilu. (6) Menghimpun informasi tentang jumlah dan ragam difabel dalam daftar pemilih tetap agar haknya dapat diadvokasi di TPS tempat memilih.
Stigma yang ada di lingkungan masyarakat masih menjadi penyebab utama permasalahan hak difabel dalam ranah politik. Difabel dianggap tidak mampu secara internal, padahal faktor eksternal dari lingkungan sosial dan fasilitas adalah penyebab utama ketidakmampuan mereka.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan Arief