Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Poster acara dengan 2 gambar pembicara dan moderator dengan warna dominan krem

Membongkar Budaya Diam: Ketika Difabel dan Kekerasan Emosional Hidup dalam Senyap

Views: 12

Solidernews.com, Yogyakarta – Lewat siaran langsung Instagram Live, Sabtu (14/6), Brailleiant Indonesia memperbincangkan hal yang selama ini jarang disentuh lewat diskusi bertema “Membongkar Budaya Diam: Ketika Difabel dan Kekerasan Emosional Berada dalam Satu Atap” yang membuka tabir luka-luka yang sering disembunyikan di balik senyum dan kesabaran.

Fadliah Sarita Rustam, penerima beasiswa LPDP dan mahasiswi difabel mental Universitas Gadjah Mada, hadir sebagai pembicara utama dengan ditemani oleh Arif Prasetyo dari UIN Sunan Kalijaga yang juga aktif menggerakkan Brailleiant Indonesia. Ketika difabel dan kekerasan emosional berkelindan dalam kehidupan sehari-hari masih dianggap sebagai   sesuatu yang tabu.

Isu yang diangkat bukan sekadar isu sensitif, melainkan realitas yang acap dihadapi oleh sebagian besar difabel namun seringkali pula diabaikan. Budaya diam terhadap kekerasan emosional, terutama di lingkungan terdekat seperti keluarga dan institusi pendidikan, menjadi sorotan tajam yang semestinya tidak dilanggengkan. Kekerasan emosional kerap kali tidak terlihat, namun dampaknya bisa jauh lebih dalam dan membekas.

Sari membuka pembahasan dengan memperkenalkan konsep segitiga pikiran, perasaan, dan perilaku, suatu pendekatan psikologis yang menjelaskan bagaimana keyakinan dan asumsi negatif tentang diri dapat membentuk perasaan dan tindakan yang merugikan. “Pikiran seperti ‘saya tidak berguna’, atau ‘saya beban’ bisa membuat seseorang menarik diri dan kehilangan motivasi hidup,” tuturnya dengan nada tenang.

Tak hanya berhenti pada analisis psikologis, Sari juga menyoroti peran penting keluarga dan pendamping difabel dalam membangun kepekaan. Ia menyebut bahwa banyak difabel merasa menjadi beban bagi pendamping mereka, terlebih jika hubungan itu belum dilandasi oleh empati atau perspektif yang kuat dengan difabel. Di sinilah konsep tautic experience, hubungan yang terjalin karena pernah mengalami hal yang sama, menjadi penting dalam membangun dukungan emosional.

Kekerasan emosional, sebagaimana dijelaskan Sari, bisa hadir dalam bentuk meremehkan, mengontrol berlebihan, hingga mengabaikan kebutuhan komunikasi difabel. Beberapa ungkapan seperti “lulus LPDP karena jalur kasihan” atau “jangan menikah dengan difabel, nanti ketularan” menjadi contoh konkret kekerasan verbal yang menyusup dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata itu tidak hanya menyakitkan, tapi bisa membuat seseorang merasa tak layak dicintai.

Intervensi psikologis pun dibahas mendalam. Mulai dari terapi emosi, afirmasi positif, hingga support group untuk menciptakan ruang aman. Sari bahkan mengangkat pentingnya seni sebagai media terapi, terutama seni lukis yang tidak hanya mengungkapkan emosi, tetapi juga memancing refleksi personal dan sosial.

Tidak kalah penting adalah penguatan perilaku melalui penghargaan kecil dan testing reality, yakni teknik mengenali dan menantang pikiran irasional melalui pertanyaan reflektif. Sari menyebut bahwa buku apresiasi merupakan alat sederhana namun ampuh untuk membentuk persepsi diri yang lebih positif. “Ini membantu difabel dalam memaknai diri secara lebih positif,” paparnya.

Di tengah pesatnya arus digital, media sosial menjadi ruang online dengan dua mata pisau bagi difabel. Di satu sisi, platform itu dapat menjadi sarana afirmasi positif, tempat berbagi pencapaian, menginspirasi, dan membangun lingkungan yang saling mendukung. Namun di sisi lain, paparan komentar yang terkesan merendahkan, ekspektasi yang tidak realistis, atau perbandingan sosial yang tak sehat justru bisa memperparah luka emosional yang sudah ada.

“Kita bisa saja terlihat kuat di depan layar, tapi sebenarnya sedang rapuh di baliknya. Maka bijak dan selektif-lah dalam mengkonsumsi konten supaya mengurangi risiko negatifnya,” pungkasnya.[]

 

Reporter: Bima Indra

Editor      : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

berlangganan solidernews.com

Tidak ingin ketinggalan berita atau informasi seputar isu difabel. Ikuti update terkini melalui aplikasi saluran Whatsapp yang anda miliki. 

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content