Views: 15
Solidernews.com – Desa, adalah salah satu entitas di tingkat akar rumput yang akan sangat berpengaruh langsung dalam kehidupan masyarakat. Umumnya, desa terletak di wilayah terpencil, sedang dalam proses berkembang dan cenderung belum sepenuhnya terdampak oleh masifnya pembangunan. Karena berbagai faktor seperti kondisi alam dan masih minimnya keberpihakan pemerintah, umumnya desa agak sedikit terpinggirkan dibandingkan masyarakat perkotaan. Meski demikian, masyarakat desa adalah komunitas paling dominan di negara ini. Mayoritas masyarakat Indonesia adalah orang yang hidup di desa. Oleh karenanya, tak heran banyak masyarakat difabel tinggal di desa.
Di sisi lain, Kesadaran akan hak-hak difabel masih merupakan tantangan besar. Meskipun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas telah diberlakukan, banyak difabel di desa yang masih belum mengetahui sepenuhnya tentang isi undang-undang tersebut dan bagaimana hak-hak mereka yang dijamin di dalamnya.
Dalam lawatan ke beberapa teman difabel di desa, ditemukan bahwa akses terhadap informasi terkait undang-undang disabilitas sangat terbatas. Keterbatasan aksesibilitas fisik dan rendahnya tingkat literasi di desa membuat sulitnya menyebarkan informasi tentang undang-undang tersebut kepada masyarakat, terutama bagi teman-teman difabel.
sekitar 90 persen dari populasi difabel di desa nanggela, belum menyadari akan keberadaan Undang-undang disabilitas. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan dalam hal penyuluhan dan pemahaman mengenai hak-hak mereka.
Dalam percakapan dengan sejumlah difabel di desa Nanggela, kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, banyak dari mereka mengungkapkan ketidaktahuan mereka tentang hak-hak yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016. Misalnya, banyak yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk mendapatkan aksesibilitas yang layak di tempat umum, akses ke layanan kesehatan yang memadai, atau hak untuk mendapatkan pendidikan inklusif.
Salah seorang teman difabel fisik, Otong, mengatakan: “Saya tidak tahu tentang adanya Undang-undang tersebut, serta saya berhak mendapatkan akses yang layak di tempat-tempat umum pun saya tidak tahu.”
Pernyataan lain dari Yadi seorang difabel fisik, menyatakan:” Gimana saya bisa tahu undang-undang disabilitas; orang gak pernah ada yang ngasih tahu.”
Pernyataan ini sangat relevan dan mencerminkan tantangan yang sering dihadapi oleh banyak difabel di desa dalam memahami undang-undang disabilitas.
Program SOLIDER INKLUSI yang akan di lakukan tahun 2024 oleh FKDC salah satu mitra SIGAB di desa nanggela, diharapkan dapat menjadi langkah yang signifikan dalam meningkatkan pemahaman difabel akan hak-hak mereka. Melalui program ini, difabel akan memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi tentang Undang-undang disabilitas dan hak-hak mereka. Dengan partisipasi aktif dalam program ini, diharapkan para difabel dapat memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam serta merasa lebih semangat untuk memperjuangkan hak-hak mereka dalam masyarakat.
“Semoga adanya program Solider Inklusi ini dapat meningkatkan pengetahuan teman-teman difabel di desa tentang pentingnya Undang-undang Disabilitas, agar semua dapat bersama-sama memperjuangkan hak-haknya,” ungkap Udin salah satu Fasilitator Desa di program Solider Inklusi.
Dengan demikian peningkatan kesadaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 di kalangan difabel di desa-desa menjadi penting untuk memastikan bahwa hak-hak mereka dilindungi dan mereka dapat hidup dengan martabat di tengah masyarakat. Pemerintah setempat, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas difabel perlu bekerja sama untuk menyebarkan informasi tentang undang-undang tersebut dengan lebih efektif ke tingkat desa, serta memberikan pendampingan bagi difabel dalam memahami hak-hak mereka.[]
Reporter: Apipudin
Editor : Ajiwan