Views: 114
Solidernews.com – Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa pihak asing telah membiayai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dengan maksud mengadu domba berbagai pihak di Indonesia. Pernyataan itu disampaikan Prabowo dalam sebuah pidato memperingati Hari Kelahiran Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta, Senin (2/6/2025). Dalam pidato tersebut, Prabowo menyebut bahwa dengan uang, pihak asing membiayai LSM untuk mengadu domba masyarakat Indonesia. “Mereka katanya adalah penegak demokrasi, HAM, kebebasan pers, padahal itu adalah versi mereka sendiri,” kata Prabowo (kompas.com).
Siapa saja LSM yang dimaksud Prabowo? Presiden Republik Indonesia ke 8 itu tidak menjelaskan lebih lanjut. Namun, menurut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, Presiden Prabowo sudah mengantongi dan memiliki data terkait LSM yang disebutnya mengadu domba masyarakat. Hasan menambahkan bahwa LSM yang masuk kategori seperti yang dituduhkan adalah “organisasi-organisasi tertentu yang memang tampak dengan jelas, kemudian selalu mendiskreditkan pemerintah, atau mencemooh usaha-usaha kemajuan yang ingin pemerintah lakukan, atau mencoba membatalkan, ingin program-program prioritas pemerintah dibatalkan saja, tidak dilanjutkan, jadi yang seperti itu,” ujar Hasan (kompas.com).
Tudingan Prabowo ini sontak menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Sebagian kalangan mengamini pernyataan Prabowo bahwa memang kehadiran LSM di Indonesia adalah sebagai kepanjangan tangan kekuatan asing yang berniat memecah belah negara. Sebaliknya, ada pula yang tidak setuju dengan pernyataan tendensius Prabowo itu.
Bisa dipahami jika ada yang tidak setuju dengan pendapat Prabowo tersebut. Hal itu karena pernyataan Prabowo cenderung problematis, manipulatif, dan misleading dalam tiga hal: pertama, Prabowo mengeneralisasi seakan-akan kehadiran LSM di Indonesia seluruhnya dimaksudkan sebagai alat pecah belah dari berbagai kekuatan asing di Indonesia. Patut diakui bahwa berbagai LSM di Indonesia memang sebagian besarnya mendapat bantuan dana dari lembaga atau pihak-pihak dari luar Indonesia. Tapi memukul rata bahwa dengan mendapat pendanaan dari lembaga asing menjadi indikasi LSM-LSM di Indonesia merupakan agen asing untuk memecah belah jelas sesuatu yang keliru.
Memang pihak pemerintah, dalam hal ini Hasan Nasbi, selaku Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, menggarisbawahi bahwa Prabowo tidak bermaksud menyamakan seluruh LSM sebagai alat kepentingan asing untuk mengadu domba masyarakat, tapi pernyataan Prabowo yang telah tersebar luas itu, secara tersirat menunjukkan bahwa ia menganggap semua LSM sebagai alat kepentingan asing. Seharusnya kalau memang pemerintah melihat ada kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan sebagian LSM di Indonesia sampaikan saja apa masalah utamanya. Kalau memang ada tindak pidana yang dilakukan LSM-LSM tersebut, maka bawa saja ke ranah hukum. Jangan justru melontarkan pernyataan yang malah mengeneralisasi bahwa semua LSM adalah alat kepentingan asing untuk memecah belah negara.
Pendapat Prabowo tentang LSM sebagai alat pemecah belah menandakan bahwa pemerintah punya prasangka negatif terhadap eksistensi LSM di Indonesia. Padahal, kehadiran LSM di Indonesia justru dapat berperan untuk membantu kerja-kerja pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Untuk menjadi contoh, kita bisa melihat dari apa yang dilakukan SIGAB Indonesia. Organisasi ini punya fokus untuk membela hak-hak difabel sekaligus terlibat aktif dalam usaha pemberdayaan difabel yang punya status, kedudukan, dan hak yang sama dengan warga negara lain di Indonesia. Apakah yang dilakukan SIGAB memecah belah negara? Tentu saja tidak. SIGAB justru membantu tugas-tugas pemerintah untuk memberdayakan difabel yang selama ini belum maksimal diberdayakan oleh para pemangku kepentingan. Kehadiran SIGAB membantu pemerintah menambal berbagai kebolongan kebijakan yang selama ini ada dalam konteks pemenuhan dan pemberdayaan hak-hak difabel di Indonesia. Berangkat dari hal itu, maka tudingan Prabowo bahwa LSM di Indonesia hadir untuk memecah belah bangsa adalah tidak tepat.
Kedua, tuduhan bahwa LSM di Indonesia menjadi alat adu domba asing adalah sesuatu yang sangat subyektif. Pemerintah seperti dikatakan Hasan Nasbi disebutkan memiliki indikator-indikator dalam membedakan mana LSM yang memecah belah mana yang tidak. Hal itu secara sekilas terkesan seperti tidak ada masalah. Padahal berbagai indikator yang disampaikan itu justru masalahnya. Indikator, seperti LSM yang secara jelas mendiskreditkan atau mencemooh program-program pemerintah, adalah indikator yang sangat multi tafsir dan berpotensi menjadi senjata pemerintah untuk bertindak sewenang-wenang terhadap LSM di Indonesia.
Jika pemerintah bersikukuh bahwa LSM menjadi corong kepentingan asing untuk memecah belah, pemerintah harus membuktikan secara jelas apa saja indikasinya LSM dikatakan mendiskreditkan dan mencemooh pemerintah. Hal ini harus jelas karena apabila indikasinya tidak jelas, maka berbagai tuduhan dan prasangka negatif itu akan menjadi tudingan sepihak yang tidak berdasar. Bisa saja sesuatu yang dianggap mendiskreditkan atau mencemooh oleh pemerintah, menurut para aktivis LSM justru tidak dianggap demikian. Bisa saja malah tindakan tersebut dinilai sebagai kritikan dan masukan biasa. Oleh sebab itu, tudingan pemerintah itu pada dasarnya sangat subjektif dan berbahaya karena berpotensi menimbulkan penafsiran beragam yang ujungnya bisa disalahgunakan dalam ranah hukum.
Ketiga, pernyataan Presiden Prabowo secara tidak langsung dapat dikatakan sebagai tindakan gaslighting kepada seluruh orang-orang yang aktif di LSM. Mereka yang bekerja di LSM dengan niatan tulus untuk terlibat dalam kerja-kerja pemberdayaan di masyarakat, secara implisit dilabeli sebagai agen-agen asing yang bertujuan memecah belah negara. Hal ini sangat manipulatif dan tidak berdasar. Kalau pemerintah menemukan fakta bahwa ada LSM di Indonesia yang memang seperti yang dituduhkan, lalu langkah apa yang akan pemerintah ambil selanjutnya? Hingga tulisan ini dibuat, pemerintah belum ada menyampaikan langkah apa saja yang akan ditempuh untuk menyikapi hal itu. Yang terjadi pemerintah malah melempar bola liar ke hadapan publik tentang eksistensi LSM di Indonesia.
Kondisi tersebut sangat berbahaya karena nantinya dapat mempengaruhi persepsi publik secara luas mengenai eksistensi LSM di Indonesia. Mereka yang tidak paham atau tidak familiar dengan kerja-kerja pemberdayaan di tubuh LSM, bisa dengan mudah mempercayai argumen pemerintah itu tanpa filter terlebih dahulu. Dampak jangka panjang dari hal demikian membuat LSM-LSM yang tidak seperti yang dimaksud Presiden Prabowo akan ikut terkena imbasnya. Mereka akan mendapat stigma atau labelling di masyarakat sebagai alat kekuatan asing untuk memecah belah. Padahal, lagi-lagi harus ditegaskan bahwa tudingan Presiden Prabowo sangat subjektif karena pada faktanya banyak LSM yang justru bekerja membantu program-program pemerintah di seluruh Indonesia. Mereka yang benar-benar bekerja untuk masyarakat luas, bukannya mendapat apresiasi tapi malah dituduh secara negatif.
Oleh sebab itu, Presiden Prabowo ke depannya perlu meluruskan secara jelas mengenai pernyataannya tersebut. Apabila memang pemerintah menemukan kasus-kasus hukum di mana LSM secara sah dan meyakinkan memecah belah bangsa, maka proseslah LSM tersebut sesuai dengan aturan yang ada. Jangan justru melabeli dan menyamakan seakan-akan semua LSM di Indonesia bermasalah dan punya tendensi memecah belah negara. Tuduhan bahwa LSM adalah agen pecah belah asing merupakan tudingan yang serius dan menyakitkan bagi para aktivis LSM yang benar-benar bekerja secara tulus untuk masyarakat.[]
Penulis: Zeffa
Editor : Ajiwan