Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Libatkan Difabel Pada Sosialisasi Pemilih; KPU RI Akui Sejumlah Persoalan Terkait Pemenuhan Hak Politik Difabel

Views: 3

Solidernews.com—Gelaran sosialisasi Pendidikan Pemilih Pasca Pemungutan bagi Kelompok Pemilih Strategis yang telah dilaksanakan di 31 titik oleh KPU RI, menunjukkan keterbukaan diri untuk dievaluasi dan muhasabah bersama dengan para kelompok strategis. Target fokus zona 3T (Tertinggal, Terdepan, dan terluar) oleh KPU Ri ditargetkan di 38 lokasi yang tersebar di sseluruh Indonesia.

 

Salah satu kelompok strategis yang diberikan edukasi oleh KPU RI adalah kelompok masyarakat difabel, yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada Selasa 30 Juli 2024 di lokasi yang ke-31, lokasi sosialisasi pendidikan pemilih pasca pemilu jatuh di daerah Sleman, Yogyakarta, di Hotel Ramada By Whyndham yang beralamatkan di Jl. Magelang Km. 14, Jetis, Caturharjo, Sleman, Yogyakarta. KPU RI, KPU DIY, dan KPU Sleman mengajak komunitas difabel netra yang berkolaborasi dengan Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI).

 

Guna semakin memperdalam forum sosialisasi tersebut, KPU Ri secara resmi mengundang perwakilan partai politik (PARPOL) seperti Golkar, Nasdem, dan lain-lain yang berjumlah 18 tamu undangan, untuk ikut berdiskusi dan berinteraksi secara langsung dengan kelompok masyarakat difabel, dalam hal ini difabel netra. Dalam forum ini, KPU  meminta saran, masukan, dan arahan kepada para audien mengenai persoalan, tantangan, sekaligus hal-hal yang masih menghambat partisipasi para difabel agar dapat ikut aktif manakala gelaran pemilihan pemimpin negeri tengah berlangsung. Utamanya adalah para peserta pemilu di 2024.

 

“Dalam Forum ini, kita secara sadar memang mengakui kalau gelaran pemilu 2024, dalam konteks pelayanan difabel itu masih banyak kekurangan. Mulai yang tidak terdaftar sebagai masyarakat pemilih, didata sebagai non-difabel, mau pun pelayanan TPS yang kurang memadai bagi kelompok difabel, ternyata di lapangan masih terjadi. Maka dari itu, kami dengan legowo meminta saran kepada bapak/ibu hadirin yang hari ini mengikuti gelaran acara Sosialisasi yang diccanangkan KPU RI untuk bersuara dan memberikan ide serta solusi terhadap berbagai persoalan yang masih kami alami. Sekaligus saran ini supaya didengar langsung oleh para perwakilan PARPOL yang hadir,” ujar Sri Surani selaku anggota KPU DIY, dalam paparan materinya pada 30 Juli 2024.

 

Muhasabah Pelayanan Difabel netra

Sebanyak 82 difabel netra secara kompak meramaikan agenda dari KPU RI siang ini. Berbagai pemaparan materi dari 3 narasumber disimak dengan penuh perhatian. Dari forum sosialisasi ini, baik dari Sri Surani selaku anggota KPU DIY, Handayani Selaku perwakilan Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga, dan Yogi. M, Selaku perwakilan difabel netra dari Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), memaparkan data masing-masing.

 

Sri Surani menyatakan bahwa sudah ada upaya untuk memaksimalkan pelayanan bagi masyarakat difabel dengan berbagai ragamnya. Namun, ia juga menyadari kalau masih banyak ketidak sempurnaan dari pelayanan tersebut. Mulai soal Juru Bahasa Isyarat (JBI) di TPS yang masyarakatnya ada difabel tuli, fasilitas braille di surat suara yang tidak semua tercover, tim pendata lapangan yang kurang teliti dalam mendata masyarakat kelompok difabel, dan sejenisnya.

 

“Kami juga menemukan data dari lapangan tentang keterkaitan masyarakat difabel dalam pemilihan umum di 2024, baik yang diriset oleh organisasi difabel mau pun para pengkaji terkait. Bahwa yang terdaftar sebagai partisipan pemilih difabel itu hanya sekitar 35%, lantas 44% terdaftar sebagai non-difabel, dan sisanya malah tidak terdaftar sebagai masyarakat pemilih,” ujar Handayani selaku perwakilan PLD UIN Sunan Kalijaga pada 30 Juli 2024.

 

Yogi Matsoni selaku perwakilan ITMI pusat, juga menyampaikan penegasan mengenai pelayanan difabel, “Jangan pernah berbicara tentang kami, tanpa menghadirkan kami!”

 

Menurut klasifikasi partisipasi politik, ada 3 model yang dijelaskan Handayani. Pertama adalah Elektoral activity yang mana setiap peribadi/individu itu memiliki hak elektoral untuk berpartisipasi pada setiap aktivitas politik baik sebagai pemilih mau pun yang dipilih, organization activity  adalah partisipasi politik dengan skala organisasi, dan advokasi yaitu segala aktivitas untuk mempertahankan hak dan kewajiban yang harus disediakan oleh pihak penyelenggara pemilu. Tidak terkecuali di dalamnya adalah fasilitas untuk masyarakat difabel dengan segala kondisi yang di alaminya.

 

Maka dari itu, segala upaya harus tetap diupayakan untuk selalu melibatkan masyarakat difabel dalam proses aktivitas politik di negeri ini. Namun, memang harus diakui di pemilu 2024 ini KPU RI lewat perwakilan KPU daerah memang sudah berbenah pada pelayanan yang ada. Namun, persoalan seolah belum selesai. Masih banyak ditemukan hal-hal yang harus segera dibenahi guna validitas data, kenyamanan, dan kerahasiaan, serta penyediaan akomodasi untuk masyarakat difabel sewaktu memilih di TPS.

 

“sewaktu saya melakukan pemilihan di TPS daerah rumah, harus diakui memang pelayanan yang ada sudahdiperbaiki. Namun, saya merasa heran di data yang dipegang panitia, saya tercatat sebagai difabel mental. Padahal saya ini merupakan penyandang difabel sensorik netra,” ujar Endro, peserta yang mengutarakan pengalamanya di pemilu 2024 kemarin.

“Tidak hanya itu. Pemberian braille pada surat suara hanya tersedia dua lembar. Yaitu lembar presiden dan satunya. Untuk lembar DPRD, DPD, dan lainya tidak ada braille. Masak saya baru memilih dua surat suara, oleh panitia langsung diajak beranjak dari kotak suara,” imbuhnya.

 

Dalam pemaparannya, Endro menyatakan respons panitia itu memberikan dampak diskriminasi. Ia baru memilih dua surat suara, sedangkan ada 3 surat yang belum dicoblosnya. Waktu ia menegur panitia, si panitia itu pahamnya yang di coblos difabel netra hanya yang ada braille-nya. Sedangkan yang tidak ada, ia mengira tidak dicoblos. Endro melalui forum siang ini berharap pada pengadaan alat bantu yang tercantum dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1202 Tahun 2023 tentang Desain Surat Suara dan Desain Alat Bantu Tunanetra dalam Pemilihan Umum Tahun 2024, dapat di eksekusi dengan lebih matang. Seperti sosialisasi kepada panitia, mematangkan konsep braille di surat suara, dan lain-lain.

 

Pada akhir sesi acara, dari perwakilan KPU, anggota parpol, dan para hadirin secara kompak berkomitmen untuk membenahi pelayanan di pemilihan mendatang, untuk membentuk pelayanan difabel yang lebih matang. Koordinasi, kolaborasi, dan sinergi inklusi akan terus diupayakan untuk memaksimalkan partisipasi kelompok difabel yang ekssistensinya banyak tersebar di tengah-tengah masyarakat. Sri Surani juga mengungkapkan siap untuk dihubungi, diajak kerja sama, dan mau untuk menyiapkan tim-nya untuk mencocokan data dengan data yang dipegang oleh komunitas difabel.[]

 

Reporter: Wachid Hamdan

Editor       : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content