Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Langkah UNHAS Menuju Kampus Inklusif

Views: 27

Solidernews.com – Sejak pertengahan tahun 2023, Universitas Hasanuddin (Unhas) mulai menghadirkan Pusat Disabilitas (Pusdis) sebagai badan yang menangani persoalan-persoalan mengenai difabel di dalam kampus. Sebelum adanya Pusdis, hanya ada tiga orang mahasiswa yang memproklamirkan diri mereka sebagai difabel. Tiara (mahasiswa antropologi angkatan 2022), saya (mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2021) dan seorang mahasiswa S2 bernama Daud. Kami  berusaha menyuarakan keperluan dan kebutuhan kami sebagai mahasiswa difabel, bahkan sebelum adanya Pusdis. Namun gaungnya sangat kecil. Hal itu dipengaruhi oleh jumlah kami yang sangat   sedikit, ditambah lagi tidak adanya badan khusus di dalam kampus yang memiliki perhatian khusus terhadap isu inklusi difabel.

Kemudian melalui MOU bersama Yayasan PerDIK, UNHAS kemudian mendirikan Pusdis. Diketuai oleh Dr. Ishak Salim S.I.P M.A, Pusdis kemudian melakukan banyak perubahan dalam kampus. Menjaring mahasiswa untuk menjadi relawan teman difabel, menggagas pembangunan taman inklusif, melakukan penelitian-penelitian yang relefan dengan inklusi difabel dan kemudian membuka jalur penerimaan khusus afirmasi disabilitas. Melalui jalur penerimaan khusus afirmasi disabilitas ini, UNHAS memberi kesempatan pada seluruh ragam difabel untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Di pulau Jawa, mungkin sudah cukup banyak perguruan tinggi yang mendeklarasikan diri mereka sebagai kampus inklusif. Tapi berapa banyak kampus yang dengan amat terbuka menerima mahasiswa difabel tanpa terkecuali? Pusdis di bawah pimpinan Dr. Ishak Salim, melakukan itu dengan berani. Tentu saja ada banyak kesulitan. Misalnya bagaimana pembuatan kurikulum khusus bagi mahasiswa autistik atau bagaimana membawa mahasiswa berkursi roda menaiki tangga hingga ke lantai tiga nyaris setiap hari. Itu bukan kerja-kerja yang mudah. Perlu ketekunan dan banyak paksaan untuk dipercayai oleh pihak-pihak di dalam kampus, yang baru kali itu juga mendapati kenyataan bahwa difabel pun bisa berkuliah. Bukan hanya difabel netra, pengguna kruk atau HOH. Tapi juga ragam jenis difabel lainnya. Pengguna kursi roda, Cerebral Palsy, ADHD, autistik dan lain-lain.

Konstruksi pemikiran bahwa difabel hanya perlu diberikan keterampilan seperti memijat, menjahit, memelihara ikan dan sebagainya itulah yang berusaha disingkirkan oleh Pusdis. Bukan hanya membuka jalur penerimaan jalur khusus yang telah menerima 17 mahasiswa difabel sebagai upaya penyokong, Pusdis juga rutin melakukan rekrutmen relawan teman difabel. Mahasiswa-mahasiswa yang tertarik menjadi relawan sekaligus berteman dengan difabel, akan dihimpun dalam divisi kerelawanan dan diberi ruang serta waktu untuk belajar sekaligus mendampingi langsung mahasiswa difabel.

Diberi nama relawan teman difabel, karena para mahasiswa nondifabel yang bergabung tidak sedang dilatih menjadi sekadar pendamping. Walau tidak banyak terlibat dalam kerja-kerja mendampingi mahasiswa difabel. Namun hubungan antara relawan teman difabel dan mahasiswa difabel adalah hubungan spesial. Sama sekali bukan hanya berupa siapa yang mendampingi dan siapa yang didampingi. apalagi sekadar siapa yang membantu dan siapa yang dibantu. Hubungan relawan teman difabel dan mahasiswa difabel UNHAS lebih tepat jika dikatakan sebagai hubungan timbal balik, pertemanan, persaudaraan, saling menghargai dan membantu satu sama lain.

Dari ketiga mahasiswa difabel yang saya wawancarai sebelum meramu tulisan ini, pendapatnya ya sangat mirip. Mereka menghargai dan mensyukuri keberadaan Pusdis sebagai fasilitas kampus yang paling membantu mereka selama proses perkuliahan.

Agum, misalnya. Mahasiswa S2 jurusan manajemen yang juga aktif sebagai kordinator kerelawanan, merasa sangat beruntung dengan didirikannya Pusdis UNHAS. Dia merasa Pusdis adalah ruang bagi semua orang, tidak terkecuali mahasiswa difabel, untuk belajar mengenai isu gerakan difabel. Dari Pusdis juga dia mengenali kedifabelannya, organisasi-organisasi difabel, haknya sebagai warga negara dengan kondisi berbeda dan lain sebagainya. Bertukar pengalaman dengan mahasiswa difabel lain juga merupakan salah satu dari banyaknya hal baik yang ia dapatkan selama bergabung di Pusdis.

Selain kesadaran pihak kampus yang mulai terbentuk, UNHAS yang dulunya  sangat tidak aksesibel bagi difabel, kini menjadi jauh lebih inklusif. Sejumlah pembangunan dilakukan sebagai langkah preventif kampus dalam melindungi seluruh mahasiswa. Satu tahun belakangan, UNHAS  sudah membangun dan membenahi sejumlah bangunan fisik. Di antaranya seperti pembangunan toilet khusus disabilitas, parkiran khusus disabilitas, taman inklusif, inklusif corner dan jalur pemandu bagi difabel netra di perpustakaan utama kampus.

Apakah itu sudah cukup?

Tentu saja, belum cukup. Masih banyak bangunan fisik yang tidak aksesibel. Misalnya seperti kemiringan tangga yang curam, lubang yang tidak tertutup, bangunan bertingkat tanpa lift dan perpustakaan tanpa digitalisasi buku yang lengkap. Juga tentang kesadaran di kalangan mahasiswa dan staf kampus.

“tadi saya jalan di dekat kantin kudapan, terus ada orang yang menatap saya sambil mengatakan sesuatu yang seolah jijik sama keadaan saya,” kata Ilham (mahasiswa lowfision jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2023).

Kampanye inklusi difabel di kampus, dan perbaikan sejumlah bangunan fisik masih harus dan terus dilakukan. Inklusif bukanlah tujuan, tetapi proses yang harus terus menerus dijalani bersama-sama.[]

 

Penulis: Nabila May

Editor    : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content