Views: 4
Solidernews.com – Sewaktu menyimak berbagai macam dinamika di kalangan difabel, tidak jarang saya menemui masalah paling vital pada seorang difabel. Anehnya, hal tersebut tidak disadari dan seolah terabaikan begitu saja. Karena difabel itu sendiri yang kurang memindai hal itu lebih dini. Sebagian difabel lebih fokus soal kesetaraan hak, kesetaraan hukum, kesetaraan kerja, dan sejenisnya. Hal itu memang sudah baik. Tapi rasanya kurang lengkap, sebab ada persoalan internal yang tidak disadari. Apakah persoalan yang dimaksud? Yups, Hal tersebut adalah pemahaman seorang difabel terhadap dirinya sendiri secara mendalam.
“saya sudah tahu diri saya!” dan “Aku udah paham kok tentang diriku!” Itu beberapa celetukan yang terlontar dari kawan saya, manakala saya tengah ngopi santui di angkringan bersama beberapa rekan difabel. Lantas saya pahami yang mereka maksud sudah mengenal diri sendiri adalah: Tempat tanggal lahir, nama lengkap, nama ortu, tempat asal, hobi, dan sejenis hal lain yang sebenarnya itu adalah pemahaman soal mengenalkan diri. Bukan memahami diri sendiri secara mendalam.
Memang kenapa dengan mengenal diri sendiri secara mendalam? Apa sebab yang menjadikan memahami dan mengenal diri secara mendalam itu penting? Nah, Jadi dengan mengenal diri sendiri secara mendalam, kita dapat memaksimalkan kekuatan keyakinan pada diri, menggali dan mengembangkan potensi pribadi secara lebih kuat, dan dapat menganalisis kelebihan dan kekurangan pribadi secara lebih dalam dan dipahami secara sadar. Sehingga kita sebagai difabel dapat lebih hati-hati dan memiliki kewaspadaan yang kuat, agar kita tidak terjerumus pada jalan hidup yang kurang baik.
Apa yang dimaksud jalan hidup kurang baik? Ya, sederhana. Saya sering menemui seorang difabel yang lebih memilih jadi pengemis, daripada berkerja. Alasannya ia tidak punya keahlian dikarenakan kedifabelannya, yang bagi saya itu tidak bisa diterima alasannya, sebab kini banyak lembaga yang membantu difabel meraih skill untuk bekal masa depan. Ada lagi fenomena yang agak konyol bagi saya, yaitu saat menemui seorang difabel yang ia sangat vokal di kalangan difabel. Ia seolah paling pintar, paling kritis, paling memiliki wawasan, dan ekstremnya ia merasa paling benar sendiri. Tapi, bila dihadapkan dengan forum nondifabel, personal tersebut justru “Melempem,” tidak berani bersuara, tingkah sok pintarnya, menjadi ampas di forum nondifabel.
Persoalan pribadi difabel, setelah coba saya amati melalui riset kecil-kecilan saat bertemu dengan organisasi difabel, forum nongkrong difabel, dan bebrapa anak difabel di bangku sekolah, saya seddikit mendapatkan informasi bahwa difabel muda khususnya, masih sering mengalami kecemasan, tidak percaya diri, takut bersosialisasi dengan kawan nondifabel karena sering mengalami bulying, dan sebagainya. Kalau beberapa sikap mental itu terus dibiarkan, tentunya hal itu tidak baik bagi kesehatan dan keberlangsungan hidup nantinya.
“Di organisasi tempat saya kursus, itu ada orang yang kalau ngomong itu seolah paling bener dan pinter. Tapi sewaktu tak ajak ke kumpulan kawanku yang nondifabel, teman asramaku itu cerewet, sok pinter, dan paling benernya, waktu itu melempem, tak ada suaranya. Padahal ia paling gatal kalau tidak merespon diskusi di sebuah forum. Apa lagi, waktu itu kita tengah membahas tentang difabel yang mengalami musibah sewaktu berjualan di jalan,” ujar Hadi (salah satu sahabat difabel netra yang saya tanyai pada 01/06/2024).
Perenungan menggunakan Teori Johari Window
Lantas bagaimana caranya agar kita dapat memahami dan bisa menyelami karakter, kekurangan, kelebihan, potensi, dan hal-hal lainnya? Salah satu metode yang bisa dilakukan adalah menggunakan teori Johari Window atau yang juga dikenal dengan jendela Johari. Teori Johari Window ini dikembangkan oleh Joseph luft dan Harrington Ingham pada 1995. Model kerangka teori psikologi ini dipublikasikan oleh jurnal “The Western Training Labroratory in Group Development” dari University of California Los Angeles hingga akhirnya banyak digunakan oleh para akademisi di bidang Psikologi. Selain itu, Teori Johari Window dipahami sebagai sebuah rumusan teori untuk mengenal kesadaran diri tentang perilaku dan pikiran diri sendiri ataupun orang lain.
Dalam teori psikologi ini, ada empat aspek yang menjadi poin untuk mengenali diri, yang disebut dengan panel jendela atau kuadran, yang mengatakan manusia memiliki empat bagian, di mana masing-masing bagian itu memiliki fungsi penting dan saling terkait. Keempat panel jendela itu adalah:
Pertama adalah kuadran open self, merupakan daerah terbuka yang menunjukkan perilaku di mana seseorang sadar dan bersedia untuk dibagikan ke orang lain. Dengan kata lain kuadran ini menunjukkan perilaku yang kita dan orang lain sama-sama ketahui.
Kedua adalah kuadran blind self, merupakan daerah buta yang menunjukkan sifat dan perilaku yang dimiliki seseorang namun tidak ia kenali, akan tetapi dikenal oleh orang lain. Karena orang lainlah yang dapat menilai perilaku yang tidak kita sadari adanya.
Ketiga adalah kuadran hidden self, merupakan daerah tersembunyi yang menunjukkan perilaku yang dimiliki seseorang, yang ia kenali namun tidak bersedia untuk dibagikan pada orang lain sehingga orang lain tidak tahu.
Keempat adalah kuadran unknown self, merupakan daerah misteri yang menunjukkan perilaku, sifat, motivasi, serta intensi yang dimiliki seseorang namun tidak diketahui baik dirinya ataupun orang lain. Hal ini bisa jadi merupakan potensi tersembunyi dari diri seseorang yang belum diketahui.
Terus gimana caranya kita mengenali diri dengan konsep di atas? Caranya adalah memperluas bagian kuadran open self, dengan merenungi pribadi yang bisa di awali dengan pertanyaan “Heh, bro! sebenarnya dirimu ini seperti apa sih?” dan “Sebenarnya seperti apa sih kamu itu di pandang orang?” tentu ini bisa lewat tulisan atau berbicara dengan cara monolog (berbicara dengan diri sendiri). Setelah sedikit ada gambaran, terus gali dengan pertanyaan lainnya. Seolah kamu sedang bertanya dengan orang lain, tapi ini kamu bertanya pada diri sendiri. Misal diperdalam dengan pertanyaan “Pencapaian apa yang sudah kamu raih di setahun terakhir?” dan sejenisnya.
Selanjutnya kita juga bisa menambah informasi dengan menggunakan kuadran blind self. Di mana pada bagian tubuh ini, kita memiliki perilaku, watak, kreativitas, kecerdasan, dan potensi yang ini hanya disadari oleh orang lain. Bukan dari kita. Misalnya menggali pertanyaan ke orang: “Bro, aku mau nanya. Sebenernya aku itu orangnya seperti apa?” dan digali lagi, seperti: “Menurutmu aku memiliki watak bagaimana, keunggulan dan kelemahan di mana?”.
Untuk kuadran tiga dan empat, itu menjadi ranah pribadi. Karena Seberapa dalam kita mengenal diri, itu bisa memengaruhi porsi terbuka dan tertutupnya kuadran tiga dan empat. Semakin dalam kita menyelami pribadi, maka akan semakin banyak hal positif yang didapat. Misal: Jadi memahami adanya skill baru yang kita tidak tahu, kembali bisa menyadari niat awal merantau, kembali semangat karena sudah paham tujuan, lebih berhati-hati dengan kelemahan yang kita sadari, dan sebagainya.[]
Penulis: Wachid
Editor : Ajiwan