Views: 7
Solidernews.com, Yogyakarta. KURSI roda adalah masadepan bagi penggunanya. Bagaimana gambaran ideal institusi dan negara memfasilitasi kebutuhan kursi roda, yang berdampak positif bagi penggunanya, difabel dalam hal ini? Peran banyak pihak, negara dan institusi swasta sangat dibutuhkan. UCP Kursi Roda untuk Kemanusiaan (UCPRUK) mencatat, bahwa peran pemenuhan atas kebutuhan kursi roda itu, hingga kini belum sebanding dengan jumlah penggunanya.
Belum semua orang berkesempatan mengakses kursi roda. Hal ini mengemuka dari Direktur UCPRUK Damaijanti Teguh. “Sepanjang 16 tahun (2009 – 2025), UCP sudah melakukan layanan sekitar 16 ribuan kursi roda adaptif. Ini masih bagian kecil dari kebutuhan kursi roda yang sesungguhnya. Pun, layanan sudah berkolaborasi dengan institusi swasta lain, juga pemerintah,” ungkapnya pada solidernews.com, Rabu (5/3/2025)
Terkait jumlah difabel di Indonesia, Damai mengatakan hingga kini belum ada data valid. Berdasarkan data Susenas 2020 terdapat sekitar 10,3 juta rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga difabel. Sebanyak 8,2 juta difabel di antaranya tanpa asuransi kesehatan. Kemudian sebanyak 8.795.033,76 difabel punya hambatan dengan kaki. Namun 70 persen atau 6.156.523 dari jumlah tersebut belum punya kursi roda.
Demikian halnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Damai mengaku belum mengantongi data pasti, jumlah difabel yang membutuhkan kursi roda. Jumlah keseluruhan difabel di DIY tahun 2023 adalah 26.512 jiwa. Dengan rincian: Kabupaten Kulonprogo: 4.399 jiwa, Kabupaten Bantul: 5.437 jiwa, Kabupaten Gunungkidul: 7.860 jiwa, Kabupaten Sleman: 5.535 jiwa, Kota Yogyakarta: 1.819 jiwa. Jika mengacu data Susenas, bahwa 80% di antaranya memiliki hambatan dengan kaki, maka sekira 21 ribuan difabel DIY membutuhkan kursi roda.
Adapun, sepanjang layanan melalui Jaminan Kesehatan Khusus (Jamskesus), baru satu ribu lebih sedikit, yang menerima layanan kursi roda adaptif. Jumlah tersebut, didominasi oleh difabel yang sama. Yakni, mereka yang sudah mendapat kursi roda pada lima atau sepuluh tahun sebelumnya. Karena kondisi tertentu, misalnya ukuran kursi roda sudah tidak sesuai (sempit) atau rusak, mengganti kursi rodanya.
Kursi roda yang sesungguhnya kebutuhan pokok bagi penggunanya, namun kenyataannya belum bisa dipenuhi. Mengapa? Damai menguraikan, satu sisi kursi roda adaptif itu tidak murah. Untuk memberikan layanan, UCP sebagai contoh, membutuh funding atau pendanaan. Sedang untuk mendapatkannya tidak mudah. Berikutnya, institusi pemberi layanan tidak banyak. Jumlahnya tak sebanding dengan luasan wilayah Indonesia.
Sementara, kursi roda adalah kaki, masa depan bagi penggunanya. Pemenuhannya akan memberi dampak positif bagi penggunanya. Difabel menjadi lebih sehat, percaya diri dan mandiri. Dukungan penuh pemerintah maupun lembaga swasta, idealnya tak lagi bisa ditawar. Apakah melalui Corporate Social Responsibility (CSR), dana hibah, atau yang lainnya.
“UCPRUK bukan intitusi yang semata mengejar profit atas layanan. Misi kami adalah memberi layanan. Sejak awal didirikan sampai kapan pun, UCP adalah lembaga non profit. Tapi dalam layanan butuh pembiayaan. Kontribusi pemerintah dan swasta, CSR atau yang mandiri, dibutuhkan agar bisa menjangkau layanan lebih luas. Jika ada orang mampu mau mengakses kursi roda UCP, bisa. Atau personal mau mengelola kelompok, lalu mengundang UCP, juga sangat bisa,” ujar Damaijanti Teguh.
Menggandeng UKDW
Dalam rangkaian peringatan Hari Kursi Roda Internasional yang diperingati tiap tahunnya pada 3 Maret, UCPRUK memeringatinya dengan membuka layanan kursi roda. Kegiatan dilaksanakan dengan menggandeng mahasiswa Desain Produk Universitas Kristen Duta Wacana (Despro UKDW) Yogyakarta.
Dengan harapan kegiatan layanan dapat menjadi media edukasi dan advokasi bagi banyak pihak, satu diantaranya para mahasiswa. Selebihnya, membuka peluang penelitian terkait alat bantu adaptif. Sehingga semakin banyak anak muda yang paham atas kebutuhan kursi roda yang beragam (adaptif). Berperspektif inklusif dalam menciptakan karya produksinya.
“Kita juga terbuka bagi mahasiswa, generasi muda, untuk lebih mengenal bagaimana kehidupan inklusi, aksesibilitas. Dengan layanan kursi roda adaptif UCP, barangkali ini menjadi wawasan baru. Bahwa kebutuhan kursi roda itu beragam. Sehingga harus dilihat secara luas. Tidak hanya dari penyandang disabilitasnya saja. Tapi juga keluarga, termasuk kehidupan di rumah, sekolah, bahkan tempat kerja. Semua itu mempengaruhi bagaimana alat bantu kursi roda harus disediakan,” terang Damai.
Desain atau jenis, ukuran, serta aksesibilitas harus menyesuaikan (adaptif), tandas dia. Misalnya, butuh kursi roda listrik, namun lingkungan tidak mendukung, hal ini menjadi tak mungkin. Ketika mereka diberikan kursi roda listrik, jadi tidak tepat. Apalagi ketika tidak bisa memelihara, kursi roda akhirnya sia-sia.
Menggali pengetahuan
Pada kesempatan terpisah, Kepala Laboratorium Desain Inklusi UKDW Winta Adhitia Guspara, menjelaskan keterlibatan mahasiswanya pada layanan kursi roda yang diinisiasi UCPRUK. Pada agenda tersebut UKDW mengirimkan satu dosen pendamping dan enam mahasiswa Desain Produk dari Angkatan 2022 dan 2023.
Bukan tanpa alasan. Pertama, para mahasiswa berpartisipasi dalam perayaan hari kursi roda internasional. Berikutnya, lanjut Winta, mereka mendapat kesempatan mengenal dan menggali lebih dalam, desain alat bantu mobilitas, kursi roda dalam hal ini.
“Dengan terlibat langsung, para mahasiswa desain produk mempunyai tanggung jawab sosial dan moral. Tanggung jawab yang harus dipunyai secara intrinsik dalam dirinya. Sehingga saat melakukan perancangan produk, menghasilkan produk yang inklusif,” terang Winta.
Tak semua tahu
Berpasang-pasang mata bersinar penuh harapan. Energi positif itu terpancar pada raut para penerima layanan kursi roda UCPRUK. Meski tak semua dari mereka mengetahui, adanya peringatan Hari Kursi Roda Internasional.
Kondisi tersebut menjadi momen berharga bagi Damaijanti Teguh, menginformasikan latar belakang dibalik peringatan hari kursi roda. “Diperingati, tentu karena ada dampaknya,” ujar perempuan berkulit putih itu. “Apakah kalian mendapatkan dampak positif setelah menggunakan kursi roda?” Tanya Damai yang dijawab serempak dengan kata ‘iya’. Para penerima kursi roda adaptif UCPRUK mengaku lebih mandiri, mudah bermobilitas dan produktif. Menjadi juga merasa lebih percaya diri, dan bahagia dapat bersosialisasi.
“Jika sudah mendapat kursi roda yang sesuai, beranilah keluar rumah. Saatnya melihat dunia luar. Jika selama ini mengeluh masih banyak masyarakat yang mencemooh, tetangga yang tidak respek, itu harus menjadi masa lalu. Kini, dengan kursi roda akan lebih terbuka berbagai akses dan kesempatan,” lanjutnya menyemangati.
Sejalan dengan Motto UCPRUK, Kursi roda itu, merupakan kendaraan menuju kemandirian. Kursi roda adaptif adalah pintu gerbang menuju masa depan. Dengan mengakses (memiliki), akan membuka peluang atau kesempatan.
Di akhir perbincangan, Damai mengatakan bahwa menjadi difabel adalah risiko yang bisa dihadapi setiap orang. Karenanya, edukasi dan advokasi menjadi tanggung jawab bersama. Kerja sama dengan banyak pihak dibutuhkan. Memberi dan berbagi dampak nyata kursi roda bagi kehidupan difabel, menjadi tanggung jawab bersama. Tidak perlu sikut-sikutan.[]
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan