Views: 14
Solidernews.com – Berdiri sebagai wujud merebut hak income dalam industri kopi untuk masyarakat difabel, Kopi Egalita terus membuka diri untuk berkolaborasi guna terciptanya masyarakat inklusif. Dengan semangat “Egaliter” seperti penggunaan nama kafe ini, Kopi Egalita terus menggodog diri untuk mematangkan gagasan kopi inklusi, agar para difabel bisa berkembang di dunia kopi, perekonomian kopi, dan berbisnis di industri kopi.
Ya, kurang lebih sudah satu tahun, tepatnya di 1 Juni 2023 di antara kelokan gang daerah Jalan Wates, Gg. Lurik Kingkin Jl. Nitipuran No.1 RT 08, Ngestiharjo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 5518, berdiri dengan anggun sebuah Coffee shop yang bernuansakan putih dan berdesain elegan. Kafe ini saya ketahui dari berbagai macam sharing dari teman-teman difabel netra yang gemar bersastra, terkhusus dunia puisi. Mereka berbagi informasi dengan seputar warung kopi ini dibarengi rasa bahagia, bahwasannya di Jogja ada Kopi yang tempatnya mengusung semangat inklusif dan yang mendirikan juga sesama difabel netra. Mereka menyebutnya sebagai “Kopi Egalita”.
Maka pada suatu kesempatan di Kamis, 20 Juni 2024 saya datang sebagai tamu undangan, menghadiri acara grand opening pelatihan barista untuk difabel netra, di Kopi Egalita. Sekaligus merasakan nuansa kafe, menunya, dan berbincang dengan CEO-nya.
Asal Usul Kopi Egalita
Sewaktu pertama kali menginjakkan kaki di depan kafe ini, jujur saya sendiri tertegun dengan konsep kafe yang digunakan. Estetika, perpaduan warna, penataan bangku, dan sebagainnya dicermati secara baik. Bahkan di sini, pengunjung non-difabel dan yang difabel terpantau nongkrong dengan begitu santai.
Saat berkesempatan bertemu dengan sang kreator kafe, Sesuai yang disampaikan Irwan Dwi Kustanto selaku CEO Kopi Egalita, ia menyampaikan bahwa berdirinya kafe ini bertujuan untuk menciptakan ruang inklusif antara masyarakat difabel dan nondifabel. Semangat yang diusung adalah “Egaliter” yang bermaknakan kesetaraan tanpa adanya pengkerdillan, antara kedua lapisan masyarakat tadi. Di mana akhirnya adalah menciptakan industri kopi yang inklusif dari segala aspek.
“Saya berharap, kemunculan Kopi Egalita ini dapat menggugurkan dinding diskriminasi terhadap teman-teman difabel. Selain itu, bisa menciptakan kesetaraan antara masyarakat nondifabel dengan masyarakat difabel, untuk saling bertemu, sharing, bertukar informasi, ilmu, dan kebahagiaan,” ujar Irwan.
Irwan juga menjelaskan bahwa berdirinya Kopi Egalita ini, berada di bawah naungan Yayasan Dria Manunggal Indonesia yang merupakan sebuah yayasan yang berupaya dan berfokus untuk membantu, mengkaji, menerapkan, dan mengkampanyekan peningkatan kesejahteraan sosial bagi difabel. Maka, dengan bekal kegemarannya di dunia kopi, ilmu meracik kopi yang ia miliki, dan dukungan dari Setia Adi (Ketua Yayasan Dria Manunggal Indonesia), akhirnya pada 1 Juni 2023 terbangunlah Kopi Egalita, yang eksis hingga detik ini.
Rumah Bagi Sastra
Nah, selain soal sejarah berdiri, tempat nongkrong, nugas, dan diskusi ini, saya mencermati kalau tempat ini menjadi rumah bagi sastra, yang dipelopori oleh Irwan yang juga seorang penulis buku. Hingga detik ini, beliau sudah memiliki beberapa buku seperti antologi puisi yang berjudul “Angin Pun Berbisik” terus yang terbaru ada antologi puisi “Meditasi Kopi” yang penjualannya Irwan dedikasikan untuk membuat program pelatihan barista yang diresmikan pada 20 Juni 2024.
Selain itu, di kafe ini kita disuguhkan buku-buku yang bisa di baca di ruangan yang disediakan. Tentu ber-AC dan nyaman, ruang diskusi dan tempat bedah buku ini. Lingkungan Kafe nyaman, kopi berkualitas, serta posisi kafe yang jauh dari jalan raya memberikan nuansa hening yang nikmat, saat saya berkeliling dan melihat fasilitas yang ada di Kopi Egalita ini.
Kesetaraan, keberagaman, dan keterbukaan sosial interaksinya sungguh terasa begitu memadu. Aktivitas seni, musik, kopi, literasi, dan nongkrong menjadi perpaduan menarik dari berdirinya kopi egalita.
Testimony Para Ahli
Setelah mengamati maksud dan konsep kopi yang dikembangkan, penulis begitu terpukau saat Academy Health System (UGM) hadir untuk mengkaji secara lebih lanjut mengenai health tourism yang bisa ditingkatkan dari kopi egalita ini. Di sini Wisnu Birawa selaku pemilik Kedai Kopi Macan dan pendiri komunitas Kopi Nusantara, memberikan apresiasi pada komunitas difabel netra yang berjuang untuk berkreasi di bidang kopi.
“Saya memandang Pak Irwan sebagai individu yang sama dengan kita yang bisa melihat. Jadi, bukan persoalan pemerdayaan lagi. Karena tidak lantas kita yang bisa melihat itu lebih berdaya dari mereka yang tidak bisa melihat. Melainkan kita tingkatkan kolaborasi yang sudah disampaikan oleh pemateri sebelumnya, sebagai wujud perkembangan bersama-sama,” ujar Wisnu selaku pemateri Manajemen Kedai Kopi dan Pelayanan Pelanggan—Sekaligus pengelola kopi macan. Pada acara talkshow bersama AHS UGM di Kopi Egalita pada 29 Juni 2024.
“Saya mendirikan komunitas kopi nusantara itu juga bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi yang lebih besar. Dan, tentu Pak Irwan ini merupakan contoh figur yang konsisten dalam meraih mimpi dengan segala keterbatasannya. Beliau sangat patut untuk kita jadikan contoh pribadi dalam meraih mimpi. Dengan Egalita yang kini berdiri, saya dengan senang hati membuka ruang untuk kolaborasi dengan siapa pun, terkhusus komunitas difabel netra ini,” imbuh Wisnu.
Bermodal Niat Dan Konsisten, Bukan Modal Jor-Joran
Sewaktu solidernews.com kembali menghubungi Irwan di 28 Juli 2024, penulis mencoba menggali lebih dalam terkait proses awal berdiri dan cara Kopi Egalita menapakkan pondasi di antara ratusan kafe yang ada di Yogyakarta. Mulai soal branding, cara marketing, dan bagaimana menarik pengunjung di kafe mereka yang terletak di pinggir Kota Yogyakarta.
Irwan pun menjelaskan bahwa memang founder dari Kopi Egalita ini adalah dirinya dan Setya Adi, selaku pimpinan Yayasan Dria Manunggal Indonesia, yogyakarta. Lalu, dari kegemaran dirinya dan Setya pada dunia kopi, tercetuslah ide untuk membangun industri kopi yang inklusif, bersemangatkan “Egaliter” yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan derajat dan kesejahteraan para difabel.
Pada proses pertama Irwan mencanangkan ide pemasaran dengan mengundang komunitas, kelompok, atau perkumpulan kawula muda untuk datang kesana. Mereka tidak membayar reservasi, hanya saja diwajibkan untuk membeli kopi dan produk yang tersedia di Kopi Egalita. Mau buat rapat, nongkrong, diskusi, hingga bedah buku Kopi Egalita siap memfasilitasi.
Kedua, Egalita membangun jaringan komunitas, baik sastra, seni, teater, dan para aktivis untuk membuat event di egalita. Di mana poin ini di gunakan untuk membangun human interest pada eksistensi Kopi Egalita yang mengusung inklusifitas. Mulai membuat buku bersama, pementasan, dan berbagai aktivitas di akomodir egalita, yang memang mengapresiasi karya, juga sekalian membangun jaringan market.
“Saya juga membuat sebuah kopi yang dikemas pada sebuah wadah. Di balik bungkus ada sebuah puisi yang di ambil dari buku-buku saya, yang mana puisi itu bisa dibaca pengunjung dengan iringan musik dari ttim egalita. Jadi, memang sumberdaya yang dibangun adalah kedekatan dan kehangatan di dalam interaksi kopi. Selain itu, kedepannya saya juga mencanangkan ada Merchandise yang saya desain dengan filosofi kopi egalita dan bisa dibeli pengunjung. Untuk bentuknya nanti tunggu saja,” jelas irwan.
Dengan pembuktian kopi yang disajikan, brand kopi yang ditawarkan, dan konsep inklusifitas kopi yang di sodorkan Irwan, saya menemukan titik temu yang begitu memukau. Berangkat dari event yang sukses mereka ikuti seperti di festival pasar kangen, dan sebagainya saya pikir konteks egaliter dari kopi egalita sudah terwujud, serta menjadi langkah awal yang begitu memukau pada konsep kopi inklusi di Yogyakarta.[]
Penulis: Wachid
Editor : Ajiwan