Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Ilustrasi visual "Koperasi Desa Merah Putih" Presidenri.go.id

Koperasi Merah Putih, Asa Ekonomi Rakyat yang Menyisakan PR Inklusivitas

Views: 29

Solidernews.com, Yogyakarta. HARAPAN baru bagi kemandirian ekonomi rakyat digelorakan lewat peluncuran Koperasi Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto. Berbasis gotong royong, koperasi ini digadang-gadang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat kecil. Namun di tengah euforia, muncul suara-suara kritis, di manakah posisi kelompok difabel dalam koperasi ini?

Dalam pidato peresmiannya, Presiden Prabowo menekankan pentingnya ekonomi berbasis kerakyatan, di mana koperasi menjadi kendaraan utama menuju keadilan sosial. “Koperasi Merah Putih akan menjadi rumah bersama, tempat rakyat kecil tumbuh dan berdaya,” ujarnya.

Namun, kata “rakyat kecil” ternyata masih punya batasan tak kasat mata. Beberapa komunitas difabel mempertanyakan mengapa pelibatan kelompok difabel belum tampak nyata, baik dalam struktur pengurus, keanggotaan, maupun program pemberdayaan.

Kepada solidernews.com Direktur Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia melalui Joni Yulianto, mengaku tak terlalu paham koperasi. Namun demikian, bapak empat orang putri itu menyampaian pikiran dan gagasan terkait Koperasi Merah Putih (KMP).

“Indonesia sudah punya Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 114 Tahun 2020, tentang keuangan inklusif,” ujarnya. Semestinya, lanjut dia, PERPRES ini menjadi pemandu dalam memastikan inklusivitas dalam penyelenggaraan Koperasi Merah Putih. Pendefinisian inklusif semestinya bukan sekedar terbuka secara prosedur, tetapi juga akses, bagi kelompok masyarakat yang mungkin mempunyai tingkat hambatan lebih besar. Difabel dalam hal ini, untuk menyebutnya sebagai contoh.

“Bagian penting mewujudkan inklusivitas adalah afirmasi. Saya lebih bertanya, atau tepatnya berharap dan ingin melihat, bagaimana afirmasi bagi kelompok-kelompok rentan terhadap akses jasa dan layanan keuangan ini benar-benar bisa terwadahi melalui afirmasi yang jelas dalam KMP ini,” ujar Joni.

 

Di mana kami?

Founder moda transportasi online Difabike, sekaligus Ketua KMP Desa Sidoluhur Triyono, ia mengaku menyambut baik namun sekaligus mengungkapkan kekhawatirannya. “Kami menyambut baik gagasan koperasi rakyat. Tapi jika sejak awal kami tidak dilibatkan, lalu bagaimana bisa disebut milik bersama? Inklusi bukan hanya jargon,” tegasnya.

Menurut Triyono, banyak difabel yang aktif dalam kegiatan ekonomi. Mulai dari UMKM, pertanian, hingga jasa kreatif. “Bayangkan jika koperasi ini membuka akses pelatihan dan modal untuk difabel, dampaknya bisa luar biasa,” tambahnya.

KMP Desa Sidoluhur tidak sekadar menjadi wadah ekonomi berbasis komunitas, tetapi juga contoh nyata bagaimana keberpihakan bisa diterjemahkan dalam bentuk konkret. Sebagai Ketua KMP desa tersebut, Triyono menegaskan bahwa keberadaan kelompok difabel sudah semestinya mendapat ruang dalam skema koperasi. Ada alokasi secara khusus untuk mendukung usaha masyarakat difabel.

“Seharusnya ada kuota khusus di tiap program, untuk menggandeng kaum disabilitas,” ujar Triyono. Ia menyebutkan bahwa dari total dana koperasi desa (kopdes) yang mencapai Rp.5 miliar, sekitar 5–10% bisa dialokasikan secara khusus untuk mendukung UMKM difabel atau komunitas difabel yang ada di setiap desa.

Kebijakan ini bukan sekadar simbolik, melainkan bentuk nyata dari prinsip inklusif yang berlandaskan afirmasi. Dalam ekosistem koperasi yang kerap didominasi oleh kelompok mayoritas, keberanian memberikan ruang khusus bagi difabel adalah langkah penting menuju keadilan sosial dan ekonomi.

Melalui pendekatan seperti ini, Triyono meyakini, KMP bisa menjadi motor perubahan. Bukan hanya untuk tumbuh bersama, tapi juga untuk memastikan tak ada yang tertinggal.

Redaktur solidernews.com Ajiwan Arief Hendradi, dia mengaku belum melihat adanya peluang kemitraan dari koperasi tersebut . Hal senada diiyakan salah seorang driver ojek online Difabike bernama Aris Wahyudi. “Kami ini para penyandang disabilitas yang bekerja, membayar pajak, dan berkontribusi. Tapi nama kami tidak muncul dalam narasi koperasi ini,” ujarnya.

Ia menyebut koperasi sebenarnya bisa menjadi wadah untuk mendorong pengembangan layanan transportasi inklusif. “Kami punya pengalaman di lapangan, tahu apa yang dibutuhkan. Kami tidak minta didahulukan, tapi disertakan,” tegas Aris.

Sementara itu, dari komunitas Tuli, suara senada datang dari pengurus Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN), Laksmayshita. Dia menyampaikan bahwa sering kali difabel sensorik, Tuli dalam hal ini, tertinggal dalam sistem ekonomi formal.

“Koperasi bisa menjadi sarana ekonomi kolektif bagi komunitas Tuli, asalkan sejak awal ada komunikasi dua arah, dan dukungan bahasa isyarat di setiap proses,” ungkapnya. Gerkatin berharap koperasi juga membuka ruang pelatihan kewirausahaan bagi Tuli, disertai mentor yang inklusif dan memahami kebutuhan bahasa serta budaya Tuli.

 

Persoalkan keberpihakan

Sebagai lembaga ekonomi kerakyatan, koperasi tidak hanya soal simpan pinjam. Ia adalah wadah solidaritas, kesetaraan, dan kemandirian. Jika Koperasi Merah Putih ingin sungguh menjadi rumah bersama, maka pintunya harus terbuka bagi semua, termasuk difabel.

Sudah waktunya prinsip inklusif tidak hanya jadi lampiran, tetapi menjadi roh utama dalam setiap kebijakan. Koperasi yang berpihak pada kelompok paling termarjinalkan adalah koperasi yang benar-benar Merah Putih—milik semua anak bangsa, tanpa kecuali.[]

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor      : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

berlangganan solidernews.com

Tidak ingin ketinggalan berita atau informasi seputar isu difabel. Ikuti update terkini melalui aplikasi saluran Whatsapp yang anda miliki. 

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content