Views: 24
Solidernews.com – Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia bersama Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY lakukan audiensi ke PT Angkasa Pura I Sebagai pengelola Bandar Udara Yogyakarta Internasional Airport pada senin (29/4). Kegiatan berlangsung di Grha Angkasa Pura I Kompleks Bandara Yia, Kulonprogo.
Audiensi diterima langsung oleh General Manager PT Angkasa Pura I Bandara YIA, Ruly Artha, bersama sejumlah jajaran, stake holder dan mitra terkait seperti KAI, tim Kesehatan, perwakilan maskapai, imigrasi, dan berbagai pihak yang terhubung langsung dengan pelayanan di bandara YIA.
Ruly Artha, dalam sambutan pembukanya mengungkapkan bahwa pihaknya beserta jajaran di Angkasa Pura I selaku pengelola bandara YIA telah berupaya dan berkomitment agar bandara ini dapat diakses dan mudah diakses oleh semua orang, termasuk difabel dan kelompok rentan lain. Hal ini mengingat bandara merupakan salah satu pintu gerbang Yogyakarta yang memang harus ramah bagi semua kalangan.
Ia melanjutkan bahwa selama ini telah ada sejumlah upaya yang dilakukan seperti menyediakan tombol SOS buttom di area drop off untuk memudahkan calon penumpang dan pengguna bandara yang memerlukan bantuan dari petugas. Selain itu, sejumlah sarana aksesibel juga sudah tersedia seperti toilet aksesibel dan juga sejumlah sarana lain seperti jalur pemandu (guiding block) bagi difabel netra.
Sementera itu, Ninik Heca, perwakilan dari Sigab mengungkapkan, ada sejumlah catatan dari hasil temuan dan diskusi teman-teman sigab terkait bandara YIA. Pertama terkait situasi dan kendala di area drop off saat pengguna layanan turun dari taksi atau mobil pribadi. Di area tersebut, sudah ada tombol SOS untuk memanggil petugas jika memerlukan bantuan. Namun dalam hal ini petugas cukup lama merespons untuk mendatangi calon penumpang yang membutuhkan bantuan. Dalam situasi terburu-buru, ini justru akan menghambat penumpang untuk proses check in dan boarding. Oleh karenanya, rekomendasi yang diajukan adalah tersedianya petugas yang merespons pasca calon penumpang menekan tombol SOS. Selain itu, adanya call center untuk menghubungi petugas juga bisa dijadikan alternatif Ketika difabel kesulitan menemukan tombol SOS tersebut. call center sebaiknya tersedia dua cara yaitu dengan suara dan teks untuk mengakomodir kawan Tuli yang tidak bisa berbicara. Selain itu, adanya kursi tunggu di dekat tombol SOS juga diperlukan agar penumpang difabel dan lansia tidak kelelahan menunggu.
Aspek lain yang disampaikan oleh Ninik adalah soal jalur pemandu atau quiding block. Ninik menyampaikan bahwa di area drop off sudah ada quiding block yang terasa jelas namun belum mudah untuk diikuti, Ditelusuri dari tombol SOS, banyak belokan yang tidak perlu dan membingungkan. Bahkan ubin pemandu yang menuju ke hall terhalang dan tidak dapat diikuti untuk masuk ke hall keberangkatan area check in, Ubin pemandu di area check in hanya menghantarkan ke 1 check in counter, Ubin pemandu tidak menghantarkan kepada help desk bandara. Ini menyulitkan bagi difabel netra yang perjalanan sendirian dan hendak memerlukan bantuan. Dalam situasi ini, rekomendasi yang disampaikan adalah Ubin pemandu tidak menghantarkan kepada help desk bandara. Ini menyulitkan bagi difabel netra yang perjalanan sendirian dan hendak memerlukan bantuan.
Kuni Fatonah, salah satu peserta audiensi mengungkapkan bahwa salah satu sarana yang belum akses adalah Masjid besar yang terletak di kompleks Bandara YIA. Ia mengungkapkan bahwa selama ini masjid belum ramah bagi difabel karena area wudhu masih harus menyeberanng semacam genangan air. Mirip seperti beberapa masjid besar di daerah lain. Hal ini menyulitkan bagi pengguna kursi roda dan pengguna kruk untuk mengakses tempat wudhu. Sementara itu, tempat wudhu dengan tempat duduk juga belum tersedia. Selain itu, toilet ramah difabel juga belum tersedia di area Masjid Besar Bandara YIA.
Sementara itu, Rahmat Fahri Naim dan Muhammad Ismail menyampaikan, bandara YIA merupakan bandara yang luas. Oleh karenanya diperlukan peta dan teknologi yang memadai untuk menunjukkan arah dan petunjuk yang jelas antar tempat dan aera. Hal ini akan mempermudah kawan-kawan Tuli dan ADHD saat bepergian ke Yogyakarta. Fahri menambahkan, dibanding bandara Soekarno Hatta, YIA masih sangat membingungkan dan sangat minim petunjuk arah.
Selain melaksanakan audiensi, Sigab bersama ORI DIY juga membuka posko konsultasi dan pengaduan aksesibilitas layanan publik bandara YIA. Posko dibuka selama tiga hari, yaitu tanggal 29 hingga 1 Mei 2024 di area ruang tunggu bandara YIA.
Mega Firstian, salah satu tim Sigab yang menjaga posko pada hari pertama (29/4) mengatakan, sejauh ini belum ada masyarakat yang melakukan pengaduan dan berkonsultasi. Ia berinsiatif untuk mewawancarai sejumlah penumpang dan rata-rata menyatakan rasa puas terhadap layanan bandara YIA.
Namun Mega memberikan sejumlah catatan. “Ada sedikit catatan mengenai kesadaran pengunjung yang ada di bandara yang sempat saya lihat ada beberapat orang yang menggunakan kursi prioritas tetapi mereka sebenernya tidak seharusnya menempatinya” Ungkap Mega.[]
Reporter: Hendra D
Editor : Ajiwan