Views: 82
Solidernews.om – Pada tanggal 30 Agustus 2023 para pembina KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia) Simpul Solo menunjuk Fithri Setya Marwati sebagai ketua yang baru. Penulis mengetahui proses pergantian ketua organisasi adalah hal yang biasa terjadi. Namun untuk momen pergantian ketua yang satu ini menarik perhatian penulis. Berikut adalah alasan alasan mengenai mengapa tokoh yang satu ini menarik perhatian penulis.
Ketua organisasi difabel yang terdiagnosis Skizofrenia dan Bipolar
Fithri merupakan ketua difabel Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia yang didiagnosis dengan 2 difabel mental yaitu skizofrenia dan bipolar. Skizofrenia adalah difabel mental tingkat berat yang menyebabkan orang menginterpretasikan realita yang ada disekitarnya dengan cara yang tidak semestinya. Seringkali, penyintas skizofrenia bisa mendengar, melihat atau mengalami hal-hal tertentu tanpa bisa membedakan apakah hal tersebut realita atau imajinasinya belaka. Sedangkan Bipolar adalah difabel mental yang menyebabkan seseorang mengalami perubahan mood yang sangat drastis. Perubahan mood yang drastis ini seringkali menyebabkan gangguan yang serius pada saat melakukan aktivitas sehari-hari. Skizofrenia maupun bipolar sama-sama masuk kategori difabel mental jenis psikososial. Arti dari difabel psikososial adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan perubahan perilaku yang menimbulkan hambatan dalam menjalankan fungsinya sebagai manusia.
Penulis memahami bahwa sebagai individu dengan difabel psikososial, pencapaian Fithri untuk bisa dipercaya oleh ketua organisasi yang sebelumnya (nondifabel) untuk menjadi ketua bukanlah pencapaian yang mudah. Bagi penulis, pencapaian Fithri ini adalah hal yang luar biasa. Tentu penulis berpendapat seperti itu karena dua alasan.
Pertama, penulis pernah membaca jurnal yang berjudul Measuring attitudes towards mental health using social media: investigating stigma and trivialisation tahun 2018. Pada jurnal tersebut sendiri menyebutkan bahwa diantara semua macam difabel psikososial yang ada, difabel psikososial skizofrenia adalah difabel psikososial yang paling terstigma dibandingkan difabel psikososial yang lainnya.
Kedua, berdasarkan buku panduan medis International Classification of Disease edisi ke – 11, difabel skizofrenia sendiri masuk dalam kategori difabel mental tingkat berat. Dengan demikian, maka penanganan untuk skizofrenia tidaklah mudah. Namun menurut pengakuan dari Astuti Parengkuh selaku kolega sekaligus Pembina KPSI Solo, Fithri adalah orang yang sangat disiplin minum vitamin (istilah yang sering digunakan orang orang KPSI Solo untuk mengganti istilah obat) yang diberikan dokter. Selain itu berdasarkan keterangan dari Astuti, support dari keluarga Fithri juga bagus sehingga kedua hal tersebut menjadi kunci yang penting yang membuat Fithri bisa menjadi perempuan dengan difabel psikososial yang lebih berdaya.
Selain dua alasan yang sudah penulis sebutkan, penulis masih memiliki alasan lain mengenai mengapa Fithri pantas untuk dijadikan figur, tokoh dan panutan khususnya bagi Perempuan difabel di Indonesia. Menjadi lebih berdaya kemudian dipercaya menjadi ketua organisasi difabel oleh individual nondifabel bukan satu satunya pencapaian yang Fithri raih. Untuk pencapaiannya yang lain akan penulis tuliskan pada paragraf selanjutnya.
Difabel perempuan pertama di Indonesia yang menjadi ketua organisasi difabel dengan latar belakang Pendidikan doktor/S3
Perempuan difabel sendiri menurut tulisan yang berjudul gender and power in affluent asia (1998) lebih rentan untuk mendapatkan diskriminasi dari berbagai sektor kehidupan yang diakibatkan karena gendernya Perempuan. Tentunya keadaan memprihatinkan ini membuat kesempatan perempuan difabel menjadi lebih rendah baik itu untuk menjadi pemimpin organisasi difabel maupun untuk melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi. Namun semua tantangan tersebut berhasil dilewati oleh Fithri, pencapaiannya dapat menjadi angin segar bagi para perempuan difabel lainnya di Indonesia.
Sebagai perempuan dengan difabel psikososial Skizofrenia dan Bipolar Fithri memiliki jejak pendidikan yang cukup bagus. Untuk sekolah sarjananya/S1, ia mengambil kuliah di Universitas Gadjah Mada Jurusan Akuntansi. UGM sendiri merupakan kampus yang ternama di Indonesia, bahkan hingga saat ini. Sedangkan untuk pasca-sarjananya/S2 beliau menempuh kuliah di Universitas Jenderal Sudirman jurusan Manajemen dengan spesialisasi manajemen keuangan. Sedangkan untuk doktor/S3 ia menempuh pendidikannya di Universitas Teknikal Malaysia spesialisasi Manajemen Pemasaran. Adapun untuk gelar doktor yang ditempuh, Fithri lolos beasiswa kampus sehingga untuk S3 Fithri dibiayai oleh kampusnya. Dengan rekam jejak pendidikannya yang baik Fithri berhasil mencetak sejarah baru di dunia difabel yang ada di Indonesia. Sejarah yang ia berhasil cetak tersebut adalah Fithri menjadi satu satunya perempuan difabel yang juga sebagai penyintas difabel psikososial yang berhasil menjadi ketua organisasi difabel psikososial di Indonesia yang memiliki latar belakang pendidikan S3/Doktor.
Dosen dan ketua studi di Universitas Batik Surakarta
Selain menjadi ketua KPSI Solo, Fithri juga memiliki kesibukan yang lain. Kesibukannya yang pertama yaitu menjadi dosen di Universitas Batik Surakarta. Di kampus tersebut ia juga menjabat menjadi ketua studi program manajemen untuk yang sarjana/S1. Kesibukannya yang lain adalah melakukan penelitian dan pengabdian. Adapun pengabdian yang ia lakukan saat ini didanai oleh Kadeireka Matching Fund. Bidang penelitian yang didalaminya adalah digitalisasi dibidang ekonomi dan bisnis.
Menjadi ketua difabel dengan isu difabel yang dianggap paling menantang, paling sering disalahpahami dan isu psikososial yang paling terstigma
Sebagai ketua dengan isu difabel psikososial bukan hal yang mudah. Menurut Paul Deany selaku Program Officer dari Disability Right Funds, psikososial adalah isu difabel jenis psikososial adalah isu yang paling menantang dan paling sering disalahpahami oleh orang lain dibandingkan isu difabel lainnya. Selain itu, International Disability Alliance dalam laporannya tahun 2022 yang berjudul Not just ticking the disability box? Meaningful OPD participation and the risk of tokenism menyebutkan bahwa difabel psikososial adalah jenis difabel yang paling rendah persentasenya untuk diajak terlibat dalam pembuatan kebijakan difabel jika dibandingkan jenis difabel lainnya.
Ditambah lagi, isu yang menjadi fokus dari KPSI adalah isu skizofrenia yang tentunya tantangan kedepannya tidak akan mudah. Seperti yang sudah penulis sebutkan pada paragraf sebelumnya bahwa skizofrenia adalah difabel psikososial yang paling terstigma dibandingkan jenis difabel psikososial yang lainnya. Oleh karena itu, KPSI Solo harus bekerja dengan keras agar Masyarakat teredukasi terkait skizofrenia dan pada akhirnya lebih bisa diterima ditengah masyarakat.
Alasan Fithri terpilih menjadi ketua KPSI Solo
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan dua pembina KPSI Solo, ada beberapa alasan yang membuat Fithri dipercaya untuk menjadi ketua KPSI Solo.
Menurut Astuti Parengkuh, ia melihat bahwa latar belakang Pendidikan Fithri bisa menjadi contoh yang baik bagi teman-teman KPSI Solo lainnya. Selain itu Fithri juga dianggap sebagai individu yang memiliki banyak pengalaman, khususnya pada saat ia menjadi dosen. Ditambah lagi, Fithri memiliki support system yang bagus baik itu dari keluarga intinya maupun keluarga besarnya. Atas dasar tersebut, Astuti berpendapat bahwa Fithri dibandingkan yang lainnya adalah orang yang paling siap untuk menjadi ketua.
Sedangkan menurut Ika Hana Pertiwi, menilai bahwa insight untuk turut memilih dan menyetujui Fithri datang dari usulan teman-teman dan pengamatannya terhadap aktivitas KPSI akhir-akhir ini. Ika cukup dekat dengan Fithri, apalagi di beberapa kesempatan, Fithri mewakili KPSI bersama dalam berbagai kegiatan.
Ika mengenal Fithri sebagai sosok “Ibu” sekaligus “teman”. Fithri sangat aktif di bidangnya (sebagai akademisi). Kemampuannya mengaktualisasi diri membuat Ika maupun Pembina KPSI Solo lainnya yakin bahwa Fitri sangat mampu mengemban amanah untuk menjadi ketua KPSI Solo. Selain itu, Ika menilai bahwa
Jujur, Ika pribadi tidak memandang atau mempermasalahkan bipolar-nya Fithri. Ika berpendapat bahwa semua survivor di KPSI berkesempatan menjadi ketua, namun Ika melihat bahwa Bu Fithri adalah sosok yang ngemong (bisa mengayomi). Menurutnya, menjadikan Fithri ketua sama halnya dengan melihat satu paket komplit tim terbangun. Menurut Ika, Fithri mampu merangkul yang lain dengan pembawaan yang nyaman. Ika merasakan rasa percaya yang teramat tinggi dengan adanya kepengurusan baru KPSI kali ini dipegang oleh Fithri dan tim yang Fithri akan pilih. Selain itu sejak awal, Ika dan Pembina KPSI Solo yang lain telah bersepakat bahwa regenerasi kali ini harus dilanjutkan oleh teman-teman survivor/penyintas skizofrenia itu sendiri. Tentu, Ika dan Pembina KPSI lainnya melihat satu per satu, bahkan keseluruhan survivor, mana yang potensial membawa KPSI, tidak hanya sendiri, tapi bergerak bersama-sama. Ika dan Pembina KPSI Solo lainnya melihat Fithri adalah figur yang dekat dengan semua anggota, baik survivor, caregiver, relawan, bahkan profesional di KPSI. Itulah kekuatan Fithri, mampu menjadi sosok pemimpin yang dekat dengan anggota lainnya.
Pertimbangan Ika dan Pembina KPSI Solo lainnya menjadi semakin kuat setelah melihat kontribusi Fithri di pelatihan GOOD. Setiap hari, Fithri membagikan notulensi, berkabar mengenai insight dalam pelatihan tersebut, sedikit-sedikit bisa mengevaluasi keorganisasian di KPSI, dan muncul ide-ide baru. Di situlah Ika dan Pembina KPSI Solo lainnya melihat rasa memiliki yang besar pada Fithri, ditambah lagi dengan kemampuan manajemen yang baik. Kemudian, Ika dan tim Pembina KPSI lainnya juga sudah berdiskusi tentang kondisi Kesehatan Fithri. Ika dan tim Pembina lainnya mengetahui bahwa Fithri orang yang komitmen dan konsisten dengan pengobatannya. Di sisi lain, Fithri punya manajemen diri yang bagus dalam mengelola beban kerjanya, karir dan domestik. Karena itu, Ika dan tim Pembina lainnya percaya, jika KPSI mampu dijalankan dengan ‘enjoy’, hal tersebut tidak akan membebani lebih berat. Justru menjadi amanah yang menyenangkan.
Berdasarkan alasan alasan tersebut, akhirnya Fithri ditunjuk oleh Pembina KPSI Solo untuk menjadi pemimpin organisasi yang selanjutnya.
Harapan Fithri selaku ketua KPSI Solo
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Fithri selaku ketua KPSI Solo, ia memiliki harapan terhadap KPSI Solo. Ia berharap bahwa KPSI Solo bisa menjadi wadah komunikasi dan kekeluargaan bagi survivor, sehingga mempercepat proses pemulihan survivor. Menjembatani para survivor sehingga bisa berdikari. Menjadikan KPSI sebagai komunitas positif dan berdaya.
Harapan Penulis
Pada tulisan ini, penulis mencoba untuk memberitahukan kepada pembaca mengenai jenis difabel lain yang isunya masih jarang tersorot dan masih sering disalahpahami oleh Masyarakat. Dengan dituliskannya isu ini dengan Bahasa yang mudah, masyarakat sekitar dapat lebih teredukasi sehingga dapat mengurangi stigma, mempercepat dan memperbesar kemungkinan visi misi menciptakan lingkungan inklusif untuk tercapai. Selain itu, penulis memberi contoh berupa penyintas yang berhasil dalam hidupnya agar difabel psikososial khususnya dengan diagnosis yang serupa tidak putus asa dan percaya bahwa para penyintas juga bisa sukses.
Selain itu, tulisan ini bisa menjadi wadah bagi penyintas yang masih belum dapat dukungan yang pantas untuk segera mencari dukungan lainnya. Bagi para penyintas terutama yang berada di Solo, silahkan untuk mencari support di KPSI Solo.[]
Penulis: Rahmat Fahri Naim
Editor : Ajiwan
Daftar Pustaka
Untuk daftar Pustaka terkait artikel ini bisa diakses pada link dibawah ini:
Biodata penulis
Rahmat Fahri Naim merupakan individu autistik dan narkolepsi dewasa di Indonesia. Saat ini tergabung di Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel Indonesia. Ia memiliki minat untuk mendalami isu isu Invisible Difability atau yang dalam Bahasa Indonesianya disebut difabel tak kasat mata. Penulis bisa dihubungi melalui akun r_fahri_n yaitu id instagramnya.