Views: 28
Solidernews.com – pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta masih sangat minim. Padahal penyakit ini bisa jadi sangat berdampak bagi orang yang terjangkit atau bahkan bagi orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK). Sekitar sepekan silam, tepatnya
Pada hari Jum’at, 17 November 2023, di ruang pertemuan Kantor Forum Kerukunan dan Keberagaman (FKUB) Cirebon, terjadi percakapan yang mendalam antara Oni dan Mursana. Topik utamanya adalah mengenai penyakit kusta dan dampak sosial serta perlunya pemahaman yang lebih baik dari masyarakat terhadap penyakit ini.
Mursana, anggota Forum Kerukunan dan Keberagaman serta pengurus di MUI Cirebon, memberikan wawasan yang luas tentang pandangan agama, sosial, dan edukasi terkait kusta. Dia menggarisbawahi bahwa minimnya pengetahuan tentang kusta di kalangan masyarakat dan tokoh agama merupakan hal yang perlu diperhatikan secara serius. “Belum pernah sama sekali, ya saya yakin ustad-ustad dan kyai juga belum banyak, mungkin ada, tapi tidak banyak yang tahu, ya karena tadi itu, tidak populer penyakit ini, penyakitnya tidak keren, padahal bisa berdampak serius, tapi tidak terkenal,” dalam percakapan.
Sosialisasi tentang kusta ini menyasar pada para tokoh agama. Mulai sekarang, harus segera dilaksanakan, karena ini adalah penyakit yang bisa berdampak, namun banyak yang beranggapan bahwa penyakit ini tidak populer. “Berbeda dengan asam urat, itu kan keren. Padahal kusta bisa jadi berdampak fatal. Bagaimana peduli, bagaimana cinta kalau kita tidak kenal.” Tutup Mursana.
Dalam percakapan itu, Oni menyoroti kurangnya informasi yang tersedia kepada masyarakat tentang kusta, serta kebutuhan akan kampanye sosialisasi yang lebih luas untuk meningkatkan pemahaman dan menekan stigma terhadap orang yang terkena kusta.
“Jadi artinya yang paling penting harus didahulukan sosialisasi kepada para pemuka agama dulu, dari situ mungkin nanti ada kegiatan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Onie juga menekankan apa yang harus diupayakan oleh komunitas-komunitas yang berbasis agama untuk memberikan dukungan orang yang terkena kusta. Ia berharap ada jalan untuk merenggangkan masalah ini.
“Jadi yang pertama, orang bisa mendukung jika mereka sudah memiliki pengetahuan tentang itu. Nah, untuk sementara, tokoh-tokoh di dunia pesantren belum banyak memahami tentang kekustaannya, karena belum banyak informasi, baik dari dokter langsung, baik dari dinas-dinas yang lainnya gitu kan, beda dengan penyakit lainnya, misalnya komunitas jantung, menjelaskan tentang jantung. Papar Oni”.
Sementara itu, Oni melanjutkan, di Cirebon sepertinya belum ada komunitas khusus untuk kusta. Maka langkah pertama itu sosialisasi tentang kusta yang diselenggarakan oleh dinas terkait dan disampaikan kepada para tokoh agama.
Setelah mereka paham tentang kusta dan bahayanya seperti apa, tentu nanti ada langkah-langkah yang lain dari segi kemanusiaannya. Dari agama kan sudah dijelaskan, tapi agama kan tidak hanya memandang dari sisi hukum saja, tapi ada nilai-nilai kemanusiaannya yang akan dibicarakan, misalnya pendidikan. Bagaimana caranya, kebetulan orang tersebut tinggal di desa tertentu kan, berarti nanti kyai-kyai membuat rekomendasi terhadap dinas kesehatan atau sekolah di bawah Kementerian Agama, agar diberikan tempat khusus bagi orang yang terkena kusta, karena pendidikan itu hak dasar, jangan sampai gara-gara penyakit kusta mereka tidak mendapatkan pendidikan,” jawaban Mursana mengenai upaya apa yang harus dilakukan organisasi berbasis agama terkait dukungannya tentang orang yang terkena kusta.
Mursana menegaskan pentingnya pendekatan holistik dalam mengatasi kusta, termasuk edukasi melalui lembaga agama, pemberian dukungan sosial kepada orang yang terkena kusta, dan memperkuat pemahaman tentang aspek medis serta penanganannya.
Oni dan Mursana sepakat untuk bekerjasama dalam menyebarkan informasi yang akurat dan menggali solusi bersama dengan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan pemahaman dan perhatian terhadap orang yang mengalami kusta.
Percakapan tersebut menyoroti kebutuhan mendesak untuk merangkul semua pihak, termasuk tokoh agama, lembaga sosial, dan pemerintah, guna menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan memahami permasalahan yang dihadapi oleh orang yang mengalami kusta.[]
Reporter: Hasan
Editor : Ajiwan