Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Ketika Fasilitas Publik Belum Ramah: Kisah Oni dan Perjuangan Aksesibilitas di Cirebon

Views: 43

Solidernews.com  — Berdiri di samping barisan orang yang antre di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Cirebon, Oni menunggu dengan kesabaran yang telah lama menjadi bagian dari rutinitasnya. Dia tidak mengantre seperti yang lain; sebaliknya, dia berdiri di samping, menopang dirinya dengan dua tongkat yang telah menjadi sahabatnya selama 22 tahun, sejak kedua kakinya harus diamputasi.

 

Di kantor pemerintahan, di mana proses birokrasi berlangsung, Oni merasa lebih seperti penonton daripada partisipan. “Ini baru satu tempat, Mas,” keluh Oni. “Belum lagi kalau soal mau buang hajat. Kami sih malu karena kita yakin hampir semua dinas di Cirebon belum menyediakan kamar mandi khusus disabilitas.”

 

Aksesibilitas: Masalah yang Berulang

Kisah Oni adalah cerminan dari realitas yang dihadapi banyak   difabel  di Indonesia, sebuah negara dengan undang-undang yang seharusnya menjamin hak-hak mereka. Oni, seperti banyak difabel lainnya, sering kali menemukan dirinya terhambat oleh infrastruktur yang tidak mendukung dan ketidaksensitifan masyarakat terhadap kebutuhan mereka. Kisah Oni bukan cerita yang langka di Indonesia. Sebagai  difabel, setiap kegiatan — baik itu kegiatan sosial atau tugas-tugas administratif — menjadi tantangan. “Saya pernah menghadiri acara di kantor bupati, di sana kan belum ada lift atau akses disabilitas. Jadi kami kesulitan untuk bergerak, sedangkan acara ada di lantai 2,” cerita Oni, menambahkan kesulitan lain yang dihadapinya.

 

Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas diharapkan menjadi batu loncatan yang mengarah pada perubahan yang lebih inklusif, namun pelaksanaannya masih jauh dari ideal. Pasal 19 undang-undang tersebut secara spesifik mengharuskan pemerintah untuk menyediakan akses yang wajar dan layak bagi difabel di fasilitas publik, termasuk pelayanan yang tidak diskriminatif dan bermartabat. Namun, cerita Oni menunjukkan bahwa masih banyak lembaga dan tempat umum yang belum mematuhi ketentuan ini. Absennya lift atau fasilitas akses lain di banyak gedung publik bukan hanya sekadar ketidaknyamanan, melainkan penghalang serius yang menghambat difabel untuk mengakses layanan yang seharusnya menjadi hak mereka.

 

Perjuangan Oni menghadiri acara di kantor bupati adalah contoh konkret dari tantangan ini. Situasi seperti ini memperjelas bahwa meskipun undang-undang ada, implementasinya sering kali tidak efektif atau diabaikan. Hal ini menciptakan paradoks yang menyedihkan: di satu sisi, ada pengakuan hukum terhadap hak-hak difabel, tetapi di sisi lain, ada kegagalan dalam praktik sehari-hari yang mengecewakan harapan akan kesetaraan dan inklusi.Kesulitan yang dihadapi Oni dan banyak difabel lainnya membutuhkan perhatian yang serius dari semua pihak terkait, mulai dari pemerintah hingga masyarakat umum. Peningkatan kesadaran dan empati dari masyarakat luas terhadap kesulitan yang dihadapi oleh difabel adalah langkah penting menuju inklusivitas yang lebih besar. Selain itu, perlu adanya penegakan hukum yang lebih ketat dan pengawasan yang konstan untuk memastikan bahwa undang-undang yang ada tidak hanya ada di atas kertas, tapi juga diimplementasikan dengan baik di lapangan.

 

Statistik yang Menceritakan

Menurut data terbaru dari Dinas Sosial Kabupaten Cirebon, pada tahun 2022, tercatat ada sekitar 3.365 difabel yang tersebar di 40 kecamatan di wilayah tersebut. Angka ini menggambarkan kebutuhan mendesak untuk infrastruktur dan layanan yang lebih inklusif untuk mendukung kehidupan mereka sehari-hari. Meskipun data ini mencerminkan keberadaan dan kebutuhan yang signifikan, realitas yang dihadapi oleh teman-teman difabel  di Kabupaten Cirebon sering kali tidak sejalan dengan apa yang idealnya mereka terima. Fakta bahwa mereka tersebar di banyak kecamatan menambah kompleksitas dalam penyediaan layanan dan dukungan yang memadai. Ini mengindikasikan bahwa solusi harus dirancang dengan mempertimbangkan keberagaman geografis dan kebutuhan spesifik yang berbeda-beda di tiap kecamatan. Kebijakan dan program yang diimplementasikan perlu bersifat fleksibel dan responsif terhadap kondisi lokal, memastikan bahwa setiap individu dapat mengakses layanan yang mereka butuhkan, tidak tergantung pada lokasi tempat tinggal mereka. Salah satu tantangan terbesar dalam mencapai hal ini adalah kurangnya infrastruktur yang mendukung. Misalnya,  fasilitas umum sering kali tidak dilengkapi dengan akses yang memadai, dan informasi tentang layanan sering tidak tersedia dalam format yang dapat diakses. Ini menciptakan hambatan signifikan dalam mobilitas dan aksesibilitas, menjadikan kegiatan sehari-hari yang sederhana sebagai rintangan besar bagi banyak difabel. Selain itu, meskipun undang-undang telah mengamanatkan inklusivitas dan kesetaraan, implementasi kebijakan sering kali tidak konsisten dan bergantung pada pemahaman serta komitmen dari pihak-pihak terkait di tingkat lokal. Ini berarti bahwa meskipun aturan dan regulasi mungkin ada, penerapannya dalam kehidupan nyata bisa sangat bervariasi. Untuk benar-benar meningkatkan kualitas hidup difabel di Kabupaten Cirebon, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan komunitas.

 

Pendekatan yang holistik dan terintegrasi, yang melibatkan pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan aksesibilitas, perlu dijadikan prioritas. Investasi dalam infrastruktur yang ramah difabel, pelatihan untuk para pekerja layanan publik, dan kampanye kesadaran masyarakat adalah beberapa langkah penting yang bisa diambil.

 

Upaya dan Harapan untuk Perubahan

Di tengah kesulitan yang dihadapi oleh teman-teman difabel di Cirebon, muncul pula kisah-kisah tentang perubahan dan adaptasi yang memberi harapan. Beberapa fasilitas publik di kota ini telah mulai menyadari dan merespons kebutuhan akan aksesibilitas yang lebih baik. Sebagai contoh, beberapa kantor pemerintah baru-baru ini telah memasang ramp dan toilet yang dapat diakses oleh teman-teman difabel. Langkah-langkah ini, meskipun terlihat kecil, merupakan tindakan penting dalam perjalanan menuju inklusivitas yang lebih besar. Namun, perubahan sering kali terasa lambat bagi mereka yang paling membutuhkannya. Bagi Oni dan banyak difabel lain, perubahan-perubahan yang terjadi masih jauh dari cukup. Harapan mereka adalah untuk sebuah dunia yang lebih inklusif — sebuah dunia di mana inklusivitas tidak hanya tertulis dalam kebijakan tetapi juga terwujud dalam praktik sehari-hari. Oni, dalam mengungkapkan perasaannya, menekankan bahwa apa yang mereka minta bukanlah belas kasihan. “Kami tidak meminta belas kasihan,” katanya, “hanya kesempatan yang sama untuk mengakses apa yang seharusnya sudah tersedia untuk kami.”

 

Pernyataan ini mencerminkan keinginan kuat dari komunitas difabel untuk diperlakukan sebagai warga negara yang setara, dengan akses yang sama ke semua fasilitas dan layanan yang diambil begitu saja oleh orang lain. Langkah-langkah kecil seperti pemasangan ramp dan penyesuaian fasilitas toilet adalah permulaan yang baik, tetapi masih banyak yang harus dilakukan. Harus ada dorongan yang berkelanjutan dan sistematis untuk memperbaiki infrastruktur publik, membuat kebijakan yang lebih inklusif, dan, yang paling penting, mengubah sikap masyarakat. Edukasi tentang difabel dan inklusivitas harus menjadi bagian dari kurikulum sekolah, program pelatihan untuk pejabat pemerintah, dan kampanye kesadaran publik, sehingga menciptakan fondasi yang kuat untuk perubahan jangka panjang.

 

Kisah Oni adalah cermin dari realitas yang dihadapi oleh banyak difabel di Indonesia dan di seluruh dunia. Mereka yang hidup dengan kemampuan berbeda menginginkan dan berhak atas kesetaraan dalam akses dan kesempatan. Dengan peningkatan kesadaran dan tindakan dari semua sektor masyarakat, kita dapat berharap bahwa perjuangan Oni dan rekan-rekannya bukanlah untuk sia-sia. Sebagai masyarakat, tugas kita adalah memastikan bahwa setiap individu, terlepas dari kebutuhan fisik mereka, memiliki akses penuh ke kehidupan yang mereka pilih untuk dijalani.[]

 

Reporter: Apipudin

Editor     : Ajiwan

 

\

Sumber: https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://cirebonkaton.dprd.cirebonkab.go.id/artikel/945-&ved=2ahUKEwjLg_aIgvyFAxVqD0QIHYavDzoQFnoECA8QAQ&usg=AOvVaw0O35__65MLKs2iDg_jE16W

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air