Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Kepemimpinan Organisasi Perempuan sebagai Komunitas Tangguh Hadapi Risiko Bencana dan Perubahan Iklim

Views: 16

Solidernews.com – Kelompok perempuan di akar rumput telah mengindentifikasi bagaimana krisis iklim mempengaruhi hidup perempuan termasuk perempuan difabel, baik secara individu, dalam keluarga, dan dalam komunitas. Kapasitas perempuan sebagai pemimpin dalam upaya adaptasi perubahan iklim dan aksi ketangguhan terhadap bencana patut diakui dan memiliki kemitraan setara dengan pemangku kepentingan terkait.

 

Yakkum Emergency Unit (YEU) dengan dukungan Huairou Commission kembali memperkuat kapasitas perempuan (2023 – 2024)

Memupuk kepemimpinan organisasi dalam meningkatkan ketangguhan komunitas dengan menerapkan pendekatan ‘Diamond’ yaitu melalui: (1) Penguatan keorganisasian dan kepemimpinan perempuan diakar rumput. (2) Menumbuhkan pengetahuan perempuan akar rumput dan praktk yang baik untuk  mempromosikan keadilan gender dan pembangunan ketahanan, konstituen dan jejaring. (3) Mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik.

 

Perubahan iklim yang sulit diprediksi sering menyebabkan bencana dengan intensitas yang lebih besar. Misalnya: gagal panen, kekurangan air dan pakan ternak, banjir, tanah longsor yang menimbulkan kerusakan, hilangnya mata pencaharian, hilangnya nyawa, dan aset masyarakat terdampak.

 

Reni Kraningtyas, Kepala Sta. Klim. BMKG D.I Yogyakarta menyampaikan komdisi iklim saat ini sudah tidak stabil, di tahun 2023 sekarang merupakan musim kemarau yang terpanjang dari tahun-tahun sebelumnya.

“Sekarang sudah masuk November, tapi hujan masih belum datang. Dari catatan BMKG memperkirakan Februari mendatang adalah puncaknya musim hujan,” ujar ia.

 

Ia menghimbau semua masyarakat dan jajaran pemerintahan untuk lebih siap dan antipasi terhadap dampak musim hujan 2023 – 2024 yang cenderung mundur dari kondisi rata-ratanya dengan melakukan penghematan penggunaan air bersih dan penyesuaian pola tanam.

 

Untuk wilayah rawan banjir. tanah longsong dan angin kencang dihimbau waspada saat musim hujan tiba dengan melalukan tindakan mitigasi bencana, seperti membersihkan saluran air, memangkas dahan pohon, memastikan kekuatan baliho-baliho di jalan raya dan sebagainya.

 

Perjanjian Paris tentang perubahan iklim sangat menguntungkan

Koko Wijanarko dari Ditjen PPI KLHK menuturkan, mitigasi upaya perubahan iklim yang diupayakan adalah mengurai sumber penyebabnya. Bercermin pada ‘Perjanjian Paris 2016’ Persetujuan Paris merupakan persetujuan internasional tentang perubahan iklim yang bertujuan menekan laju naiknya suhu bumi sebesar dua derajat celcius.

“Disisi lain ada krisis perubahan iklim, dilain sisi kita bisa berinovasi bagaimana menanggulanginya,” terang ia.

 

Selain bencana terkait iklim dan dampaknya yang terlihat, terdapat ancaman dan dampak krisis iklim yang belum terlihat dan terpetakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah, sehingga tidak mendapatkan penanganan yang sesuai.

 

Indonesia, yang secara geografis berada pada wilayah yang sangat rentan akan dampak perubahan iklim dimana diperkirakan negara ini akan mengalami kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,5 – 3,92.

 

Perjuangan perempuan hadapi krisis iklim dan eksploitasi sumber daya alam

Penguatan kapastas tentang krisis iklim berperspektif gender dan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan kapasitas kerentanan, serta perencanaan aksi-aksi yang bisa dilakukan masyarakat lokal sesuai kapasitas perlu dilakukan.

 

Dalam masyarakat terutama kaum perempuan di komunitas saat terjadi bencana, mereka mamiliki kapasitas untuk melakukan tanggap darurat, aksi ketangguhan untuk mengurangi risiko dan dampak bencana yang diakibatkan oleh krisis iklim.

“Dampak perubahan iklim sangat dirasakan kaum perempuan. Peran perempuan hampir 24 jam dan berhubungan dengan kebutuhan utilitas seperti air,” ungkap Sana Ullaili, dari Sekolah Perempuan Kinasih.

 

Diah Widuretno dari Sekolah Pagesangan juga tidak menampik, peran perempuan akan bertambah bebannya akibat krisis iklim. Mereka akan lebih membutuhkan pasokan air untuk kebutuhn mandi, cuci, masak, yang memungkinkan bisa membutuhkan anggaran pengeluaran khusus dalam perekonomian sebuah rumah tangga.

 

Kondisi ini pun yang akan terjadi pada perempuan-perempuan difabel dalam tatanan pengelolaan kebutuhan utilitas pada rumah tangganya.

“Ancaman krisis iklim itu nyata, kenaikan iklim satu derajat celcius saja itu sudah bahaya,” tegasnya.

 

Menurut Edi Padmo, dari komunitas Resan yang berfokus pada lingkungan, keberadaan pohon-pohon besar menjadi salah satu sumber menyimpanan air tanah. Pohon memiliki fungsi ekomoni, konservasi dan estetika. Pertumbuhan produksi pemenuhan gaya hidup bisa jadi penyumbang perubahan iklim, bila kebutuhan makanan, pakaian diprodukdi secara masal dalam waktu instan.

“Pohon itu saudara tua manusia,” celotehnya.

 

Salah satu hal yang bisa dilakukan masyarakat, termasuk peran perempuan, bahkan perempuan difabel adalah menanan pohon-pohon kecil di halaman rumah dan tidak menebang pohon-pohon besar yang sudah ada. Meski terkesan sederhana, mitigasi ini dapat mempengaruhi perubahan iklim di lingkungan sekitar.[]

 

Reporter: Sri Hartanty

Editor      : Ajiwan Arief

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air