Views: 59
Solidernews.com – Meskipun Bali dikenal dengan keindahan alamnya yang memukau dan budaya yang kaya, namun tantangan aksesibilitas bagi difabel tetap menjadi masalah yang belum terselesaikan dengan baik. Masyarakat difabel masih menghadapi kesulitan besar dalam mengakses jalur pejalan kaki di pulau ini. Fenomena ini menyiratkan perlunya tindakan cepat dari pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas dan inklusivitas.
Banyaknya trotoar yang sempit, tidak rata, dan sering kali terhambat oleh kendaraan parkir liar atau rintangan lain membuat perjalanan bagi orang difabel menjadi sulit dan berisiko. Difabel seperti pengguna kursi roda, tongkat, atau orang dengan hambatan mobilitas lainnya sering kali terhalang untuk bergerak bebas di sepanjang jalur pejalan kaki.
“Setiap hari, saya harus menghadapi rintangan yang sangat sulit di trotoar. Mulai adanya lubang yang dalam, kendaran yang parkir sembarangan, belum lagi sepeda motor yang nekat menerobos kendaraan melewati trotoar yang membuat saya menghindari trotoar sepenuhnya karena tidak memungkinkan bagi saya untuk melaluinya,” ungkap dika setiana, seorang difabel netra.
Hambatan untuk mengakses trotoar dengan mudah bukan hanya masalah keseharian, tetapi juga mengancam keselamatan mereka. Bahkan ketika trotoar tersedia, sering kali tidak ada fasilitas tambahan seperti ramp atau area khusus yang memudahkan orang difabel untuk melintas dengan aman.
Menyadari urgensi permasalahan ini, kelompok advokasi dan aktivis hak difabel di Bali mendesak pemerintah setempat untuk mengambil langkah konkret dalam meningkatkan aksesibilitas pejalan kaki. Mereka menekankan perlunya perencanaan yang lebih inklusif dalam pembangunan infrastruktur kota, serta implementasi regulasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa standar aksesibilitas dijalankan dengan serius.
“Diperlukan tindakan cepat dan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah untuk menangani masalah aksesibilitas ini. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengakses fasilitas umum dengan mudah dan tanpa hambatan, dan tidak boleh ada yang dikesampingkan,” ujar Putu Adi, seorang aktivis hak difabel.
Pemerintah daerah Bali sendiri sebenarnya sudah memiliki regulasi untuk memprioritaskan pemenuhan hak dan aksesibilitas bagi orang dengan difabel yang tertuang pada PERGUB Nomor 44 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 mengenai Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Namun pada implementasinya masih perlu lebih didorong kembali. Untuk mewujudkan hal tersebut tentu dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak terkait, seperti pemerintah setempat, termasuk kelompok advokasi, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum, dalam upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi semua warga, termasuk mereka yang memiliki difabrel.
Dengan semakin berkembangnya pariwisata dan infrastruktur di Bali, perhatian terhadap aksesibilitas bagi difabel tidak boleh diabaikan. Langkah-langkah konkret dan kolaboratif dari semua pihak terkait diperlukan untuk memastikan bahwa setiap orang dapat menikmati keindahan pulau ini tanpa terhalang oleh rintangan fisik yang tidak perlu.[]
Reporter: Harisandy
Editor : Ajiwan Arief