Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

JIDAB#2 Pamerkan 54 Karya Difabel Seniman dari 12 Negara

Views: 5

SoliderNews.com, Yogyakarta – Menjejakkan kaki di halaman Galeri RJ Katamsi, sebuah karya berukuran besar menjadi fasad depan gedung pameran berlantai empat, yang berada di Institut Senin Indonesia (ISI) Yogyakarta. Karya gegantik, kolaborasi antara seniman Inggris (Andre Bolton) dan seniman Indonesia (Edy, Nano Warsono, Butong dan Syaifudin).

 

Sore itu, Jumat (13/10/2023) pukul empat, Jogja Disability Arts (JDA) tengah menyelenggarakan pembukaan pameran berskala internasional dua tahunan, Jogja International Disability Arts Bienalle kedua (JIDAB#2). Pionir dan satu-satunya, di sepanjang sejarah penyelenggaraan pameran dunia. Ruang apresiasi, terhadap karya para difabel perupa, dari berbagai belahan dunia. Mengusung tema Interchange, pameran dibuka oleh Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND) Dr. Dante Rigmalia, M.Pd.

 

Tema Interchange, menggarisbawahi adanya proses kolaborasi artistik, yang diwarnai pertukaran gagasan, melalui praktik kreatif di medan seni. Proses kolaborasi, tak sekadar mempertemukan atau menyatukan dua gagasan maupun praktik kreatif yang berbeda. Melainkan, juga melahirkan keinsafan baru. Tentang pentingnya memahami dan menaruh hormat pada pihak lain. Demikian, ruh pada penyelenggaraan JIDAB#2.

 

Pertautan antara seni dan disabilitas yang memiliki banyak dimensi, melatarbelakangi penyelenggaraan pameran. Seni menjadi salah satu media merepresentasikan kondisi difabel.

 

Bagi difabel, seni merupakan medium ekspresif sebagai sarana menemukan kedirian maupun ketubuhan mereka. Selain itu, dalam tataran yang lebih luas, seni menjadi perangkat untuk mendorong kepedulian publik terhadap isu-isu yang berkaitan dengan orang dengan disabilitas (difabel). Demikian, mengutip release yang diterima solidernews.com, Jumat (13/10).

 

Meski begitu, tak semestinya, seni berhenti pada ikhtiar membuka kesadaran publik terhadap perkara disabilitas. Seni juga membuka ruang kolaborasi antara difabel perupa dengan non-difabel. Melalui kolaborasi seni, pemahaman yang lebih baik terhadap kondisi disabilitas akan terjadi. Serta, membuka leluasa ruang dialog dalam melihat persoalan difabel.

 

Jogja International Disability Art Biennale#2 ‘Interchange’ dihelat di Galeri RJ Katamsi Institut Seni Indonesia, pada 13-21 oktober 2023. Pameran kedua ini diikuti 54 difabel seniman dari 12 negara. Sebanyak 37 seniman dari Indonesia, 17 seniman lainnya dari berbagai negara. Di antaranya, Australia (Kurt Bosecke dan Geoff Dossetor), Brazil (Maria Goret Chagas dan Ronaldo Cupertino da Silva), United Kingdom (Andrew Bolton, Booker Skelding, Cheryl Beer, Emma Freyne, dan Helen Hall), Singapore (Ng Yiy ming Mimi), Nigeria (Olubunmi Oyesanya Ayaoge), New Zealand (Kerrin Tilley) South Korea (Jinhyun Song), Cairo Egypt (Reda Ahmed Fadl), Philippines (John Roland Feruelo), Croatia (Alen Kasumović mag.art) dan Uni Emirat Arab (Brook Yeshitila).

 

Berbagai rangkaian acara digelar pada pameran JIDAB#2. Yaitu, seminar internasional, focus grup discussion, workshop, serta pemberian penghargaan terhadap para pihak yang telah berjuang, bagi orang dengan disabilitas.

 

Proses pemilihan karya

Kepada solidernews.com Ketua Penyelenggara JIDAB#2 Sukri Budi Dharma (Butong), menyampaikan proses pemilihan karya. Para seniman tidak mengajukan lamaran (submit and application), kata dia. Melainkan, pemilihan karya dilakukan dengan cara memantau aktivitas para seniman di sosial media masing-masing.

 

Tahap berikutnya, melakukan komunikasi. Langkah ini sebagai upaya menggali rekam jejak para seniman, minimal dalam dua tahun terakhir. Orang-orang yang memilih seni rupa sebagai profesi, adalah point atau syarat proses seleksi. Memberi ruang setara bagi difabel perupa, dari empat  ragam difabel, pun dilakukan dalam proses seleksi.

“Langkah atau proses pemilihan karya ini, berhasil menemukan para difabel yang menekuni hidup kesehariannya, dengan berkarya seni rupa. Berkesenian menjadi nafas dalam hidupnya. Merekalah yang layak mendapatkan kesempatan dan kesetaraan di ruang pamer,” ujar Butong.

 

Karenanya, pengunjung pameran akan menyaksikan beragam karya (dua-tiga dimensi, karya instalasi, video), para seniman dengan difabel fisik, mental, intelektual dan sensorik.[]

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor     : Ajiwan

 

 

 

 

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air