Views: 18
Solidernews.com – Sejak tahun 2020, pemerintah Indonesia memiliki program transportasi publik berbasis Bus Rapid Transit (BRT) bernama Teman Bus. Program ini berjalan di bawah pengawasan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Memiliki tujuan mmeningkatkan Mobilitas Perkotaan, mengurangi emisi gas buang, mendorong Perubahan Perilaku Transportasi, dan menyediakan Transportasi yang Inklusif.
Hadir di kota-kota strategis seperti Palembang, Solo, Yogyakarta, Denpasar, Medan, Surabaya, Makassar dan empat kota lainnya. Teman bus memiliki rute dan jumlah armada yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Tapi yang pasti, di setiap kota, ada beberapa aspek yang harus disediakan oleh armada yang beroperasi. Hal-hal tersebut meliputi aksesibilitas bagi masyarakat difabel, wifi, AC, pramudi yang ramah dan biaya guna yang terjangkau.
Masyarakat difabel, khususnya yang mengalami hambatan mobilitas, semestinya bisa sangat diuntungkan dengan adanya program transportasi pablik seperti teman bus. Harga yang murah dan kemudahan untuk berpindah tempat menjadi hal yang sampai dengan sekarang, masih sulit didapatkan oleh masyarakat difabel. Khususnya di kota Makassar. Aksesibilitas dan keberpihakan teman bus atau khususnya di Makassar diberi nama Bus Maminasata, atas kerentanan masyarakat difabel dalam ranah transportasi pun menjadi pembahasan yang hangat di tengah penggerak isu inklusi difabel. Pertanyaan apakah teman bus mempermudah aktivitas mobilitas masyarakat difabel di kota Makassar, menjadi pertanyaan yang penting untuk dilemparkan dalam pertemuan-pertemuan pablik. Teman bus sebagai program dari pemerintah, seharusnya taat atas aturan-aturan pemenuhan hak difabel atas aksesibilitas yang tercantum dalam berbagai regulasi.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pasal 32 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, termasuk dalam bidang transportasi. Fasilitas transportasi umum harus dilengkapi dengan fasilitas yang ramah dan dapat diakses oleh difabel. Kemudian yang lebih relefan, dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 98 Tahun 2017 tentang Penyediaan Aksesibilitas pada Pelayanan Jasa Transportasi bagi Pengguna Jasa Berkebutuhan Khusus, mewajibkan penyedia layanan transportasi untuk menyediakan fasilitas aksesibilitas meliputi ramp untuk kursi roda, kursi prioritas, informasi berbasis audio dan visual, serta pelatihan bagi petugas untuk memahami kebutuhan masyarakat pengguna difabel. Dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor 117 Tahun 2018 tentang Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek pun, ikut mengatur layanan angkutan yang tidak dalam trayek, termasuk teman bus, dengan penekanan pada aspek inklusivitas bagi difabel.
Faktanya, sejumlah keluhan terkait program teman bus di kota Makassar yang belum sepenuhnya inklusif kerab terdengar. Mulai dari aksesibilitas bagi difabel fisik, sensorik, intelektual sampai dengan mental.
“Ada dua model bus, ya. Bus lama dan bus baru. Kalau bus baru, itu ramah buat saya yang menggunakan tongkat. Karena tanggannya tidak berjarak antar satu anak tangga dan anak tangga lainnya. Tapi kurangnya, bus yang baru ini tidak bisa diakses pengguna kursi roda. Tangganya sempit dan curam, lorong-lorong antar kursinya juga sempit. Sementara bus lama itu sangat akses untuk kursi roda. Ada space untuk kursi roda dan ada akses untuk naik ke bus-nya. Di sisi lain, bus lama ini sulit untuk diakses sama pengguna kruk. Karena antar anak tangga itu terlalu berjarak. Selain itu juga bus itu jalannya cepat, ya. Jadi biasa kita belum duduk, dia sudah jalan,” ungkap Agum difabel fisik pengguna aktif bus Maminasata dalam wawancara yang dilakukan oleh solider pada Senin, 2 Desember 2024.
Putra difabel netra pengguna bus Maminasata dalam kesempatan yang sama berbagi pengalamannya kepada solider, mengenai hambatannya dalam mengakses teman bus.
“Kadang suara speaker yang kasih info halte apa yang selanjutnya akan disinggahi itu terdengar jelas, tapi kadang juga kecil sekali. Malah kadang tidak terdengar sama sekali. Sementara kursi prioritas itu kan jauh dari kursi pramudi (supir) jadi kita tidak bisa bertanya ke pramudinya langsung. Agak membingungkan untuk kita yang tidak melihat, kalau speaker-nya itu lagi tidak berfungsi maksimal. Saya juga masih terhitung boros kalau mau naik bus. Harganya hampir sama saja, dengan kalau saya naik ojol. Karena kan untuk ke halte itu saya harus naik ojol dulu, sampai ke halte lain saya naik ojol lagi untuk ke tempat tujuan. Karena halte masih sangat terbatas.”
Pada Selasa, 3 Desember 2024 yang lalu, solider pun melakukan wawancara kepada dua pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan yang berwenang terhadap program teman bus wilayah kota Makassar, kabupaten Maros dan kabupaten Takalar. Imran selaku pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan, membenarkan adanya keterbatasan halte. Ia menjabarkan, transportasi umum seperti pete-pete (semacam angkot) di kota Makassar membuat teman bus kesulitan untuk meletakkan titik halte. Imran mengunkapkan, konflik antara pete-pete dan transportasi umum lainnya malah akan membesar dan parah jika Dinas Perhubngan memaksa mendirikan halte di seluruh tempat strategis.
Sedangkan Reski Amalia yang juga adalah pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan, mengatakan bahwa untuk di Sulawesi Selatan sendiri, armada bus inklusi yang disediakan oleh pemerintah provinsi masih terbatas. Salah satu penyebabnya adalah aturan dari kementerian terkait yang menyebutkan bahwa di setiap provinsi, wajib menyediakan minimal 10% armada yang inklusif bagi masyarakat difabel. Tetapi di sisi lain, Dinas Perhubungan provinsi Sulawesi Selatan pun sudah memasukkan pengetahuan interaksi ramah difabel ke dalam Standar Pelayanan Minumum yang harus dipenuhi oleh pihak ketiga penyedia pramudi.
“Kita kan armadanya masih terbilang sedikit, Dek. Makanya jumlah armada inklusinya juga masih sedikit. Baru ada dua di masing-masing trek, berarti keseluruhan baru ada enam,” tegasnya.
Lebih lanjut Reski Amalia juga memberi klarifikasi atas protes mengenai speaker yang kadang tak terdengar dan bus yang sering jalan sebelum penumpang duduk dengan sempurna, “untuk speaker, mungkin ada yang sedang rusak. Tapi ada juga yang mungkin volumenya diperkecil sama pramudinya. Ini nanti coba untuk kita beri edukasi lagi. Kalau soal bus yang suka jalan sebelum penumpang duduk, itu karena kita belum ada jalur khusus bus. Makanya mungkin pramudi juga terpaksa harus buru-buru meninggalkan halte, takut menimbulkan kemacetan atau emosi dari pengemudi kendaraan yang lain.”
Sejumlah hambatan dan ketidak sesuaian yang terjadi di lapangan, diharapkan tentu saja dapat segera diatasi oleh pemerintah yang berwenang. Sesuai dengan prinsip SDGS “tidak ada satupun orang yang tertinggal dalam pembangunan”, diharapkan juga dalam program Teman Bus ini, keperluan dan keinginan masyarakat difabel pun tak ditinggalkan.[]
Reporter: Nabila May Sweetha
Editor : Ajiwan