Views: 3
Solidernews.com – Pekan Budaya Difabel (PBD) 2024 yang mengusung tema “Gayeng Regeng” digelar pada 3-7 Desember di Lapangan Minggiran, Kecamatan Mantrijeron. Acara ini menjadi ajang untuk menguatkan citra Yogyakarta sebagai Kota Inklusif, yang menghargai keberagaman dan mempererat tali persaudaraan, terutama di kalangan difabel. Selain itu ajang ini juga merupakan perwujudan nyawiji antara masyarakat umum dengan para difabel yang hadir di gelaran PBD 2024.
Gelaran Pekan Budaya Difabel 2024 juga membuktikan bahwa setiap individu memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya. Beragam pertunjukan menarik yang diprakarsai oleh karya-karya difabel ditunjukkan untuk memeriahkan pagelaran PBD 2024. Penampilan tarian dari SLB N 1 Bantul, Purnakawanita, komedi dari Deni Stand Up, musik, lagu, hingga Tari Angguk oleh Sripanglaras. Selain itu, kegiatan ini juga menghadirkan sosok dalang difabel netra Ki Kevin Aditama yang menggunakan lakon Ontoseno Rabi turut menggebyarkan acara pada hari ke dua PBD. Penampilan-penampilan ini bukan hanya menampilkan keindahan seni, tetapi juga menunjukkan kreativitas para difabel.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, pada pembukaan PBD mengungkapkan bahwa nilai inklusi yang diusung dalam PBD 2024 mengajarkan penghargaan terhadap perbedaan dan keragaman. “Pekan Budaya Difabel 2024 semakin menegaskan Yogyakarta sebagai kota yang menjunjung tinggi toleransi, tenggang rasa, asih, dan asuh melalui nilai-nilai budaya.”
Membangun Ruang Temu Inklusif untuk Seluruh Masyarakat
Gelaran PBD 2024 yang resmi di buka pada 3 Desember 2024 ini memiliki konsep untuk membuka ruang inklusif secara berkelanjutan. Upaya baik pembangunan mental sejak dini dengan kolaborasi seni bersama antar siswa SLB dengan siswa umum diwadahi dalam workshop di hari kedua. Kunjungan museum, mewarnai bersama, hingga pentas bareng menjadi modal PBD untuk mengenalkan inklusifitas kepada anak-anak.
Selain itu sinergitas UMKM juga dibangun. Para pelaku usaha difabel dan nondifabel diberikan ruang temu secara terbuka di sekitaran Lapangan Minggiran. Lokasi stand makanan, kerajinan, dan sebagainya turut ditampilkan untuk membentuk ruang temu. Mulai jajanan, siomay, Kafe Susu Tuli, batik karya rekan difabel, dan sebagainya menjadi simbol sinergitas UMKM yang inklusif.
“Jadi, tidak hanya pementasan karya difabel saja. Kami juga turut melibatkan masyarakat umum untuk ikut meramaikan gelaran acara ini. Utamanya di sektor UMKM yang ada di stand sekitaran pameran PBD 2024 ini,” ujar Broto selaku koordinator pelaksana pada wawancara 4 Desember 2024.
Broto menegaskan bahwa konsep “Gayeng Regeng” pada tema PBD 2024 ini menjadi salah satu harapan tentang penghargaan, pemberian kesempatan, serta saling berinteraksi bagi kesenian dan karya difabel kepada khalayak umum. Di mana gegap gempita acara ini menjadi wujud penghargaan, sinergitas, inklusi sosial, dan interaksi antar masyarakat umum dengan difabel supaya dapat menyatu dalam pagelaran acara Pekan Budaya Difabel tanpa adanya kecanggungan.
Sisipan Nilai Inklusif dalam Pementasan Seni Difabel
Mulai dari hari pertama sebuah gebyar baru dipentaskan oleh rekan-rekan dari komunitas Tari Angguk oleh Sripanglaras yang memunculkan kesenian di bidang tetarian yang mampu di persembahkan oleh kawan-kawan difabel. Rombongan dari Kulonprogo ini mampu menyihir masyarakat akan pemahaman seni adalah milik semua orang. Tidak ada pembatas pada karya dan berkesenian, semua manusia mampu menunjukkan kualitasnya.
Hari ke dua, pementasan wayang yang didhalangi oleh Ki Kevin dari Gunung Kidul turut membawa nuansa baru. Pementasan atas rekomendasi dari Dinas Kebudayaan ini juga mampu menyisipkan nilai kesetaraan serta inklusifitas di kancah dunia pewayangan. Atas bantuan dari Ki Karjono dan pengrawit Gita Raras mampu menunjukkan kolaborasi epik secara inklusif. Ki Kevin yang difabel netra mampu menuntaskan cerita pewayangan dengan lakon Ontoseno Rabi.
“Kita sebagai difabel juga ingin diberikan ruang untuk berkreasi. Selain itu, kami juga memiliki kemampuan untuk mementaskan sebuah gelaran seni yang berkualitas,” ujar Kevin sembari menyisipkan pesan inklusifitas di sela memainkan wayang.
Dalam lakon itu, Kevin juga melontarkan kritik sosial yaitu rumor tentang penghapusan PBD yang di danai oleh DANAIS. Ia merasa malah even tahunan ini harus ditambah. Bukan malah dihilangkan. Karena ini adalah wujud inklusifitas dan pemberian ruang pada seniman difabel yang ada di Yogyakarta.
“Jadi kurang pantas bila PBD malah di hapuskan. Justru kalau bisa ditambah,” tegas Kevin yang diinterpretasikan oleh wayangnya. Saat pementasan Rabu, 4 November 2024 malam.
Pagelaran yang sungguh memukau. Kehadiran masyarakat umum, mahasiswa, seniman, dan berbagai lapisan lainnya menjadi simbol harmonisme tersendiri dalam pagelaran PBD 2024. Mulai anak-anak, remaja, dewasa, hingga para orang tua, turut mengapresiasi agenda PBD di Lapangan Minggiran.
Yeni, salah satu hadirin yang menikmati gelaran pada 4 Desember 2024, menyatakan apresiasinya. “Sungguh mas saya merasa haru, bangga, sekaligus terpukau dengan pementasan rekan-rekan difabel. Mulai dari teater, seni wayang yang ditampilkan oleh Ki Kevin, makin membuka pikiran saya akan seni adalah milik semua orang.”
Selain itu, Marmi, yang juga ikut menikmati gelaran PBD di hari ke dua juga turut memberi respons, “Luar biasa mas penampilannya. Ki Kevin juga berhasil menyentuh sisi seni pedhalangan dengan tuntas. Saya bangga menikmati karya disabilitas ini.”[]
Reporter: Wachid Hamdan
Editor : Ajiwan