Views: 14
Solidernews.com – Hai, sobat inklusi. Apa kabarmu di hari ini? Semoga semuanya baik. Baik dalam perasaan, pemikiran, dan pandangan ke depan untuk Indonesia yang lebih positif dan inklusif, ya.
Kalau kita pikir dan telaah, Indonesia ini negara yang melimpah ruah anugerah Tuhan kepadanya loh. Kita memiliki pulau yang banyak, suku yang beragam, dan tentunya sumber daya alam yang tidak terkira.
Namun, sering kali, kita sebagai orang muda yang katanya berdarah asli Indonesia, tidak menjadikan anugerah tersebut untuk mengabarkan hal-hal positif yang terjadi. Bahkan, ketika ada hal-hal buruk terjadi di negara tercinta ini kebanyakan dari kita seolah berlomba untuk paling depan menceritakan dan membagikan ketidakbaikan itu. Padahal masih sangat banyak hal-hal baik yang tentunya konstruktif yang dapat kita kabarkan pada semua orang di negeri ini. Kalau perlu, kita kabarkan pada dunia bahwa Indonesia itu ada dan Indonesia itu bisa lebih berdaya daripada yang sudah-sudah.
Maka dari itu, marilah kita sebagai orang muda di Indonesia untuk sering-sering membagikan hal-hal positif dari negeri sendiri. Jangan hanya mengabarkan tentang diskriminasi, stigma, dan hal buruk lainnya.
Karena yakinlah, suatu negara akan lebih cepat proses kemajuannya apabila warganya berpikiran ke depan dan memiliki optimisme bahwa suatu saat negaranya akan maju dan tidak kalah dengan negara-negara maju lainnya.
Diperlukan peran kita semua untuk sama-sama membersamai hal-hal baik dan menggembirakan tentang negeri ini agar kita menjadi bangsa yang berpikiran terbuka dan bisa melihat segala hal sebagai peluang, alih-alih ancaman.
Kali ini, Solidernews.com, kembali akan mengabarkan hal baik tentang pencapaian seorang muda difabel. Ia berasal dari tanah para Karaeng. Namanya Ismail.
Ia berhasil lulus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
Sebagaimana dilansir dari Instagram @BLKM Makassar, pada Maret 2024 yang lalu, di Aula Balai Labkesmas Makassar telah dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja antara PPPK dan Kepala Balai Labkesmas Makassar, Yohanis Rapa Patari, SE, M.Kes. Sebanyak 7 orang berhasil lulus pada Penerimaan PPPK Balai Labkesmas Makassar Tahun 2023 silam dan salah satunya adalah seorang difabel netra bernama Ismail Naharuddin, S.I.Kom., sebagai Pranata Hubungan Masyarakat Ahli Pertama.
Melalui aplikasi WhatsApp, Solidernews.com, menghubungi Ismail yang biasa dipanggil Mail.
“Saya Ismail Naharuddin. Disabilitas Netra kategori totally blind. Background pendidikan S1 Ilmu Komunikasi, di Universitas Islam Makassar. Sejak Juli 2019, saya aktif sebagai Sekretaris Daerah di Persatuan Tunanetra Indonesia Sulawesi Selatan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ketika ditanya tentang mengapa ia tertarik menjadi abdi negara dalam hal ini sebagai PPP, ia juga membeberkan alasannya.
“Sebenarnya saya tidak pernah berpikir atau bercita-cita ingin menjadi ASN. Hanya saja melihat peluang yang ada, dan kebetulan saya memang sedang ingin mengembangkan karir,” jawabnya.
Selain itu, ketika Mail ditanya mengapa memilih Kementerian Kesehatan sebagai tempat mengabdi, ia juga bercerita.
“Sebenarnya, tidak ada alasan khusus mengapa Kemenkes menjadi instansi pilihan saya. Waktu mencari formasi di laman SSCASN, saya memilih berdasarkan kualifikasi pendidikan dan jalur pendaftaran yang sesuai. Awalnya saya tidak langsung menemukan formasi Kemenkes ini. Justru saya hanya menemukan dua formasi yang cocok dengan latar belakang pendidikan saya, dan menerima pendaftar disabilitas. Formasi tersebut ialah Pranata Humas di Diskominfo Pemkab Wajo dan Diskominfo Pemkab Bone. Dan setelah berdiskusi dengan orang tua, Pemkab Wajo menjadi pilihan saya. Sampai sekitar dua atau tiga hari selanjutnya, saya kembali mencari ulang formasi di laman SSCASN. Dan setelah membaca dengan teliti seluruh formasi yang tersedia, akhirnya saya menemukan satu formasi Pranata Humas untuk instansi Kemenkes pada Unit Kerja Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Makassar. Penempatannya di Kota Makassar. Setelah berdiskusi sama orang tua lagi, akhirnya saya putuskan untuk memilih formasi tersebut. Yang memang dari awal orang tua selalu berharap supaya ada formasi yang sesuai dengan penempatan di Kota Makassar,” ungkapnya panjang lebar.
Poin penting yang juga Solidernews.com tanyakan adalah dengan terangkatnya Ismail sebagai PPPK, apakah dapat menjadi bukti bahwa Pemerintah telah mengimplementasikan UU No. 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas?
Lalu Ismail pun memberikan jawabannya secara jelas dan lugas.
“Menurut saya, untuk mengasumsikan bahwa pemerintah telah mengimplementasikan UU No. 8 Tahun 2016 perlu ditinjau dari berbagai aspek. Misalnya untuk bidang ketenagakerjaan. Pemerintah telah membuka peluang kepada disabilitas melalui penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN). Sampai di sini, pemerintah telah menjalankan amanah regulasi untuk mengakomodasi angkatan kerja disabilitas. Walau pun dalam pelaksanaanya masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki. Seperti aksesibilitas saat proses ujian seleksi. Selain itu, aksesibilitas di tempat kerjanya, bagaimana lingkungan bisa menerima eksistensi pekerja disabilitas, itu yang paling penting.
Dan pemerintah juga perlu untuk memastikan pemenuhan hak untuk angkatan kerja disabilitas supaya tercover dalam kuota 2% untuk formasi pada instansi pemerintahan dan 1% untuk formasi di instansi swasta. Karena menurut saya, jumlah tenaga kerja disabilitas di sektor formal masih jauh dari angka tersebut,” paparnya.
Dari tujuh yang terangkat menjadi PPPK, hanya Ismail lah yang difabel. Hal ini ternyata tidak membuat ia lantas minder dan menutup diri. Tergambar dari jawaban yang diberikan kepada Solidernews.com.
“Sama sekali tidak. Saya sudah belajar banyak sejak saya menerima keadaan saya sebagai seorang disabilitas saat masuk ke perguruan tinggi 2017 lalu. Ditambah dengan pengalaman berorganisasi yang sejak 2019 yang harus berinteraksi dengan banyak orang, bukan hanya teman-teman disabilitas. Kemudian pengalaman di lingkungan kerja yang lama juga, walau pun baru 1 tahun lebih tapi setidaknya bisa memberikan saya gambaran tentang suasana di kantor yang sebenarnya luwes, alias tidak kaku,” jawabnya tegas penuh percaya diri.
Dengan pencapaian yang sekarang Mail raih, ia juga menitipkan pesan kepada sesama difabel agar dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat memperoleh pekerjaan yang layak.
“Yang pertama adalah penting untuk selalu memantau perkembangan teknologi, dan menguasai teknik-teknik umum seperti pengetikan, browsing, penggunaan sosial media, dan penguasaan aplikasi penunjang kerja bagi disabilitas, misalnya pengonversi gambar ke teks, pembaca layar, dan aplikasi pencari volunteer. Setidaknya, dengan kemampuan dasar ini bisa mempengaruhi lingkungan kerja untuk percaya bahwa kita bisa menyelesaikan tugas. Kedua yang tidak kalah penting adalah kemampuan sosial. Perlu untuk pandai-pandai membawa diri agar masuk dalam lingkungan sosial di manapun berada. Entah di kampus, di sekolah, tempat kerja dan lain-lain. Hal ini supaya orang di sekitar menyadari kehadiran kita di tempat itu dan menghindarkan kita dari kondisi keterasingan. Menurut saya, tidak salah jika membiasakan diri agar bisa sedikit berspekulasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Misalnya mengajak teman ke kantin lalu mentraktirnya, menawarkan bantuan kepada mereka, atau bahkan memberikan sesuatu semacam hadiah. Yang mana hal itu bisa mendatangkan umpan balik kepada kita di kemudian hari,” terangnya memotivasi.
Di akhir wawancara, Mail berpesan kepada lembaga negara dan swasta yang sudah menerima difabel untuk bekerja.
“Kepada lembaga yang telah menerima kawan-kawan disabilitas untuk bekerja, bahwasannya mereka tidak memerlukan keistimewaan. Mereka tidak memerlukan pengurangan
beban kerja atas kedisabilitasannya. Mereka hanya perlu akomodasi yang layak dalam menunjang pekerjaannya. Percayakan tugas-tugas kepada mereka sesuai dengan job descriptionnya. Dan pastikan mereka terfasilitasi oleh alat bantu dan perangkat yang sesuai saat bekerja,” pungkasnya tegas.
Kisah pencapaian Ismail mungkin hanya salah satu dari banyaknya hal baik yang harusnya kita bagikan dan suarakan kepada semua orang, ya, sobat inklusi. Karena bisa jadi, Indonesia belum maju disebabkan oleh pemikiran orang Indonesia itu sendiri yang pesimis dan menghindari kata optimis.[]
Reporter: ZAF
Editor ; Ajiwan