Views: 17
Solidernews.com, Yogyakarta – bencana alam dapat terjadi dimana saja dan menimpa siapa saja. Kondisi kerusakan lingkungan, perubahan iklim, serta faktor alam dapat saja menimbulkan bencana alam. Setiap daerah memiliki potensi bencana alam yang berbeda-beda. Mulai dari bencana banjir, kekeringan, bahkan kebakaran karena kesalahan manusia yang biasa menimpa masyarakat di wilayah perkotaan, hingga tanah longsor, gempa bumi, dan bahkan akibat dari aktivitas gunung berapi pun dapat menimbulkan bencana alam.
Bencana memang tak bisa dihindari, namun pengurangan resiko akibat terjadinya bencana dapat dikurangi dan diminimalkan. Direktur BNPB, Raditiya Jati dalam sambutan pembuka pada kegiatan Demo Day IDEAKSI yang dilaksanakan pada (7/10) mengatakan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan resiko bencana sangat penting. Masyarakat Indonesia sudah lebih dari 20 tahun berpengalaman dalam penanganan bencana. Pada 2004 misalnya pasca terjadinya tsunami di Aceh, serta pada 2006 pasca terjadinya gempa bumi di Yogyakarta yang juga menelan banyak korban jiwa. Agaknya partisipasi masyarakat cukup besar dalam rangka pemulihan setelah terjadinya bencana. Dengan demikian kesadaran masyarakat awam terkait penanggulangan resiko bencana harus terus dilakukan.
Untuk melakukan hal tersebut, diperlukan banyak edukasi agar masyarakat semakin aware dan paham terkait bagaimana menanggulangi bencana dan apa yang harus dilakukan Ketika terjadi bencana. Melihat zaman yang terus berkembang dan tingkat pemahaman masyarakat yang masih kompleks, berbagai inovasi terjait edukasi kebencanaan di masyarakat perlu terus dilakukan dan ditingkatkan. Inovasi ini juga harus memperhatikan kebutuhan dan keragaman kondisi masyarakat sekitar, termasuk kebutuhan spesifik bagi kelompok difabel. Hal itu dijawab oleh tiga inovator lokal asal Yogyakarta yang mempresentasikan inovasinya dalam upaya edukasi pengurangan resiko bencana inklusif dalam kegiatan Demo Day IDEKSI ke – 2.
Salah satu inovator lokal yang berupaya melakukan edukasi adalah Pusat Pemberdayaan Disabilitas Mitra Sejahtera (PPDMS) Gunungkidul. Mereka mempresentasikan inovasi berupa Home Visit Generasi Cerdas Tangguh Bencana. Puji Lestari, perwakilan dari PPDMS Gunung Kidul mengungkapkan, banyak anak difabel, belum mendapatkan akses pendidikan yang layak. Di samping kondisi geografis yang cukup berat, dan mereka tinggal di daerah rawan bencana, banyak difabel juga yang masih mengalami stigma negatif. “mereka masih mengalami perundungan dan juga dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya.”
Puji melanjutkan, angka putus sekolah atau tidak sekolah untuk anak difabel di Gunungkidul itu sangat tinggi. Hal ini karena mereka kesulitan untuk transportasinya. Selain mereka mengalami hambatan pada fisiknya, keluarganya pun juga termasuk dalam keluarga yang kurang mampu. Saat ini, Puji dan tim PPDMS telah mendampingi 31 anak yang meliputi 7 kapanewon yang terdiri dari Paliyan, Playen, Patuk, Gedangsari, Nglipar, Karangmojo dan Semin. Dari 31 anak dampingan, sebanyak delapan anak sudah dapat bersekolah secara formal, namun 23 anak masih mengalami kendala ke sekolah karena jarak rumah mereka yang sangat jauh dan medan yang sangat sulit.
Dalam program IDEAKSI ini, Puji dan tim PPDMS membuat sebuah alat edukasi kebencanaan yang mereka beri nama “putar putar tepat cari selamat” atau disingkat “putat camat”. “jadi permainan ini akan kami bawa untuk melakukan home visit untuk belajar di rumah. Alat ini nanti berisikan tentang pendidikan akademis dan pendidikan kebencanaan di mana peralatan ini sangat sederhana. Alat ini nanti akan kita buat dengan huruf braile, selan juga dalam bentuk tulisan awas. Kan biasa agar nanti anak anak tunanetra bisa juga memainkan permainan sederhana ini. Kemudian juga kita bisa melibatkan orang tua dari anak anak untuk ikutan belajar di alat tersebut.
Selain, edukasi terkait kebencanaan yang dibuat dalam bentuk alat sederhana dan dilakukan saat home visit, inovasi lain tak kalah menarik. Kreasi inovasi tersebut datang dari Teater Inklusi. Arumce Mariska, salah satu perwakilan dari teater inklusi mengungkapkan bahwa ia dan tim memiliki teater yang inklusif, awalnya teater ini merupakan wadah untuk berkesenian bagi kawan-kawan transgender, waria, dan gay, namun seiring dengan berjalannya waktu, teater ini juga terbuka bagi difabel. Teater ini memiliki inovasi yang mereka namakan MODUS yang merupakan akronim dari Mobile Edutainment Tester Inklusi. Sebuah teater yang bisa dilakukan dimana saja. “kami melakukan diskusi dengan warga di kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. Beberapa bencana khas warga perkotaan dapat terjadi di wilayah ini seperti banjir, kebakaran, dan angin putting beliuang.
Pertunjukan ini bisa dilakukan dimana saja (secara mobile). “Seni pertunjukan teater ini bisa dilakukan secara keliling. Jadi tidak menutup kemungkinan kami bisa melakukannya di daerah lain selain di tempat yang kami tuju” ungkap Arum.
Teater memainkan cerita rakyat yang mudah dimengerti penonton. Dalam pertunjukan ini, penonton teater dapat berinteraksi bisa berinteraksi langsung dengan para pemain teater. Terkait dengan ide cerita, teater tersebut juga melibatkan waarga masyarakat sekitar, hal ini agar menyesuaikan dengan konteks lokal di tempat pementasan teater edukasi kebancanaan tersebut. Edukasi dengan “modus” juga dapat digunakan sebagai trauma healing. Ketika terjadi bencana, kelompok paling beresiko seperti perempuan, anak, lansia, termasuk difabel membutuhkan terapi trauma. Ini dapat dilakukan dengan pertunjukan teater. Karena bersifat mobile, teater ini bisa dibawa dan dipertunjukkan di berbagai tempat pada suatu daerah yang sedang terjadi bencana.
Inovasi lain dalam rangka meningkatkan edukasi masyarakat terkait kebencanaan datang dari BonHargo. Sadar akan potensi wisata yang ada di Yogyakarta, BonHargo yang merupakan kelompok penyelenggara outbond inklusif membuat edukasi penyadaran terkait kebencanaan dengan sanggar inklusif yang mengandung pesan terkait upaya pengurangan resiko bencana. BonHargo berada di daerah selatan Yogyakarta, tepatnya di pinggiran pantai selatan Tirtohargo Kabupaten Bantul.
Kelompok inovator ini memiliki sanggar edukasi penanggulangan bencana BonHarago. Agus Maksum, perwakilan dari BonHargo yang mempresentasikan idenya dalam forum Demo Day IDEAKSI mengatakan, unit wisata BonHargo berada di pinggir pantai selatan yang banyak sampah, dan berada di zona merah. Wisata ini berupa edukasi kebencanaan berupa outbond. Kegiatan juga ditujukan memberikan edukasi pengelolaan sampah.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan