Views: 39
Solidernews.com – Kehadiran buku “Memahami Pemilu dan Gerakan Politik Kaum Difabel” oleh Ishak Salim, dkk, menggambarkan perjuangan kaum difabel dalam memperjuangkan peran serta mereka dalam proses demokrasi, terutama dalam pemilihan umum di Indonesia. Kolaborasi penulis dari SIGAB (Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel) tidak hanya mengamati kesenjangan partisipasi politik kaum difabel, namun juga memberikan solusi konkret untuk meningkatkan aksesibilitas mereka dalam pemilu.
Buku ini mengawali pembahasannya dengan kerangka pemilihan umum di Indonesia, menggali betapa sistem pemilu belum sepenuhnya mengakomodasi hak politik difabel. Analisis mendalamnya membahas dampak minimnya aksesibilitas dalam berbagai tahapan pemilu, mulai dari kurangnya informasi hingga infrastruktur yang tidak ramah difabel.
Namun, keunggulan buku ini terletak pada solusi yang diusungnya. Perlunya media yang aksesibel, penerjemah bahasa isyarat, template braille, serta fasilitas pemungutan suara yang mudah diakses difabel menjadi poin penting yang disorot. Lebih dari itu, buku ini mengajak difabel untuk berperan aktif dalam mengawasi jalannya pemilu, serta memberikan panduan tentang cara menggali informasi secara inklusif terkait kandidat dan visi misi politik.
Buku ini juga mengilustrasikan perjuangan politik difabel yang telah mampu menciptakan perubahan konkret, seperti terbitnya peraturan daerah yang mengatur aksesibilitas bagi difabel di beberapa wilayah di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan politik difabel memiliki dampak nyata dalam transformasi sistem menuju keberpihakan yang lebih inklusif.
Namun, buku tersebut juga menyoroti hambatan-hambatan konkret yang dihadapi oleh difabel dalam pemilu. Misalnya, asumsi dari keluarga terkait difabel menjadi salah satu hambatan utama yang menghambat partisipasi mereka dalam proses pemilu. Selain itu, kurangnya pemahaman aturan KPU juga menciptakan kesenjangan dalam akses dan pengetahuan terkait proses pemilu bagi mereka.
Pemahaman mendalam atas hambatan-hambatan ini memungkinkan perancangan solusi yang lebih inklusif dan praktis, seperti penyediaan bantuan transportasi atau peningkatan pemahaman aturan pemilu bagi masyarakat difabel. Buku ini menjadi bacaan yang sangat direkomendasikan bagi siapa pun yang peduli dengan inklusi sosial dan partisipasi politik yang adil.
Melangkah Menuju Pemilihan Umum yang Ramah untuk Semua: Tantangan, Jalan Menuju Inklusi, dan Partisipasi Aktif difabel & OYPMK
Difabel dan Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) terus menghadapi tantangan yang serupa: keterbatasan fisik yang membatasi mobilitas dan adanya tingkat diskriminasi yang masih merajalela. Masalah ini tak hanya bersumber dari hambatan internal, namun juga dari lembaga dan kebijakan yang belum sepenuhnya menerapkan inklusivitas dalam pemilihan umum. Faktor-faktor ini tidak hanya berasal dari tantangan internal yang mereka hadapi, melainkan juga dari kebijakan dan lembaga yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip inklusivitas dalam proses pemilihan umum.
Dalam konteks pemilihan umum, kelompok ini menghadapi serangkaian hambatan yang tidak hanya bersumber dari kondisi individu, tetapi juga karena kurangnya dukungan kebijakan yang memadai. Masih adanya aksesibilitas yang kurang mendukung bagi kedua kelompok ini, minimnya fasilitas yang mendukung di tempat-tempat pemungutan suara, serta kebutuhan akan petugas khusus di Tempat Pemungutan Suara (TPS) masih menjadi permasalahan utama yang belum teratasi.
Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa pada Pemilu 2019, jumlah pemilih disabilitas hanya mencapai 363.200, setara dengan 0,19% dari total Daftar Pemilih Tetap yang mencapai 192,82 juta orang. Ini mencakup berbagai kelompok difabel, mulai dari difabel fisik, Tuli, difabel netra, tunagrahita, hingga disabilitas lainnya.
Meskipun Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Pasal 13 telah memberikan perlindungan hak politik bagi kelompok disabilitas, upaya inklusi yang lebih luas masih belum mencapai puncaknya. Bahkan, data terbaru dari KPU menunjukkan bahwa hanya sekitar 0,54% atau sekitar 1.101.178 orang penyandang disabilitas yang tercatat sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2024.
Partisipasi aktif dari difabel dalam proses pemilihan umum memiliki nilai yang sangat penting untuk menegaskan hak-hak mereka dalam konteks politik. Meskipun demikian, upaya lebih lanjut dari berbagai pihak diperlukan agar inklusivitas bagi mereka dapat terwujud sepenuhnya dalam setiap tahapan pemilihan umum. Keterlibatan ini harus didukung oleh solusi konkret dan tindakan nyata dari berbagai lembaga serta pihak terkait untuk menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif bagi difabel dan OYPMK.
Menuju Inklusi Politik yang Ramah untuk Semua: Tantangan dan Solusi Bagi Difabel & OYPMK
Partisipasi politik bagi difabel dan Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) terus menjadi tantangan yang signifikan. Meskipun upaya regulasi telah dilakukan untuk menjamin hak-hak politik mereka, terdapat serangkaian hambatan yang masih merintangi mereka dalam proses politik.
Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan aksesibilitas. Banyak tempat pemilihan umum belum sepenuhnya ramah bagi mereka dengan kebutuhan khusus, seperti kurangnya fasilitas yang memadai untuk mobilitas atau kurangnya bantuan dari petugas yang terlatih untuk membantu difabel dalam proses pemilihan.
Selain itu, dukungan kebijakan yang memadai juga menjadi kekurangan. Meskipun ada undang-undang yang mengatur hak politik mereka, implementasi yang efektif dari kebijakan tersebut masih memerlukan perhatian lebih. Kebijakan yang lebih inklusif dan konkret diperlukan untuk memastikan difabel dan OYPMK dapat terlibat secara aktif dalam setiap tahap pemilihan umum.
Minimnya fasilitas pendukung di tempat pencoblosan menjadi masalah serius. Mulai dari akses yang sulit hingga kurangnya informasi yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka, hal ini menjadi penghalang nyata bagi partisipasi mereka dalam proses politik.
Namun, terdapat usaha yang dilakukan dari berbagai pihak untuk mengatasi tantangan ini. Solusi konkret telah diajukan, seperti penyediaan fasilitas aksesibilitas yang lebih baik, penyampaian informasi yang inklusif dan mudah diakses, serta peningkatan pemahaman tentang aturan pemilihan umum bagi mereka. Usaha kolaboratif seperti ini menjadi langkah awal yang positif untuk menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif bagi difabel dan OYPMK.
Mengatasi Tantangan: Inklusi Politik Kaum Difabel dan OYPMK dalam Pemilu Indonesia
Buku “Memahami Pemilu dan Gerakan Politik Kaum Difabel” menyoroti perjuangan kaum difabel dalam meningkatkan partisipasi politik mereka dalam pemilihan umum di Indonesia. Meskipun ada undang-undang yang melindungi hak politik mereka, buku ini menggambarkan bahwa masih banyak hambatan yang perlu diatasi, seperti kurangnya aksesibilitas, minimnya fasilitas pendukung, dan kurangnya pemahaman aturan KPU.
Selain difabel, Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) juga menghadapi tantangan serupa dalam partisipasi politik, seperti keterbatasan aksesibilitas dan dukungan kebijakan yang kurang memadai. Meskipun telah ada regulasi yang menjamin hak-hak politik mereka, implementasi efektif masih menjadi isu utama.
Namun, terdapat usaha yang dilakukan untuk mengatasi hambatan ini, seperti penyediaan fasilitas aksesibilitas yang lebih baik, peningkatan pemahaman tentang aturan pemilihan umum, serta usaha kolaboratif untuk menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif bagi penyandang disabilitas dan OYPMK. Meski masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, partisipasi aktif dari kedua kelompok ini memiliki nilai yang sangat penting dalam menegaskan hak-hak mereka dalam ranah politik.
Penulis: Hasan Basri
Editor : Ajiwan Arief