Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Ini Peran Penerjemah bagi Difabel Berhadapan dengan Hukum

Views: 18

Solidernews.com – Masyarakat difabel pada dasarnya berhak untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum, termasuk terpenuhinya hak-hak mereka saat berhadapan dengan hukum, baik sebagai saksi korban, saksi, tersangka, terdakwa, terpidana, dan para pihak. Difabel membutuhakan pendampingan penerjemah untuk membantu kemudahan dalam komunikasi dua arah.

 

Selain Juru Bahasa Isyarat (JBI) untuk difabel Tuli, ada peran penerjemah dalam membantu difabel berhadapan dengan hukum bagi ragam difabel yang memiliki hambatan komunikasi seperti difabel Netra, Intelektual, Mental, Fisik Cerebral palcy (CP), dan difabel ganda.

 

Penerjemah tersebut dapat diartikan sebagai seseorang yang memiliki kemamapuan serta pengetahuan untuk memahami dan menggunakan bahasa yang digunakan oleh para difabel.

 

Banyak pihak yang dapat menjadi penerjemah dalam proses difabel berhadapan dengan hukum, diantaranya: guru Sekolah Luar Biasa, komunitas penerjemah bahasa isyarat, atau anggota keluarga yang memahami komunikasi difabel yang bersangkutan.

 

Dasar hukum pemberian layanan penerjemah

Pemberian layanan penerjemah bagi difabel berhadapan dengan hukum telah diatur di dalam banyak regulasi, diantaranya adalah:

(1)   Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.

‘Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.’

 

(2)  Pasal 5 ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Pasal 5 ‘(1) Seorang Saksi dan Korban berhak: d. mendapat penerjemah;’

 

(3)   Pasal 29 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Ayat (1), ‘Penyelenggara berkewajiban memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.’

Ayat (2), ‘Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik dengan perlakuan khusus sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dilarang digunakan oleh orang yang tidak berhak.’

 

(4)   Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konversi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, atau CRPD.

Pasal 1

Tujuan

Tujuan Konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi dan menjamin penikmatan penuh dan setara semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental oleh semua penyandang disabilitas, dan untuk meningkatkan penghormatan atas martabat yang melekat pada mereka.

Penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.

Pasal 2

Definisi

Untuk tujuan Konvensi ini:

‘Komunikasi’ mencakup bahasa, tayangan teks, Braille, komunikasi tanda timbul, cetak besar, multimedia yang dapat diakses maupun bentuk-bentuk tertulis, audio, plain- language, pembaca-manusia dan bentuk-bentuk, sarana dan format komunikasi augmentatif maupun alternatif lainnya, termasuk informasi dan teknologi komunikasi yang dapat diakses;

‘Bahasa’ mencakup bahasa lisan dan bahasa isyarat serta bentuk-bentuk bahasa nonlisan yang lain;

‘Diskriminasi berdasarkan disabilitas’ berarti setiap pembedaan, pengecualian, atau pembatasan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak membatasi atau meniadakan pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya terhadap semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, sipil atau lainnya. Hal ini mencakup semua bentuk diskriminasi, termasuk penolakan atas pemberian akomodasi yang beralasan;

‘Akomodasi yang beralasan’ berarti modifikasi dan penyesuaian yang perlu dan sesuai, dengan tidak memberikan beban tambahan yang tidak proporsional atau tidak semestinya, apabila diperlukan dalam kasus tertentu, guna menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya;

‘Desain universal’ berarti desain produk, lingkungan, program dan pelayanan yang dapat digunakan oleh semua orang, semaksimal mungkin, tanpa memerlukan suatu adaptasi atau desain khusus. ‘Desain universal’ tidak mengecualikan alat bantu bagi kelompok penyandang disabilitas tertentu pada saat diperlukan.

 

 

(5)   Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Pasal 19

Hak Pelayanan Publik untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:

  1. memperoleh Akomodasi yang Layak dalam Pelayanan Publik secara optimal, wajar, bermartabat tanpa Diskriminasi; dan
  2. pendampingan, penerjemahan, dan penyediaan fasilitas yang mudah diakses di tempat layanan publik tanpa tambahan biaya.

 

(6)   Pasal 1, 6, 9,dan 15 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.

Pasal 1

 (4) Penerjemah adalah orang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk  memahami dan menggunakan bahasa yang digunakan oleh penyandang disabilitas.

Pasal 6

Akomodasi yang Layak berupa pelayanan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas:

  1. perlakuan nondiskriminatif;
  2. pemenuhan rasa aman dan nyaman;
  3. komunikasi yang efektif;
  4. pemenuhan inforrnasi terkait hak Penyandang Disabilitas dan perkembangan proses peradilan;
  5. penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh;
  6. penyediaan standar pemeriksaan Penyandang Disabilitas dan standar pemberian jasa hukum; dan
  7. penyediaan Pendamping Disabilitas dan/atau Penerjemah.

Pasal 9

(1) Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan mengembangkan komunikasi yang efektif dengan Penyandang Disabilitas.

(2) Dalam mengembangkan komunikasi yang efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyandang Disahilitas dapat memberikan keterangan dalam berbagai bentuk media komunikasi.

Pasal 15

(1) Dalam melaksanakan Akomodasi yang Layak, lembaga penegak hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menyediakan:

  1. Pendamping Disabilitas;
  2. Penerjemah; dan atau
  3. petugas lain yang terkait.

(4) Penerjemah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi persyaratan pandai bergaul, berinteraksi, dan berkomunikasi secara baik dan efektif dengan Penyandang Disabilitas serta mendapatkan persetujuan dari Penyandang Disabilitas atau keluarganya.

 

Fungsi dan peran Penerjemah

Penerjemah merupakan salah satu wujud aksesibilitas non fisik bagi difabel saat berhadapan dengan hukum. Penerjemah mempunyai peran penting sebagai penghubung komunikasi antara difabel dengan pendamping, pengacara, dan aparat penegak hukum. Penerjemah juga berfungsi sebagai jembatan bagi difabel yang memiliki hambatan dalam berkomunikasi dan ke khususan tertentu dalam memahami konsep bahasa.

 

Komunikasi yang dimaksud adalah bahasa yang digunakan difabel untuk menceritakan kronologi peristiwa yang dialami, menjawab pertanyaan penyidik dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP), melakukan rekontruksi ulang, menjelaskan duduk perkara di pengadilan. Tujuannya adalah memudahkan polisi mengumpulkan alat-alat bukti dan memudahkan majelis hakim memutuskan perkara berdasarkan fakta persidangan.[]

Reporter: Sri Hartanty

Editor      : Ajiwan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air