Views: 1
Solidernews.com – Mengapa adanya diagnosis itu penting bagi difabel mental maupun difabel fisik akibat sakit kronis? Difabel mental bukan difabel yang mudah untuk teridentifikasi, begitu pula untuk difabel fisik akibat sakit kronis. Kedua hal tersebut memerlukan alat tertentu, adanya kriteria kriteria minimum dari gejala gejala yang ada yang harus terpenuhi agar individu tersebut bisa dikatakan memiliki diagnosis tertentu. Misalnya untuk dikatakan seorang anak mengalami kondisi autisme harus memiliki nilai tertentu pada alat diagnosis Modified Checklist for Autism in Toddlers, Revised with Follow-Up (M-CHAT-R/F) dan menunjukkan beberapa gejala tertentu yang sesuai dengan kriteria autisme. Diagnosis juga berguna untuk menentukan bagaimana penanganan dari suatu kondisi difabel mental atau difabel fisik akibat sakit kronis tersebut. Memang betul biasanya 2 kondisi tersebut bukan kondisi yang bisa dikatakan dapat sembuh, namun setidaknya dengan penanganan tersebut kondisi-kondisi berat yang dapt berdampak pada kehidupan sehari-hari dapat diringankan gejalanya sehingga para orang yang memiliki kondisi tersebut dapat memiliki hidup yang lebih baik, mandiri dan berdaya. Diagnosis juga penting sebagai alat yang menujukkan dan membuat orang lain percaya bahwa kondisi yang dialami bukan kondisi yang mengada ada atau dibuat buat agar menjadi ada. Walaupun reaksi orang lain atau masyarakat terkait diagnosis tertentu terkadang kejam namun setidaknya adanya diagnosis resmi memperkecil kemungkinan hal tersebut terjadi. Diagnosis juga dapat digunakan agar individu tersebut mendapatkan hak haknya sebagai difabel, contohnya yaitu bisa mendapatkan beasiswa menggunakan jalur difabel, mendaftar PNS jalur difabel dan lain sebagainya.
Tujuan tulisan ini dibuat
Tulisan ini muncul karena tidak sedikit kenalan penulis yang merupakan difabel mental maupun difabel fisik akibat sakit kronis menceritakan bahwa betapa sulitnya mendapatkan proses diagnosis, baik itu diceritakan oleh orang yang sudah mendapatkan diagnosis maupun oleh orang yang sedang berjuang mencari diagnosis atau mencari tau apa yang sedang terjadi pada dirinya, apa yang sedang terjadi terhadap tubuhnya. Dari cerita-cerita tersebut penulis mengetahui bahwa terkadang mendapatkan suatu diagnosis yang cocok atau sesuai dengan kondisi yang sedang dialami tubuh bukan hal yang mudah. Kesulitan mencari diagnosis tersebut bahkan pernah penulis alami sendiri. Oleh karena itu pada kesempatan ini, izinkan penulis menyampaikan tentang tips dan trik khususnya bagi orang yang sedang mencari diagnosis agar mendapatkan diagnosis lebih cepat. Tips dan trik yang penulis tuliskan adalah berdasarkan pengalaman penulis sendiri maupun berdasarkan pengalaman yang penulis dengar dari orang lain yang dulu berjuang untuk mendapatkan diagnosis. Namun perlu diingat, tips dan trik ini bukan untuk melakukan diagnose diri/self-diagnosis, melainkan tips dan trik ini berguna agar pada saat bertemu dengan tenaga professional maka individu tersebut tidak menggunakan bahasa yang sulit bertele tele yang menyulitkan professional untuk mendapatkan info yang tepat dari pasien, lebih menghemat waktu dan pada akhirnya mengurangi kemungkinan bagi individu untuk mendapatkan diagnosis yang salah. Berikut adalah tips dan triknya.
Catat setiap gejala yang dirasakan
Mengetahui gejala apa saja yang dirasakan sebelum bertemu professional dibidang kesehatan adalah hal yang penting karena pada saat pasien mendatangi tenaga kesehatan professional maka hal yang akan dilakukan tenaga kesehatan professional tersebut pasti adalah menanyakan tentang gejala yang dirasakan oleh pasien. Gejala sendiri biasanya ada dalam bentuk keluhan yang dirasakan oleh pasien. Bentuk gejala sendiri bisa ada dalam bentuk fisik maupun psikis. Contoh dari gejala fisik yaitu gatal-gatal, hidung tersumbat, kulit kemerahan, kulit terbakar, pegal pegal, mual, batuk, sakit perut dan masih banyak lagi. Sedangkan gejala yang berbentuk psikis diantaranya yaitu perasaan cemas, mood yang tidak stabil, lebih mudah marah marah dari biasanya, kepribadian yang berubah dengan cepat, kesulitan untuk fokus, kesulitan untuk mengakses informasi, kesulitan membaca bahasa tubuh non-verbal (gesture, mimic muka, dll), ketakutan yang berlebihan dan masih banyak lagi. Ingat, waktu per sesi biasanya terbatas per harinya, oleh karena itu lebih baik dipersiapkan dulu gejala gejala yang akan dikonsultasikan agar professional mendapatkan info sebanyak banyaknya atas gejala yang dialami dengan waktu per hari yang terbatas tersebut.
Catat durasi, Intensitas dan frekuensi (DIF) dari gejala yang dialami tersebut
Gejala memang penting untuk dicatat, namun mencatat durasi, frekuensi dan intensitas dari gejala yang dialami tersebut adalah hal yang penting karena tenaga kesehatan professional biasanya akan menanyakan tentang durasi, intensitas dan frekuensi (disingkat DIF) dari gejala yang dirasakan tersebut.
Durasi mengacu pada sudah berapa lama gejala tersebut terjadi. Contoh, “saya sudah mengalami perasaan cemas ini selama 2 bulan lamanya”, “batuk ini sudah berlangsung selama 1 bulan”, “teman saya mengeluhkan bahwa walaupun sudah setahun lamanya saya dilatih terkait Bahasa non-verbal, namun dia mengatakan bahwa saya masih kesulitan untuk membaca bahasa non-verbal tersebut” dan masih banyak contoh lainnya.
Intensitas mengacu pada seberapa parah atau buruk atau sakit gejala yang dirasakan. Intensitas itu dapat terbagi menjadi ringan, sedang, berat. Contoh intensitas untuk yang sifatnya sangat sakit/ sangat buruk/sangat parah/sangat berat yaitu “saya merasakan sakit yang luar biasa pada saat menggerakkan lutut kanan saya”, “pusing yang saya rasakan sangat buruk, kepala saya rasanya sangat diputar putar dan itu buruk sekali”. Sedangkan untuk intensitas yang biasa biasa saja misalnya “tangan saya seringkali kesemutan namun masih biasa biasa saja sih”, “otot disekujur saya agak sakit, tapi masih dalam batas wajarlah”, dan lain sebagainya.
Frekuensi mengacu pada seberapa sering gejala yang dirasakan tersebut terjadi. Contoh, “selama 1 hari ini saja saya sudah mencret 5 kali”, “hari ini saja, kaki saya terkadang bisa tiba-tiba sulit digerakkan dan itu sudah terjadi 10 kali”, dan lain sebagainya.
Mencari tenaga kesehatan professional yang tepat
Mencari tenaga kesehatan professional yang tepat itu sangat penting. contoh, apabila gejala yang dialami cenderung atau lebih banyak gejala yang bentuknya psikologis, maka lebih baik mencari tenaga kesehatan seperti psikolog atau psikiater karena spesialisasi mereka adalah untuk menangani masalah yang bersifat mental. Sedangkan apabila gejala yang dirasakan cenderung atau lebih banyak ke gejala berupa gangguan tidur, maka lebih baik mendatangi dokter spesialis tidur atau mendatangi dokter spesialis syaraf. Jika bagian yang sekiranya bermasalah adalah bagian kulit, maka pihak yang harus didatangi adalah dokter dermatologi atau dokter spesialis kulit, dan lain sebagainya.
Pesan penulis untuk pembaca yang sedang berjuang mencari diagnosis
Mencari tenaga kesehatan yang tepat untuk menangani keluhan yang dialami bukan hal yang mudah. Membutuhkan pengenalan diri yang sangat baik atas gejala yang dialami, mengetahui bagian mana yang memerlukan bantuan, agar bisa segera mencari tenaga kesehatan professional yang memang sesuai untuk menangani hal yang dikeluhkan. Proses untuk mencari diagnosis dan mendapatkan diagnosis untuk difabel mental maupun difabel fisik akibat penyakit kronis biasanya bukan hal yang mudah, ada yang membutuhkan 1 tahun, ada juga yang membutuhkan waktu 1 dekade. Ada yang menemukan diagnosisnya setelah keluar ke beberapa kota yang berbeda di Indonesia, ada juga yang harus pergi ke luar negeri untuk menemukan diagnosis yang tepat. Namun penulis percaya, selama individu tersebut terus mencari dan terus mencoba mengenali hal yang sedang terjadi pada dirinya, maka pada akhirnya individu tersebut akan mendapatkan diagnosis yang tepat, selamat berjuang ya bagi yang sedang mencari, semoga berhasil.[]
Penulis: Rahmat Fahri Naim
Editor : Ajiwan Arief