Views: 23
Solidernews.com – Bila kita mencermati Indonesia secara lebih dalam, sungguh terdapat keaneka ragaman di dalamnya yang akan membuat kita takjub. Kaya akan suku, bahasa, dan budaya adalah keunikan utamanya. Berikut dengan keunikan-keunikan manusia yang bisa bersinar hingga manca negara. Seperti B. J Habibi dengan pesawatnya, dan Gus Dur yang merupakan peresiden difabel pertama di Indonesia.
Meninjau dari berbagai undang-undang, salah satunya UU. No. 8 Tahun 2016 tentang hak-hak difabel tentunya membawa dampak masif bagi para difabel. Termasuk di dalamnya adalah tentang pendidikan, kesejahteraan, dan hak akses lebih baik di fasilitas-fasilitas publik. Di mana poin dari berbagai undang-undang yang diperjuangkan tersebut adalah untuk menjaga marwah dan martabat seorang difabel.
Menjadi sosok pemimpin bagi sebuah komunitas merupakan hal yang tidak mudah. Integritas, loyalitas, dan kecakapan tentu menjadi kualifikasi utama untuk terpilih. Nah, bila seorang difabel memimpin atau menjadi ketua di organisasi yang bergerak pada isu difabel atau tentang difabilitas, tentu itu menjadi pemandangan yang biasa saja. Namun, bisakah seorang difabel mejadi ketua organisasi nondifabel? Mari kita bahas.
Ilmu dan Pengalaman Bisa Menjadi Modal Bersaing
Sepengalaman penulis yang juga seorang difabel netra, persaingan di kancah organisasi nondifabel itu merupakan wadah yang sangat keras. Tanggung jawab, disiplin, dan ketegasan menjadi suasana kental di dalamnya. Tidak boleh ada baper karena kritik, tidak boleh tersinggung, dan pertanggungjawaban atas apa yang di ucapkan sangat menjadi tumpuan dalam dinamika berorganisasi di lingkup nondifabel.
Saya sendiri memiliki pengalaman di organisasi di Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di UIN Sunan Kalijaga sebagai kader difabel pertama di rayon fakultas pada 2021. Selain itu, saya juga memiliki pengalaman di UKM JQH Al Mizan di divisi Selawat pada 2021-sekarang. Di kedua organisasi tersebut, saya paling aktif berperan adalah di UKM JQH Al Mizan. Menjadi talent sebuah video tutorial, dipasrahkan sebagai ketua event video ramadhan, dan sebagainya, sudah menjadi sebagian kisah hidup. Kok bisa? Caranya gimana?
Jelas, pencapaian saya tidak lepas dari ketekunan dan kebranian saya untuk membawakan diri secara profesional di organisasi. Saya tidak pernah melewatkan sebuah penawaran tanggung jawab. Bila mampu, maka akan saya tuntaskan dengan penuh tanggung jawab. Tentu, sebelumnya saya sudah memiliki bekal ilmu dan pengalaman untuk bersaing dengan teman-teman nondifabel.
Dilansir dari youtube UKM JQH Al-Mizan, pada video TUTORIAL REBANA | Mizanuna Sholawat UKM JQH al-Mizan, di situ saya menjadi talent untuk membuat tutorial rebana bagi divisi saya. Karena pengurus melihat proses dan daya serap saya pada sebuah rumus rebana, maka mereka memberikan kesempatan untuk bergabung dalam membuat konsep dan menjadi tutor di video tersebut.
Karya dan Jejak Pendidikan Memberikan Puncak Kepemimpinan
Selain berkarya di UKM Al-Mizan dan PMII, saya juga berjuang di sebuah group hadrah sayyidus sadad, Sleman, Yogyakarta sebagai ketua terpilih periode 2024. Pada organisasi ini, saya diberi mandat karena para pemain hadrah tersebut menilai saya layak untuk menjabat sebagai ketua yang dikorelasikan dengan pengalaman saya di Al-Mizan.
Sayyidus Sadad merupakan grup hadrah yang diisi oleh kawan-kawan muda yang ingin mengembangkan skill di dunia seni musik religi hadrah. Mereka semua tentunya nondifabel, tetapi saya bisa memberikan kepercayaan kepada mereka untuk menjadikan saya sebagai ketua di grup mereka. Saya bermodalkan loyalitas, integritas, dan pengalaman di organisasi sebelumnya untuk meminang posisi ketua di grup Sayyidus Sadad.
Keahlian dan bakat jangan ditutupi
Selain kisah peribadi, saya memiliki seorang guru yang memiliki pondok pesantren di Kutoarjo, Jawa Tengah. Beliau juga seorang difabel netra dan akrab dipanggil dengan nama Zainal.
Saat ada kesempatan bertemu, tepatnya enam bulan lalu, saya bertanya gimana beliau memimpin pondok yang notabene mayoritas dihuni oleh santri nondifabel. Dari obrolan itu saya menemukan fakta bahwa, hafalan 30 Juz Al Quran, kemampuannya dalam seni tilawah, vocal selawat, dan pembacaan kitab maulid, menjadi faktor yang membuat dirinya bisa menjadi pimpinan pondok pesantren.
“kalau orang punya ilmu, pasti akan dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak peduli ia memiliki kesempurnaan fisik ataupun tidak,” kata Zainal menutup ceritanya.
Tips Menjadi Pemimpin di organisasi nondifabel
Kita harus yakin dengan kemampuan peribadi
Drngan keyakinan kita pada kemampuan yang dimiliki, secara tidak langsung kita membawakan diri secara apa adanya. Bukan menjadi orang lain. Jadi, rekan organisasi kita akan lebih mudah mengenali karakter kita.
Tunjukan keahlian dan kecakapan yang dimiliki
Jangan sekali-kali kalian menutupi kemampuan saat berorganisasi di lingkup nondifabel. Karena posisi kita yang seorang difabel akan sangat mencolok. Begitu pula bila kita memiliki keahlian yang dikuasai. Entah dalam bidang olah suara, pendataan, konseptor, dan sebagainya. Tentunya akan semakin memberikan nilai positif pada peribadi kita.
Berikan integritas dan loyalitas yang terbaik
Sebagai difabel, tentunya banyak hal yang dipertimbangkan oleh organisasi nondifabel saat menerima kita, di luar nilai-nilai inklusif. Mungkin dari saat penerimaan (iopen rekruitmen), wawancara, dan sebagainya. Di posisi ini kita harus memberikan bukti integritas yang paling baik. Begitu pula loyalitas yang diberikan. Jangan setengah-setengah. Karena di organisasi nondifabel, nilai pertanggung jawaban dan disiplin itu sangat di junjung tinggi. Biasanya kritik, saran, dan masukan kadang disampaikan dengan cara yang tidak ramah. Jadi, fokus untuk memberikan integritas dan loyalitas yang terbaik.
Dengan beberapa poin di atas, sebagai difabel tentunya kita akan memiliki daya juang dan peluang untuk mencalonkan diri sebagai ketua organisasi. Tinggal bagaimana kita membangun diri. Tekun, disiplin, sabar, dan mau belajar juga menjadi pelengkap bila kalian ingin menjadi pimpinan di organisasi non-difabel. Karena sepengalaman saya, organisasi non-difabel lebih keras daripada organisasi difabel.[]
Penulis : Wachid
Editor : Ajiwan Arief