Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

CEO ARTJOG Heri Pemad bersama Manager Program Gading Narendra Paksi, Moderator Press Conference, serta Love ARJOG pada pembukaan ARTRJOG 2025, Jumat (20/6/2025)

Humanisme dan Inklusivitas Sosial Menjadi Tema Sentra ARTJOG 2025

Views: 33

Solidernews.com, Yogyakarta. HUMANISME dalam ARTJOG dapat dilihat sebagai tema atau elemen, yang sering muncul dalam karya-karya seni yang dipamerkan. ARTJOG, sebagai pameran seni rupa kontemporer, seringkali mengangkat isu-isu sosial dan kemanusiaan, termasuk refleksi tentang eksistensi manusia, kebebasan berekspresi, dan hubungan manusia dengan lingkungannya.

Humanisme dan inklusivitas sosial menjadi tema sentral dalam ARTJOG. Khususnya dalam ARTJOG 2025 yang mengangkat tema “Motif: Amalan”. ARTJOG berupaya mewujudkan inklusivitas melalui berbagai inisiatif, termasuk program seni untuk pelaku seni difabel dan ARTJOG Kids.

Tak hanya inklusif bagi difabel, namun juga inklusif bagi anak-anak. Program Artjog Kids memberikan kesempatan bagi anak-anak dan remaja berpartisipasi. Yaitu dengan menampilkan karya mereka dalam pameran.

Semangat inklusivitas juga tercermin dalam perancangan festival secara keseluruhan. Mulai dari konsep hingga fasilitas ruang pamer dan program-programnya.

 

Love ARTJOG

Adalah inisiatif yang lahir untuk mendorong dan memperluas semangat kebersamaan, serta kesetaraan yang dirancang bersama Pusat Layanan Difabel (PLD). Love ARTJOG hadir dan bertujuan untuk mewujudkan keterlibatan semua pihak dalam penyelenggaraan festival. Dorongan tersebut tidak hanya terbatas pada bentuk pelayanan dan fasilitas semata. Namun juga melalui ruang dan kesempatan bagi para difabel pelaku seni, mengembangkan praktik dan wacana seni secara lebih mendalam.

Bekerja sama dengan Open Arms, sebuah program inklusif dari Selasar Sunaryo Art Space, ARTJOG merintis mini residensi. Program ini mengajak para difabel pelaku seni berjejaring dan bertukar pengetahuan, seputar wacana seni di sejumlah studio seniman. Selain residensi seni, Love ARTJOG juga melibatkan anak muda dalam pendampingan difabel selama penyelenggaraan ARTJOG 2025. Demi menciptakan produksi pengetahuan oleh, dari, dan untuk semua, para peserta akan membagikan hasil residensinya melalui diskusi publik di akhir agenda.

 

Meretas sejarah

ARTJOG hendak memberikan perhatian pada kesenian yang mendukung inklusivitas. Menjadikannya sebagai salah satu agenda utama dalam festival.

ARTJOG, yang diselenggarakan oleh Heri Pemad Art Management, berlokasi di Jogja National Museum (JNM), Jalan Amri Yahya, Wirobrajan, Yogyakarta. Lebaran seni ini akan berlangsung dari 20 Juni hingga 31 Agustus 2025.

Selain Heri Pemad sang CEO, ada figur penting dalam ARTJOG Gading Narendra Paksi. Pria ini bertanggung jawab atas berbagai program dan aspek penyelenggaraan acara. Ia menyampaikan, tahun ini masuk ke 18 tahun penyelenggaraan ARTJOG. Ada yang baru tahun ini. ARTJOG semakin riuh, ujarnya serius dalam kelakarnya. Secara intelektual, lanjut dia, properti ARTJOG milik Heri Pemad. Tapi kemudian semakin ke sini ARTJOG menjadi milik publik.

“Hingga muncul dalam desain, tahun ini menampilkan Reza Rahardian dengan karya audio visualnya. Ada teman-teman Love ARTJOG di festival seni kontemporer ini, ada juga penampilan difabel musisi dalam performa ARTJOG,” ujar Gading.

Lebaran seni ARTJOG 2025 menawarkan berbagai pengalaman menikmati dan merayakan seni melalui program-program pendukung. Di antaranya, Curatorial Tour, Disability Tour, Meet The Artist, performa ARTJOG, Love ARTJOG, Artcare Indonesia, serta Jogja Art Weeks.

Lanjutnya, banyak lokakarya dan diskusi yang tidak hanya terjadi di ruang pamer. Yakni, Performa ARTJOG yang didukung Djarum Bakti Foundation, akan berlangsung selama 72 hari. Ada 55 seniman yang akan tampil, satu di antaranya Tralala Blip, grup musik asal New South Wales, sebuah negara bagian di pesisir timur Australia. Grup ini beranggotakan tiga orang dengan neurodivergen.

“Sebuah program untuk seniman disabilitas. Satu hal baru yang berupaya meretas sejarah antara seni dengan publik. Ada The Other Lab. Perbincangan, bersama seniman, desainer, brand. Berbincang bersama. Tidak harus kasih solusi tapi menciptakan secara bersama-sama,” tutur Gading Paksi kepada awak media.[]

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor    : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

berlangganan solidernews.com

Tidak ingin ketinggalan berita atau informasi seputar isu difabel. Ikuti update terkini melalui aplikasi saluran Whatsapp yang anda miliki. 

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content