Views: 8
Solidernews.com – Sebagai seseorang dengan identitas difabel fisik, tepatnya polio kaki, tidak membuat Hermin Yuni Astuti kelahiran Surakarta tahun 1976, terus-menerus berkecil hati. Ia menyelesaikan pendidikannya sampai lulus SMA. Orangtua dan saudara sangat mendukung apa yang menjadi cita-citanya.
Mengakui pertama kali ikut komunitas difabel sekitar tahun 1999, Hermin tidak ingat apa nama komunitasnya namun yang ia ingat waktu itu ia ikut kegiatan aksi demo. Akhirnya kegiatan aksi demo tersebut membuat dirinya kesengsem untuk ikut berorganisasi. Ajakan temannya dari Jogja saat itu mampu meluluhkan hatinya yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal organisasi.
Hingga di tahun 2000 Hermin bertemu pasangan pegiat isu difabel Solo yakni Sapto Nugroho dan Pamikatsih yang memiliki lembaga Interaksi dan Talenta di Perumahan Fajar Indah Surakarta. Dari mereka berdua kemudian ia sedikit demi sedikit mengenal dunia difabilitas. “Saya waktu itu ikut “ngenger“,” ucapnya.
Di lembaga Interaksi milik Pamikatsih saat itu memiliki program ekonomi produktif hingga bisa mengadvokasi koperasi simpan pinjam di dinas koperasi. Namun Hermin merasa masih minim pengetahuan tentang organisasi dan disabilitas kala itu dan belum sepenuhnya mantap sehingga ia ingin meneruskan cita-citanya sebagai seorang guru.
Cita-citanya ingin menjadi seorang guru. Namun, belum lagi cita-cita itu terwujud, pada tahun 2001 ia kembali tercebur pada gerakan sosial di masyarakat. Kali ini dia kepincut di gerakan dan kemudian jadi saksi pendirian sebuah organisasi bernama SOMPIS ( Solidaritas Masyarakat Pinggiran Surakarta). Di dalamnya banyak anggota dari kelompok rentan/marjinal ( PKL, tukang becak, asongan, pengamen, PRT, Pekerja Seks, difabel, parkir dll). Di sinilah Hermin mengaku pertama sekali belajar soal organisasi secara menyeluruh dan belajar tentang toleransi. Ia menjabat sebagai sekretaris dan koordinatornya Samuel Shemy, seorang tokoh pegiat isu difabel.
“Pak Shemmy inilah guru terbaik saya di mana saya banyak diajarkan untuk percaya diri, berjiwa pemimpin, toleransi antar sesama komunitas. Banyak sekali pelajaran yang bisa saya dapatkan bersama Pak Shemmy yang sekarang sudah almarhum,”terang Hermin.
Pengalaman Kerja sebagai Pelaksana Program
Kemudian datanglah kesempatan itu, bekerja sebagai profesional dan dibayar. Yakni di tahun 2020 Hermin bekerja sebagai pelaksana program di PPRBM Solo. Di sana ia memegang program dari Nederland Leprosy Relief (NLR) kurang lebih selama 3 tahun dan menjadi Commitee Organization (CO) di wilayah Kabupaten Karanganyar.
Di sini banyak sekali suka duka yang ia alami. Ia juga mendapatkan pelajaran yang sangat luar biasa dan semakin menambah kekuatan baginya untuk tidak menyerah pada perjuangan di isu difabilitas.
Pengalaman berinteraksi yang paling mengesankan untuk pertama kalinya adalah saat sesi sharing keadaan dampingannya masing-masing di daerah asal mereka tinggal. Ternyata luar biasa stigma buruk yang mereka dapat. Ini terjadi pada teman-teman difabel yang tinggal di pedesaan. Di situ ia bisa menangis, merasakan betapa sakitnya diperlakukan tidak adil oleh semua orang dan juga lingkungannya. Stigma masih ada walaupun tidak sekuat dulu. Termasuk kepada Hermin. yang kadang masih dipandang orang dengan kata “mesakke” (kasihan_red) dan “opo yo iso” (apakah bisa_red).
Saat ini, setelah programnya di PPRBM Solo selesai, Hermin lebih aktif lagi berkegiatan di kampung dengan menjadi ketua program kelurahan inklusi di Kerten yang bermitra dengan YAKKUM dalam program Desa Inklusi tahun 2020.
Di LPMK Kelurahan Kerten mulai periode tahun 2021 – 2024, Hermin duduk di kepengurusan dan program-program yang ia kerjakan masih include program kemitraan dengan Yakkum. Program itu cukup membawa dampak yang luar biasa bagi pelayanan di kelurahan maupun pada aksesibilitas dan keterlibatan secara bermakna difabel di dalamnya.
Saat ini ia masih dipercaya kembali untuk menjadi pengurus LPMK masa bakti 2024-2027 dan masih dengan bidang yang sama yakni disabilitas. Di LPMK ini ia juga bersemangat dengan membentuk kelompok difabel dan tugasnya di LPMK sesuai dengan bidangnya yaitu membuat program berkelanjutan supaya isu difabilitas di Kota Surakarta terus disuarakan dan tidak ada lagi diskriminasi.
Hermin juga tercatat sebagai anggota Tim Advokasi Difabel (TAD) Kota Surakarta sejak tim ini berdiri, sebagai lembaga adhoc di bawah Dinas Sosial Kota Surakarta.
Banyak pihak yang turut membantu dan mau belajar bersama soal difabilitas saat ini. Lantas mengapa ia mau duduk di kepengurusan LPMK walaupun tanpa gaji? Menurut Hermin karena di situlah ruang strategisnya untuk menyuarakan soal isu difabilitas agar lebih banyak di kenal orang dan terkhusus di lingkungan sendiri.
Hermin Yuni Astuti berharap semakin banyak orang tahu, ngerti, paham apa itu difabilitas maka ia bisa menghormati haknya, juga memperlakukan sama karena difabel non difabel juga mempunyai kewajiban yang sama sebagai warga negara.
Isu difabilitas menjadi isu bersama, maka tidak akan lagi muncul diskriminasi.
Terkendala Suami yang Sakit Setahun, Namun Tak Patah Semangat
Hermin yang memiliki dua orang anak, laki-laki dan perempuan kemudian bercerita tentang keletihan yang dialaminya. Selama satu tahun suaminya sakit, seorang difabel fisik dan bekerja sebagai penjual bakso, Hermin menjadi satu-satunya tulang punggung. Waktu itu ia masih memegang program sehingga ekonominya tertolong.
Selain bekerja kantoran dan seorang CO, rupanya ia masih juga mengais rejeki dengan berjualan segala macam kebutuhan hidup secara daring. Kini sang suami sudah sehat kembali.
Menurut Hermin, guru terbaiknya adalah Samuel Shemmy, pasangan Pamikatsih dan Sapto Nugroho serta kedua orangtua yang sudah membesarkannya.
Anak Bisa Masuk PTN, Hadiah Luar Biasa
Baru-baru ini Hermin mengabarkan jika anaknya diterima masuk kuliah di sebuah PTN di Surakarta. Ia merasa senang dan bangga. Menurutnya, usaha belajar yang dilakukan oleh anaknya sangat kuat biasa. Ia dan suaminya memberi dukungan maksimal serta mengiringinya dengan doa.
Ceritanya, anak laki-lakinya juga mandiri dengan pergi sendiri tanpa diantar orangtua untuk mengurusi segala tetek-bengek administrasi serta dokumen untuk melengkapi berkas. Ia berharap anaknya nanti bisa berguna bagi bangsa dan negara.[]
Reporter: Puji Astuti
Editor : Ajiwan Arief