Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Hegemoni atas Aksesibilitas Publik Guiding Block Merajalela di Kota Jogja

Views: 24

Solidernews.com. Yogyakarta. MENYUSURI trotoar Kota Yogyakarta. Tactile paving atau indikator permukaan bertekstur, dapat dijumpai di hampir semua ruas trotor. Berbentuk pola simbol: garis dan titik, keduanya memiliki makna. Pada umumnya pola-pola tersebut berwarna kuning. Kini, di beberapa ruas trotoar ada yang berwarna abu-abu.

Tactile paving itu namanya guiding blocks atau jalur pemandu. Elemen penting desain universal, yang berfungsi untuk memandu difabel netra bernavigasi di area publik. Pola garis lurus menandakan jalanan aman untuk terus dilalui. Sedang, pola titik-titik mengindikasikan adanya persimpangan, belokan atau penghalang.

Keberadaan guiding blocks atau jalur pemandu taktil sangat vital bagi difabel netra. Karena memungkinkan kami bermobilitas dengan aman dan mandiri di ruang publik. Memberikan orientasi dan mengurangi risiko tersesat, atau menabrak rintangan

Tersebut di atas mengemuka dari Akbar Ariantono Putro, difabel netra mahasiswa semester VI Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Di antara waktu istirahat sesi kelas menulis yang dihelat Perspektif Yogyakarta, Akbar lalu mengeluhkan banyaknya trotoar ‘guiding block’ yang semakin hilang fungsi.

Ketika itu, Sabtu (8/3) sore, dari tempat tinggalnya di Bantul, remaja pria itu menggunakan Trans Jogja, berhenti di Halte PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Lalu berjalan kaki menuju Museum Sonobudoyo, yang berada di Titik Nol Malioboro. Ia mengaku menemukan banyak rintangan, sepanjang menyusuri trotoar antara PKU Muhammadiyah – Museum Sonobudoyo.

“Ternyata lebih banyak rintangannya di trotoar sini. Trotoar di UIN yang tak cukup aksesibel, masih kalah dengan trotoar yang saya lewati tadi bu. Padahal hanya seratus meteran ke Sonobudoyo. Tapi saya nabrak-nabrak. Ada motor yang diparkir, becak, warung tenda, terus ada tiang juga. Makanya agak lama bu, sampai ke sini,” cerita Akbar pada solidernews.com.

Perbincangan dengan Akbar, salah seorang pemilik hak atas keberadaan guiding blocks, memberi gambaran betapa hegemoni atas aksesibilitas jalur pemandu yang semakin brutal.

 

Tak peduli

Ketidaktahuan atau ketidakpedulian warga atas kegunaan guiding blocks, merajalela. Warga mengooptasinya untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok mereka. Hegemoni atas keberadaan guiding blocks itu terjadi hampir di setiap ruang trotoar yang ada. Ironis! Hegemoni atau dominasi penguasaan trotoar terjadi atas nama kepentingan ekonomi. Tak menghiraukan keberadaan jalur pemandu yang diperuntukkan bagi difabel netra.

Fakta di atas, seolah merupakan peristiwa biasa bagi sebuah entitas sebuah kota. Yogyakarta, kota yang memiliki julukan kota inklusif, melakukan pembiaran penyerobotan atau pengalihfungsian guiding blocks sekaligus trotoar. Ke mana difabel netra harus menggugat? Menuntut berfungsinya akses jalan bagi mereka? Mereka mendambakan negara bisa menjamin penyelenggaraan kehidupan publik.

Diakui atau tidak, fakta sebagaimana diungkapkan Akbar Ariantono Putro terjadi di banyak ruas trotoar di Kota Yogyakarta. Dapat dikatakan di hampur seluruh trotoar. Dengan demikian, difabel netra tak hanya Akbar, mengalami kendala yang sama. Hal ini diiyakan Mahasiswa ISI Yogyakarta Yuda Wirajaya dan Alif Akbar Junianto, Mahasiswa PLB Universitas PGRI Yogyakarta.

 

Waktunya pemerintah hadir

Tumpang tindih kepentingan di atas trotoar tersebut, mendapatkan tanggapan Ketua DPRD Kota Yogyakarta Wisnu Sadonoputro. “Kota Yogyakarta masih berjuang untuk memastikan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas,” ungkapnya, Jumat (14/3).

Lanjutnya, “Meskipun telah ada sejumlah peraturan dan inisiatif pemerintah. Tantangannya beragam. Mulai dari sosialisasi dan membangun kesadaran, pengawasan serta evaluasi, kesemuanya belum berjalan dengan semestinya. “Sudah waktunya pemerintah benar-benar hadir, memberikan kesejahteraan kepada disabilitas tunanetra,” Wisnu menegaskan.

Pernyataan ini menggambarkan betapa pentingnya peran pemerintah dalam memastikan pemenuhan hak-hak difabel. Termasuk aksesibilitas publik yang memadai, di berbagai sektor kehidupan. Pengawasan terhadap kerja-kerja dinas terkait, perlu diperketat. Demikian juga dengan pelibatan difabel, sedari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi, tak lagi bisa ditawar.[]

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor       : Ajiwan

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content