Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Hak Konsumen Difabel dalam Dunia Keuangan dan E-Comerse Belum Ramah

Views: 27

Solidernews.com – Hak konsumen merupakan hak yang bersifat universal. Hal ini tidak boleh diabaikan bagi siapa pun, termasuk teman-teman kita yang berkebutuhan khusus. Meskipun akses informasi semakin terbuka dengan pesatnya perkembangan teknologi, namun masih terdapat aspek-aspek tertentu yang memerlukan perhatian khusus, terutama dalam hal inklusi bagi konsumen difabel.

 

Sayangnya, masih banyak sektor yang belum sepenuhnya memperhatikan kebutuhan konsumen difabel, sehingga terjadi diskriminasi terhadap mereka. Penting bagi kita untuk mengkaji secara menyeluruh berbagai sektor yang terlibat dalam hal ini, agar kita dapat mengidentifikasi titik-titik masalah. Apakah hak konsumen difabel telah diakui dan diimplementasikan secara inklusif di berbagai sektor, atau masih terdapat diskriminasi yang menghalangi akses mereka? Bagaimana kita dapat meningkatkan kesadaran dan tindakan inklusif dalam mendukung hak konsumen difabel di berbagai aspek kehidupan? Yuk, kita simak!

 

Memulai dengan menilik kondisi jasa keuangan di Indonesia, tampaknya masih terdapat tantangan yang menghambat teman-teman difabel dalam memperoleh akses yang setara. Dalam laporan yang disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), disinggung bahwa kendala tersebut mencakup beragam aspek, mulai dari permasalahan legalitas identitas hingga kesulitan dalam menjaga keamanan transaksi di mesin ATM.

 

Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan oleh lembaga penelitian, konsultasi, dan pelatihan Definit pada tahun 2017, terungkap bahwa mayoritas difabel yang mencoba mengakses layanan lembaga keuangan seringkali ditemui dengan situasi yang menyulitkan, bahkan terkadang dihadapkan pada pengucilan dari sistem lembaga tersebut.

 

Adalah ironis melihat bahwa difabel netra misalnya, sering kali mengalami penolakan saat hendak memperoleh layanan perbankan, hanya karena keterbatasan dalam melakukan tanda tangan. Hal ini mencerminkan kurangnya kesadaran dan kesiapan dari pihak penyedia layanan keuangan untuk mengakomodasi keberagaman individu dengan kemampuan berbeda.

 

Dalam upaya meningkatkan inklusivitas dan aksesibilitas jasa keuangan, penting bagi pihak terkait, baik regulator maupun lembaga keuangan itu sendiri, untuk mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif serta memastikan bahwa setiap individu, termasuk kawan difabel, dapat menikmati haknya untuk memperoleh layanan keuangan dengan mudah dan tanpa diskriminasi.

 

 

Beberapa kendala yang juga kerap muncul adalah terkait dengan ketidaklengkapkan persyaratan administratif, seperti ketiadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam tanda tangan, sehingga menghambat proses perolehan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tidak hanya itu, fasilitas yang disesuaikan untuk difabel seperti ramp, atau huruf Braille, juga dianggap sebagai investasi mahal bagi banyak lembaga keuangan, menyebabkan sebagian besar dari mereka belum menjadi aksesibel bagi difabel.

 

Tidak hanya dalam sektor jasa keuangan, tetapi juga pada banyak kasus lain, hak-hak konsumen difabel sering kali terabaikan, terutama dalam konteks e-commerce yang masih belum sepenuhnya ramah terhadap difabel.

 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SIGAB, dari total 160 responden difabel dengan berbagai jenis difabilitas, sebanyak 68 di antaranya mengalami berbagai kendala saat mencoba mengakses layanan e-commerce. Penelitian ini dilakukan secara komprehensif di empat provinsi, termasuk DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Bali, dan Yogyakarta.

 

Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa kelompok yang paling banyak mengalami hambatan adalah difabel sensorik penglihatan, mencapai jumlah 59 orang. Kendala yang mereka hadapi termasuk kesulitan dalam mengakses tombol navigasi di situs web dan aplikasi, serta kekurangan informasi yang dapat dibaca oleh pembaca layar.

 

Sementara itu, bagi difabel dengan jenis lainnya, seperti difabel fisik, durasi pembayaran yang terlalu singkat menjadi salah satu hambatan utama dalam proses jual beli online. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan gerak setiap difabel fisik, yang membutuhkan waktu tambahan untuk menyelesaikan transaksi dengan efektif.

 

Untuk menciptakan lingkungan e-commerce yang lebih inklusif dan ramah difabel, diperlukan langkah-langkah konkret dari pemilik platform dan penyedia layanan untuk memastikan bahwa pengalaman berbelanja online dapat diakses dengan mudah oleh semua orang, tanpa terkecuali. Hal ini akan memastikan bahwa hak-hak konsumen difabel dihormati dan dilindungi dengan baik dalam era perdagangan digital yang terus berkembang.

 

Penelitian SIGAB juga mengungkapkan bahwa aktivitas e-commerce yang masih mengandalkan layanan telepon tanpa teks telah menjadi hambatan serius bagi kawan difabel pendengaran. Kendala ini sering kali muncul terutama dalam proses pengaduan terkait barang rusak yang memerlukan konfirmasi melalui percakapan telepon.

 

Dalam konteks kebijakan internasional, penting bagi platform e-commerce untuk merespons secara aktif kebutuhan konsumen difabel dalam mengakses layanan digital. Standar seperti Web Content Accessibility Guidelines dan Fundamental Principles of Consumer Protection harus menjadi acuan dalam memastikan aksesibilitas dan perlindungan yang setara bagi semua pengguna.

 

Hasil survei yang dilakukan oleh SIGAB juga menunjukkan bahwa penggunaan e-commerce oleh konsumen difabel mencapai tingkat yang signifikan, mencapai 50% dari total pengguna setiap minggunya. Ini menegaskan bahwa potensi besar ada pada konsumen difabel untuk menjadi konsumen aktif dengan volume transaksi yang cukup besar dalam industri e-commerce. Sebenarnya data ini bisa menjadi acuan, betapa potensialnya konsumen difabel, sehingga ada perbaikan pemenuhan konsumen difabel.

 

Menurut M. Joni Yulianto, Direktur Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel Indonesia (SIGAB), persoalan ini juga membawa potensi timbulnya pelanggaran-pelanggaran hak konsumen difabel. Hal ini menyoroti pentingnya perlunya upaya kolaboratif dari pihak regulator, industri keuangan, dan masyarakat secara keseluruhan untuk memastikan bahwa hak-hak dasar dan keterlibatan ekonomi bagi kawan difabel dijamin dan dilindungi secara menyeluruh.

 

Sebenarnya, terdapat dorongan yang kuat untuk mewujudkan inklusivitas dalam sektor e-commerce. Nina Mora, Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi dari Kementerian Perdagangan, menegaskan pentingnya penyesuaian dalam penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik agar lebih memperhatikan kebutuhan konsumen difabel.

 

Dorongan ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya menciptakan ekosistem digital yang ramah terhadap keberagaman, termasuk bagi mereka yang mengandalkan layanan e-commerce dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, langkah-langkah konkret dapat diambil untuk memastikan bahwa semua individu, tanpa terkecuali, dapat mengakses dan menggunakan layanan e-commerce dengan nyaman dan tanpa hambatan.

 

Dua contoh kasus yang telah disebutkan di atas hanyalah sebagian kecil dari gambaran yang lebih luas mengenai tantangan yang dihadapi oleh difabel dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam industri makanan, masih jarang ditemukan produk dengan informasi yang ramah terhadap difabel, seperti tidak adanya tulisan Braille atau metode lain yang dapat membantu aksesibilitas bagi difabel. Masalah ini mengindikasikan bahwa hak konsumen difabel seringkali diabaikan dalam proses desain dan produksi produk konsumen.

 

Selain itu, dalam konteks fasilitas umum seperti angkutan umum, masih sedikit yang mengadopsi prinsip transportasi yang ramah terhadap difabel. Bahkan jika ada, sering kali penerapan ini hanya sebatas pada tahap peluncurannya saja, dan setelah itu terabaikan. Daerah-daerah yang mengklaim memiliki fasilitas transportasi yang ramah terhadap difabel juga seringkali gagal dalam menjaga dan mengoperasikan fasilitas tersebut secara optimal. Hal ini terkadang hanya menjadi headline berita semata, tanpa adanya tindak lanjut yang berarti, seperti perawatan yang memadai atau pengoperasian yang efektif.

 

Sementara itu, aturan dan regulasi terkait hak konsumen difabel sebenarnya sudah jelas diatur oleh pemerintah. Sebagai contoh, Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa perlindungan terhadap penyandang disabilitas harus dilakukan secara sadar, dengan tujuan melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak-hak mereka. Aturan-aturan tersebut, bersama dengan regulasi lainnya seperti Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 98 Tahun 2017 tentang Penyediaan Aksesibilitas pada Pelayanan Jasa Transportasi Publik Bagi Pengguna Jasa Berkebutuhan Khusus, merupakan landasan yang kuat bagi upaya perlindungan hak-hak konsumen difabel. Namun, implementasi dan penegakan aturan ini seringkali masih belum optimal, sehingga menyisakan ruang bagi peningkatan dalam upaya melindungi hak-hak konsumen difabel secara efektif.

 

Dalam merangkum diskusi tentang hak konsumen difabel, penulis percaya bahwa kesadaran akan pentingnya inklusi dan aksesibilitas haruslah menjadi fokus utama dalam setiap langkah yang kita ambil. Meskipun terdapat peraturan yang mengatur perlindungan hak konsumen difabel, kenyataannya implementasi masih seringkali mengecewakan.

 

Namun, penulis optimis bahwa dengan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, kita dapat menciptakan perubahan yang signifikan. Langkah-langkah konkret dan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat akan menjadi kunci dalam mewujudkan lingkungan yang lebih inklusif bagi semua individu.

 

Melalui upaya bersama, kita dapat memastikan bahwa hak-hak konsumen difabel dihormati dan dilindungi dengan baik. Dengan demikian, mari kita terus bergerak maju menuju masyarakat yang lebih adil dan inklusif bagi semua.[]

 

Penulis: Hasan Basri

Editor      : Ajiwan Arief

 

 

Sumber:

 

  1. “OJK Soroti Penyandang Disabilitas yang Kesulitan Akses Produk Keuangan” (infobanknews.com)

URL: https://infobanknews.com/ojk-soroti-penyandang-disabilitas-yang-kesulitan-akses-produk-keuangan/

 

  1. “Kesulitan Teman Disabilitas Saat Berurusan dengan Bank” (difabel.tempo.co)

URL: https://difabel.tempo.co/read/1140810/kesulitan-teman-disabilitas-saat-berurusan-dengan-bank

 

  1. “Kemajuan E-commerce Belum Ramah Terhadap Konsumen Difabel” (hukumonline.com)

URL: https://www.hukumonline.com/berita/a/kemajuan-e-commerce-belum-ramah-terhadap-konsumen-difabel-lt61bda83a1efe0/

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content