Views: 13
Solidernews.com – Guiding block atau paving block atau tactile paving adalah elemen arsitektural yang dirancang khusus untuk membimbing dan memberikan petunjuk kepada difabel netra. Guiding block biasanya terletak di sepanjang jalur pejalan kaki dan area umum sebagai arahan bagi difabel netra dalam berjalan di tempat umum.
Keberadaan guiding block di tempat-tempat publik bertujuan untuk membantu difabel netra agar mampu bergerak dengan lebih mandiri dan aman. Namun, ironisnya, guiding block sering kali tidak dipasang dengan benar atau bahkan disalahgunakan. Fenomena ini sangat memprihatinkan, mengingat guiding block seharusnya berfungsi sebagai alat bantu navigasi bagi difabel netra, tapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa fasilitas ini justru dapat menambah kesulitan bagi mereka.
Salah satu praktik yang kurang tepat dalam penggunaan guiding block sebagai tempat parkir kendaraan. Di banyak lokasi, sering terlihat kendaraan terparkir di atas guiding block, seperti mobil, motor, dan lain sebagainya. Padahal, sudah jelas ditujukan untuk memandu difabel netra. Hal ini menjadi masalah besar bagi difbel netra yang berusaha menggunakan guiding block untuk navigasi sehingga mereka malah terpaksa memutar arah atau bahkan berhenti sejenak untuk mencari jalan lain. Situasi ini bukan hanya mengganggu mobilitas mereka, tetapi juga meningkatkan risiko kecelakaan. Difabel netra tidak hanya kehilangan arah, tetapi juga tidak dapat mengandalkan guiding block sebagai indikator jalur yang aman.
Kendala ini dialami oleh salah seorang mahasiswa di Universitas Sebelas Maret. “Sebenarnya, fasilitas guiding block dari kost menuju kampus sudah ada, tapi saya kesulitan mengikuti jalurnya. Setiap saya melintas, pasti banyak motor terparkir di jalur guiding block yang saya lewati sehingga membuat bingung dan kadang tersesat. Alhasil, saya kurang bisa menemukan guiding blocknya lagi kalau terus-menerus terhalang kendaraan.”
Pemasangan guiding block dekat dengan pohon, tiang, atau benda-benda lain juga mmenjadi penghambat bagi difabel yang ingin menggunakannya.. di beberpa tempat, walaupun guiding block terpasang, arah yang ditunjukkan menjadi tidak berarti karena adanya penghalang sehingga difabel netra tidak dapat merasakan tekstur yang berbeda di bawah kaki mereka. Akibatnya, difabel netra menjadi bingung dan tidak dapat tiba di tujuan sesuai jalur yang telah ditentukan. Hal ini dirasakan oleh seorang difabel berinisial A yang selalu menggunakan guiding Block di area publik.
“Beberapa kali, saya menjumpai guiding block yang saya ikuti itu mengarah ke pohon besar atau tiang listrik sehingga bukannya sampai ke tempat tujuan, tapi malah nabrak. Lalu, saya bingung harus berjalan ke kanan atau kiri, soalnya guiding blocknya itu arahnya tidak jelas. Jujur, saya bingung dan malah memperlama perjalanan saya karena harus menemukan jalur yang benar dulu,” keluhnya.
Di samping itu, penggunaan guiding block sebagai tempat berjualan juga sering ditemukan. Beberapa pedagang kaki lima dengan sengaja berdiri di atas jalur guiding block sehingga ruang yang seharusnya aman bagi difabel netra menjadi terhambat oleh kerumunan. Dengan demikian, fasilitas publik yang seharusnya inklusif menjadi tidak inklusif dan mempersulit mobilitas para difabel netra.
Selain itu, dampak yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan guiding block ini tidak hanya bersifat fisik, tapi juga psikologis. Hilangnya jalur guiding block sebagai petunjuk dalam berjalan menyebabkan sebagian besar difabel netra merasa cemas sehingga berpengaruh pada kepercayaan diri mereka. Bahkan, mereka merasa terasing memilih untuk tidak keluar rumah karena takut tersesat atau tertabrak. Hal ini tentu menjadi sebuah ironi di era di mana kita semakin mengedepankan kesetaraan dan inklusi.
T, seorang difabel netra total mengungkapkan, “Sebenarnya, saya berani bepergian sendiri kalau ada fasilitas guiding block, tapi akhir-akhir ini saya sering tertabrak motor yang terparkir, pohon, tiang listrik atau gerobak orang jualan. Saya sering menabrak dan saya sudah tidak mau keluar jika tidak ada teman atau saudara. Saya takut dan malu kalau menabrak terus-menerus.”
Berdasarkan keluhan yang dialami para difabel netra, dapat disimpulkan bahwasannya mereka sangat membutuhkan adanya guiding block sebagai sarana untuk membantu dalam mobilitas. Mereka juga berharap adanya evaluasi dan perbaikan mengenai penggunaan guiding block tersebut agar nantinya mereka dapat menggunakan guiding block secara maksimal tanpa adanya kendala yang berarti.
Oleh karena itu, pemerintah dan pihak berwenang perlu melakukan penegakan hukum yang lebih ketat terkait ketepatan dalam penggunaan guiding block di ruang publik. Misalnya, melakukan pengawasan terhadap kendaraan yang parkir sembarangan di area yang dilengkapi dengan guiding block. Pihak terkait harus memastikan bahwa area tersebut benar-benar bersih dari halangan fisik agar difabel dapat memanfaatkan fasilitas ini dengan baik.
Edukasi masyarakat juga sangat diperlukan. Sosialisasi tentang pentingnya guiding block dan bagaimana cara menggunakan ruang publik yang baik dan benar harus dilakukan secara berkelanjutan. Sosialisasi ini dapat diberikan secara menyeluruh, seperti kepada pedagang kaki lima, pengemudi kendaraan, dan masyarakat umum.
Selain itu, desain ulang ruang publik perlu dipertimbangkan. Pemasangan guiding block harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai elemen lingkungan, seperti keberadaan pohon, tiang, dan benda lainnya. Rancangan yang baik akan memastikan bahwa guiding block dapat berfungsi secara optimal dan tidak terganggu oleh elemen-elemen lain yang dapat menghalangi difabel netra saat berjalan.[]
Reporter: Zukhrufafu Aida
Editor : Ajiwan